Berita Terkini :
http://picasion.com/
Home » , , , » KUMPULAN NASEHAT DI BULAN RAMADHAN

KUMPULAN NASEHAT DI BULAN RAMADHAN

Thursday, July 19, 2012 | 0 comments


KUMPULAN NASEHAT DI BULAN RAMADHAN – KUMPULAN TAUSIYAH – RENUNGAN DI BULAN ROMADHON 1 :

Suatu kali, penulis bersilaturrahim kepada seorang dokter muslim. Penulis melihat banyak gambar orang laki-laki dan perempuan di pajang di dinding. Penulis lalu mengingatkannya dengan larangan Rasulullah dalam soal memajang gambar-gambar. Tetapi ia menolak sambil mengatakan, “Mereka kawan-kawan saya di universitas.”
Padahal sebagian besar dari mereka adalah orang-orang kafir. Apalagi para wanitanya yang memperlihatkan rambut dan perhiasannya di dalam gambar tersebut, dan mereka berasal dari negeri komunis. Sang dokter ini juga mencukur jenggotnya. Penulis berusaha menasihati, tetapi ia malah bangga dengan dosa yang ia lakukan, seraya mengatakan bahwa ia akan mati dalam keadaan mencukur jenggot.
Suatu hal yang mengherankan, dokter yang melanggar ajaran-ajaran Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam tersebut mengaku bahwa ia mencintai Nabi. Kepada penulis ia berkata, “Katakanlah wahai Rasulullah, aku ada dalam perlindunganmu!”
Dalam hati penulis berkata, “Engkau mendurhakai perintahnya, bagaimana mungkin akan masuk dalam perlindungannya. Dan, apakah Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam akan rela dengan syirik tersebut? (yaitu karena dokter tersebut meminta perlindungan kepada rasulullah yang sudah wafat). Sesungguhnya kita dan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam berada di bawah perlindungan Allah semata.”
===============================================
KUMPULAN NASEHAT DI BULAN RAMADHAN – KUMPULAN TAUSIYAH – RENUNGAN DI BULAN ROMADHON 2 :
Jika anda menanyakan kepada seorang muslim, “Apakah anda mencintai Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam ?” Ia akan menjawab, “Benar, aku korbankan jiwa dan hartaku untuk beliau.” Tetapi jika selanjutnya ditanyakan, “Kenapa anda mencukur jenggot dan melanggar perintahnya dalam masalah ini dan itu, dan anda tidak meneladaninya dalam penampilan, akhlak dan ketauhidan Nabi?”
Dia akan menjawab, “Kecintaan itu letaknya di dalam hati. Dan alhamdulillah, hati saya baik.” Kita mengatakan padanya, “Seandainya hatimu baik, niscaya akan tampak secara lahiriah, baik dalam penampilan, akhlak maupun keta’atanmu dalam beribadah mengesakan Allah semata. Sebab Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam bersabda,
“Ketahuilah, sesungguhnya di dalam jasad itu terdapat segumpal daging. Bila ia baik maka akan baiklah seluruh jasad itu, dan bila ia rusak maka akan rusaklah seluruh jasad itu. Ketahuilah, ia adalah hati.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

================================================
KUMPULAN NASEHAT DI BULAN RAMADHAN – KUMPULAN TAUSIYAH – RENUNGAN DI BULAN ROMADHON 3 :
Lewat manakah Islam akan tampil kembali memimpin dunia? Da’i besar Muhammad Qutb menjawab persoalan ini dalam sebuah kuliah yang disampaikannya di Daarul Hadits, Makkah Al-Mukarramah. Teks pertanyaan itu sebagai berikut:
“Sebagian orang berpendapat bahwa Islam akan kembali tampil lewat kekuasaan, sebagian lain berpendapat bahwa Islam akan kembali dengan jalan meluruskan akidah, dan tarbiyah (pendidikan) masyarakat. Manakah di antara dua pendapat ini yang benar?”
Beliau menjawab: “Bagaimana Islam akan tampil berkuasa di bumi, jika para du’at belum meluruskan akidah umat, sehingga kaum muslimin beriman secara benar dan diuji keteguhan agama mereka, lalu mereka bersabar dan berjihad di jalan Allah. Bila berbagai hal itu telah diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, barulah agama Allah akan berkuasa dan hukum-hukumNya diterapkan di persada bumi. Persoalan ini amat jelas sekali. Kekuasaan itu tidak datang dari langit, tidak serta merta turun dari langit. Memang benar, segala sesuatu datang dari langit, tetapi melalui kesungguhan dan usaha manusia. Hal itulah yang diwajibkan oleh Allah atas manusia dengan firmanNya:
 ”Demikianlah, apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka, tetapi Allah hendak menguji sebagian kamu dengan sebagian yang lain.” (Muhammad: 4)
Karena itu, kita mesti memulai dengan meluruskan aqidah, mendidik generasi berikut atas dasar akidah yang benar, sehingga terwujud suatu generasi yang tahan uji dan sabar oleh berbagai cobaan, sebagaimana yang terjadi pada generasi awal Islam.”

================================================
KUMPULAN NASEHAT DI BULAN RAMADHAN – KUMPULAN TAUSIYAH – RENUNGAN DI BULAN ROMADHON 4 :

Berilmulah, wahai saudaraku ! Dan jadikanlah tujuan kalian dalam menuntut ilmu, mencari keridhaan Alloh Jalla Jalaluhu, jujur dan kembali kepadaNya. Janganlah engkau jadikan tujuan menuntut ilmu dalam rangka membantah ulama, menonjolkan diri dalam majelis, bersaing dan pamer kepada khalayak ramai. Rasulullah Shalallohu ‘alaihi wa salam bersabda.
“Barang siapa menuntut ilmu untuk membodohi orang, atau menantang para ulama, atau mencari perhatian manusia, maka dia masuk neraka” [Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Muqaddimah 253, dan dishahihkan Al–Albani lihat Al–Misykat 225–226 ; bersumber dari sahabat Ibnu Umar Rhadiyallahu ‘anhu]
Hadits ini merupakan peringatan keras bagi orang yang tidak ikhlas dalam menuntut ilmu, serta tujuannya dalam menuntut ilmu tidak dalam rangka mencari keridhoan Alloh Jalla Jalaluhu.
Sebagaimana yang telah saya sampaikan sebelumnya, bahwa syetan selalu mengintai dan membisikkan kepadamu untuk tidak berbuat ikhlas kepada Alloh Jalla Jalaluhu, maka janganlah engkau menggubrisnya dan upayakanlah dirimu untuk senantiasa ikhlas dalam segala hal, utamanya menuntut ilmu, oleh karena itu teruslah menuntut ilmu !.
Berkata Sufyan Ats–Tsauri : “Dulu kami menuntut ilmu untuk selain Alloh tetapi ilmu itu enggan kecuali hanya untuk Alloh Jalla Jalaluhu.” Maknanya, jiwa itu selalu memiliki tuntutan serta keinginan, terlebih lagi ketika menginjak usia muda dan memasuki usia remaja, jiwa ini memiliki keinginan dan dorongan yang sangat kuat untuk melakukan berbagai macam perkara sesuai dengan kadar kejahilannya, atau ilmu yang dimiliki serta keikhlasan kepada Rabbnya serta keikhlasan kepada Rabbnya serta rasa ittiba’nya kepada Rasulullah Shalallohu ‘alaihi wa salam.
[Disalin dari Majalah Al-Furqon Edisi 8 Tahun V/Rabi’ul Awwal 1427H/April 2006. Dengan Judul Nasehat Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari Hafizhahullah. Penerbit Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon, Alamat Maktabah Ma’had Al-Furqon, Srowo Sidayu Gresik Jatim 61153, Judul artikel oleh Redaksi Almanhaj]

sumber: Manhaj firqoh an najiyah karya syaikh muhammad jamil zainu
www.sunniy.wordpress.com

13 Tanggapan

  1. MARI KITA DUKUNG POLIGAMI YANG ADIL DAN BERADAB
    Diambil dari mailing list assunnah@yahoogroups.com
    Message: 16
    Date: Tue, 03 May 2005 15:48:02 +0700
    From: “Admin Jilbab Online”
    Subject: ::Kisah:: Jeritan seorang Perawan Tua
    Jeritan seorang Perawan Tua
    Fenomena bertambahnya jumlah wanita yang terlambat menikah (perawan tua)
    menjadi satu perkara yang menakutkan saat ini, mengancam kebanyakan
    pemudi-pemudi di masyarakat kita yang Islami, bahkan di seluruh dunia.
    Berikut ini marilah kita mendengarkan salah satu jeritan mereka :
    Majalah Al-Usrah edisi 80 Dzulqa’dah 1420 H menuliskan jeritan seorang
    perawan tua dari Madinah Munawaroh,”Semula saya sangat bimbang sebelum
    menulis untuk kalian karena ketakutan terhadap kaum wanita karena saya
    tahu bahwasanya mereka akan mengatakan bahwa aku ini sudah gila, atau
    kesurupan. Akan tetapi, realita yang aku alami dan dialami pula oleh
    sejumlah besar perawan-perawan tua, yang tidak seorang pun
    mengetahuinya, membuatku memberanikan diri. Saya akan menuliskan kisahku
    ini dengan ringkas.
    Ketika umurku mulai mendekati 20 tahun, saya seperti gadis lainnya
    memimpikan seorang pemuda yang multazim dan berakhlak mulia. Dahulu saya
    membangun pemikiran serta harapan-harapan; bagaimana kami hidup nanti
    dan bagaimana kami mendidik anak-anak kami… dan.. dan…
    Saya adalah salah seorang yang sangat memerangi ta’adud (poligami).
    Hanya semata mendengar orang berkata kepadaku, “Fulan menikah lagi yang
    kedua”, tanpa sadar saya mendoakan agar ia celaka. Saya berkata, “Kalau
    saya adalah istrinya -yang pertama- pastilah saya akan mencampakkannya,
    sebagaimana ia telah mencampakkanku’. Saya sering berdiskusi dengan
    saudaraku dan terkadang dengan pamanku mengenai masalah ta’addud. Mereka
    berusaha agar saya mau menerima ta’addud, sementara saya tetap keras
    kepala tidak mau menerima syari’at ta’addud. Saya katakan kepada mereka,
    ‘Mustahil wanita lain akan bersama denganku mendampingi suamiku”.
    Terkadang saya menjadi penyebab munculnya problema-problema antara
    suami-istri karena ia ingin memadu istri pertamanya; saya menghasutnya
    sehingga ia melawan kepada suaminya.
    Begitulah, hari terus berlalu sedangkan aku masih menanti pemuda
    impianku. Saya menanti… akan tetapi ia belum juga datang dan saya
    masih terus menanti. Hampir 30 tahun umurku dalam penantian. Telah lewat
    30 tahun… oh Illahi, apa yang harus kuperbuat? Apakah saya harus
    keluar untuk mencari pengantin laki-laki? Saya tidak sanggup,
    orang-orang akan berkata wanita ini tidak punya malu. Jadi, apa yang
    akan saya kerjakan? Tidak ada yang bisa saya perbuat, selain dari menunggu.
    Pada suatu hari ketika saya sedang duduk-duduk, saya mendengar salah
    seorang dari wanita berkata, ‘Fulanah jadi perawan tua”. Aku berkata
    kepada diriku sendiri, “Kasihan Fulanah jadi perawan tua”, akan
    tetapi… fulanah yang dimaksud itu ternyata aku. Ya Illahi!
    Sesungguhnya itu adalah namaku… saya telah menjadi perawan tua.
    Bagaimanapun saya melukiskannya kepada kalian, kalian tidak akan bisa
    merasakannya. Saya dihadapkan pada sebuah kenyataan sebagai perawan tua.
    Saya mulai mengulang kembali perhitungan-perhitunganku, apa yang saya
    kerjakan?
    Waktu terus berlalu, hari silih berganti, dan saya ingin menjerit. Saya
    ingin seorang suami, seorang laki-laki tempat saya bernaung di bawah
    naungannya, membantuku menyelesaikan problema-problemaku… Saudaraku
    yang laki-laki memang tidak melalaikanku sedikit pun, tetapi dia bukan
    seperti seorang suami. Saya ingin hidup; ingin melahirkan, dan menikmati
    kehidupan. Akan tetapi, saya tidak sanggup mengucapkan perkataan ini
    kepada kaum laki-laki. Mereka akan mengatakan, “Wanita ini tidak malu”.
    Tidak ada yang bisa saya lakukan selain daripada diam. Saya tertawa…
    akan tetapi bukan dari hatiku. Apakah kalian ingin saya tertawa,
    sedangkan tanganku menggenggam bara api? Saya tidak sanggup…
    Suatu hari, saudaraku yang paling besar mendatangiku dan berkata, “Hari
    ini telah datang calon pengantin, tapi saya menolaknya…” Tanpa terasa
    saya berkata, “Kenapa kamu lakukan? Itu tidak boleh!” Ia berkata
    kepadaku, “Dikarenakan ia menginginkanmu sebagai istri kedua, dan saya
    tahu kalau kamu sangat memerangi ta’addud (poligami)”. Hampir saja saya
    berteriak di hadapannya, “Kenapa kamu tidak menyetujuinya?” Saya rela
    menjadi istri kedua, atau ketiga, atau keempat… Kedua tanganku di
    dalam api. Saya setuju, ya saya yang dulu memerangi ta’addud, sekarang
    menerimanya. Saudaraku berkata, “Sudah terlambat”
    Sekarang saya mengetahui hikmah dalam ta’addud. Satu hikmah ini telah
    membuatku menerima, bagaimana dengan hikmah-hikmah yang lain? Ya ALlah,
    ampunilah dosaku. Sesungguhnya saya dahulu tidak mengetahui. Kata-kata
    ini saya tujukan untuk kaum laki-laki, “Berta’addud-lah, nikahilah satu,
    dua, tiga, atau empat dengan syarat mampu dan adil. Saya ingatkan kalian
    dengan firman-Nya, “… Maka nikahilah olehmu apa yang baik bagimu dari
    wanita, dua, atau tiga, atau empat, maka jika kalian takut tidak mampu
    berlaku adil, maka satu…” Selamatkanlah kami. Kami adalah manusia
    seperti kalian, merasakan juga kepedihan. Tutupilah kami, kasihanilah kami.”
    Dan kata-kata berikut saya tujukan kepada saudariku muslimah yang telah
    bersuami, “Syukurilah nikmat ini karena kamu tidak merasakan panasnya
    api menjadi perawan tua. Saya harap kamu tidak marah apabila suamimu
    ingin menikah lagi dengan wanita lain. Janganlah kamu mencegahnya, akan
    tetapi doronglah ia. Saya tahu bahwa ini sangat berat atasmu. Akan
    tetapi, harapkanlah pahala di sisi ALlah. Lihatlah keadaan suadarimu
    yang menjadi perawan tua, wanita yang dicerai, dan janda yang ditinggal
    mati; siapa yang akan mengayomi mereka? Anggaplah ia saudarimu, kamu
    pasti akan mendapatkan pahala yang sangat besar dengan kesabaranmu”
    Engkau mungkin mengatakan kepadaku, “Akan datang seorang bujangan yang
    akan menikahinya”. Saya katakan kepadamu, “Lihatlah sensus penduduk.
    Sesungguhnya jumlah wanita lebih banyak daripada laki-laki. Jika setiap
    laki-laki menikah dengan satu wanita, niscaya banyak dari wanita-wanita
    kita yang menjadi perawan tua. Jangan hanya memikirkan diri sendiri
    saja. Akan tetapi, pikirkan juga saudarimu. Anggaplah dirimu berada
    dalam posisinya”.
    Engkau mungkin juga mengatakan, “Semua itu tidak penting bagiku, yang
    penting suamiku tidak menikah lagi.” Saya katakan kepadamu, “Tangan yang
    berada di air tidak seperti tangan yang berada di bara api. Ini mungkin
    terjadi. Jika suamimu menikah lagi dengan wanita lain, ketahuilah
    bahwasanya dunia ini adalah fana, akhiratlah yang kekal. Janganlah kamu
    egois, dan janganlah kamu halangi saudarimu dari nikmat ini. Tidak akan
    sempurna keimanan seseorang sehingga ia mencintai untuk saudaranya apa
    yang ia cintai untuk dirinya sendiri”. (1)
    Demi ALlah, kalau kamu merasakan api menjadi perawan tua, kemudian kamu
    menikah, kamu pasti akan berkata kepada suamimu “Menikahlah dengan
    saudariku dan jagalah ia”. Ya ALlah, sesungguhnya kami memohon kepadamu
    kemuliaan, kesucian, dan suami yang shalih”
    A.A.N -Madinah
    1. HR. Bukhari dalam kitan Iman no 13 dan Muslim no 45.
    Disalin oleh Jilbab Online dari buku “Istriku Menikahkanku”, As-Sayid
    bin Abdul Aziz As-Sa’dani, Darul Falah, cet. Agustus 2004
    • hm… menarik :-)
    • Subhanallah semoga Allah menganugerahkan yang terbaik untuk duniaku untuk akhiratku hingga dapat kupenjut jodohku di surga-MU…
      Ya Allah ikhlaskan hamba-MU
      Karuniakan ketulusan dalam diriku untu menempuh semua ini…….
      saudariku bersabarlah… Allah ada bersama kita
  2. NASIONALISME BERTENTANGAN DENGAN AJARAN ISLAM
    Bagi kaum Muslim, nasionalisme menjadi racun yang sangat menyakitkan. Persatuan Dunia Islam yang tadinya merupakan kekuatan tangguh yang menyatukan negeri-negeri Islam, kemudian tercabik-cabik hanya karena penyebaran ide nasionalisme ini. Barat kemudian melakukan pembagian negeri-negeri Islam dengan hanya menggunakan penggaris dan pensil.
    Dalam bidang politik dan ideologi kaum muslimin tertipu oleh faham nasionalisme yang dianggap sebagai ideologi. Lewat faham nasionalisme yang diinduksikan oleh negara kafir imperialis ke seluruh dunia Islam menjelang perang dunia pertama itu, kaum muslimin terpecah-belah menjadi lebih dari 50 negara dengan kebangsaannya masing-masing.
    Dengan nasionalisme berarti kepentingan nasional di atas segala-galanya termasuk diatas akidah Islam. Tersebarnya paham nasionalisme ini menjadikan kaum Muslim sedunia yang tadinya bersatu menjadi hendak berdiri sendiri-sendiri. Muncullah PanArabisme, lalu diikuti dengan munculnya tuntutan untuk mendirikan negara-negara nasional lepas dari kekuasaan Khalifah Utsmaniyah saat itu. Akhirnya, melalui Musthafa Kemal yang didukung oleh Inggris dan negara-negara besar saat itu, pada tanggal 24 Maret 1924, Khilafah diruntuhkan. Kaum Muslim tidak lagi memiliki benteng yang senantiasa menjaga dan memeliharanya.
    Setelah keruntuhan Khilafah, negeri-negeri Muslim dipecah-belah menjadi banyak negara. Terbentuklah negara-negara ‘merdeka’ atas dasar nasionalisme. Iran (1921), Saudi Arabia (1921), Mesir (1922), Irak (1932), Jordan (1945), Lebanon (1945), Syria (1945), Indonesia (1945), Pakistan (1947), Maroko (1956), Nigeria (1960), Somalia (1960), Kuwait (1961), Algeria (1962) dan banyak lagi.
    Akibat nasionalisme itulah, kenapa, misalnya, krisis ekonomi yang menimpa Indonesia selama ini dibiarkan begitu saja oleh para penguasa kaum muslimin lain yang kaya, karena meskipun sama-sama beragama islam tetapi bangsa indonesia dianggap bukan bangsanya karena diluar wilayah teritorial negaranya. Akhirnya, sabda Nabi SAW bahwa umat Islam sebagai satu tubuh itu tidak menjelma dalam realitas.
    Islam tidak mengenal ikatan apapun yang lebih tinggi, selain ikatan iman dan ukhuwah Islamiyah, untuk seluruh kaum Muslimin. Ikatan ini berarti hanya menjadikan akidah Islam, mabda (ideologi) Islam, sebagai satu-satunya pengikat antar kaum Muslimin. Ikatan-ikatan lainnya seperti ikatan kelompok, golongan, suku, keluarga, bangsa/nasionalisme, dan sejenisnya masuk dalam kategori ikatan-ikatan yang mempropagandakan syi’ar-syi’ar Jahiliyah. Seruan terhadap ikatan-ikatan tersebut sama artinya kita kembali ke jaman Jahiliyah, jaman paganisme, jaman penyembahan terhadap berhala. Ikatan keluarga tidak ada artinya apabila di antara anggota keluarga terdapat orang-orang yang bersebarangan akidahnya dengan kaum Muslimin. Bapak dan anak, suami dan isteri, begitu pula kakak dan adik kandung tidak ada artinya di sisi Allah jika salah satu di antara mereka kafir. Firman Allah SWT :
    “Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya; sekalipun orang-orang itu adalah bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, ataupun keluarga mereka.” (QS. Al Mujadalah [58]: 22)
    Dengan demikian, ikatan yang mampu menjalin keberagaman masyarakat, yang di dalam sejarah umat manusia mampu menyatukan suku-suku, ras, kelompok, bangsa-bangsa, dari semenanjung Andalus di daratan Eropa hingga Kepulauan Nusantara, dari pegunungan Kaukasus hingga pedalaman hutan Afrika, hanyalah ikatan akidah dan ukhuwah Islam, menjadikan Islam sebagai mabda (ideologi). Selain ikatan Islam, tidak akan behasil menjalin heterogenitas masyarakat, betapapun keras upaya untuk menyatukannya. Ikatan ini terbukti mampu bertahan selama lebih dari 13 abad sampai institusi yang menyatukan masyarakat Islam runtuh, yaitu hancurnya negara Khilafah Islamiyah di Istambul Turki.
    Sejak saat itu umat terpecah belah, terkerat-kerat oleh sistem hukum yang dibuatnya sendiri, terkotak-kotak oleh kepentingan politik, dan diperdaya oleh negara-negara Barat yang kafir
    Oleh karena itu, setiap pemikiran kufur/sesat seperti demokrasi, HAM, sekularisme, nasionalisme, dan lain-lain harus kita bantah dan kita serang balik serta kita tunjukkan kepada umat dimana letak kepalsuan dan kebatilannya. Dengan demikian, umat akan terbebaskan dari pengaruh dan belenggu dominasi pemikiran dan kebudayaan kufur serta kembali kepada kesucian Islam. Kenapa umat Islam kini sedang didominir dan dikuasai oleh negara-negara Barat seperti AS, Inggris, Perancis, dll. Baik secara ekonomi maupun politik? Jawabnya adalah dikarena kan umat ini telah dicekoki dengan racun pemikiran barat (westoxication).
    Kaum muslimin adalah ummat yang satu, yang berbeda dengan ummat-ummat lainnya. Allah SWT telah menyatukan kaum muslimin karena kesamaan aqidahnya (keimanannya kepada Allah dan RasulNya). Rasulullah saw telah berhasil menerapkan sistem dan hukum Islam dalam seluruh aspek kehidupan sejak berdirinya Negara Islam yang pertama kalinya di kota Madinah, kemudian penerapan sistem dan hukum Islam di bawah kekuasan Islam itu berlanjut di masa Khulafa Rasyidin, lalu Kekhilafahan di masa Umayyah, Abasiyah, hingga akhirnya masa Khilafah Islamiyah Utsmaniyah.
    Kaum muslimin saat itu memiliki hanya satu pemimpin (Khalifah), memiliki satu sistem dan hukum, yaitu sistem dan hukum Islam, mempunyai satu wilayah yang amat luas yaitu Daulah Khilafah Islamiyah, memiliki kekuasaan politik dan militer yang siap menjaga penerapan sistem dan hukum Islam, yang siaga memelihara kesatuan wilayah Islam, melindungi jiwa, harta dan kehormatan kaum muslimin dimana saja mereka berada, menghancurkan kebathilan dan kekufuran yang diemban oleh musuh-musuh Islam, merendahkan kemusyrikan dan kekafiran, meninggikan Islam dan memuliakan kaum muslimin.
    Carleton S, saat mengomentari peradaban Islam dari tahun 800 M hingga 1600 M, menyatakan, “Peradaban Islam merupakan peradaban yang paling besar di dunia. Peradaban Islam sanggup menciptakan sebuah negara adidaya kontinental (continental super state) yang terbentang dari satu samudera ke samudera yang lain; dari iklim Utara hingga tropis dan gurun dengan ratusan juta orang tinggal di dalamnya, dengan perbedaan kepercayaan dan asal suku.”
    L. Brown mengatakan, “Seandainya orang muslim bersatu padu dalam satu pemerintahan niscaya hal ini sangat berbahaya bagi seluruh dunia. Sebaliknya hal itu akan mendatangkan kenikmatan tak terhingga bagi kaum muslimin. Tapi selagi mereka terus sikut-sikutan, maka mereka juga tetap terombang-ambing tidak mempunyai pedoman yang jelas dan tidak mempunyai pengaruh yang jelas dan tidak pengaruh yang berarti bagi dunia luar”.
    Mengapa kita masih mau dipisahkan oleh faktor nasionalisme dan batas negara, yang notabene buatan manusia, ketimbang dipersatukan dalam satu akidah dan satu wadah negara, sebagaimana selama berabad-abad kaum Muslim pendahulu kita berada dalam satu naungan Kekhilafahan Islam?
    Maka, untuk meraih kembali kejayaan islam, kita harus memaksa umat Islam di berbagai negeri untuk menanggalkan ikatan-ikatan nasionalisme, patriotisme, primordialisme, sektarianisme, dan kedaerahan. Menempatkan kembali ikatan ukhuwah Islamiah pada tempatnya, menyadarkan kaum Muslim akan potensi/kekuatan mereka sebagai kekuatan yang bisa mengikat mereka, dan menyadarkan mereka bahwa salah satu sebab utama kelemahan mereka adalah karena mereka terikat oleh belenggu primordialisme, nasionalisme, keturunan, dan sektarianisme dan sejenisnya.
    Sudah saatnya kini nyanyian jihad dikumandangkan oleh kaum muslimin di manapun karena hak Islam dan kaum muslimin dilanggar.
    Kita rindu penguasa muslim yang gagah berani yang berani mengumandangkan jihad fi sabilillah dalam rangka menegakkan kalimat Allah dan membela kaum muslimin yang tertindas. Kita sudah muak dan bosan dengan penguasa yang justru melindungi para penindas serta menghalangi jihad yang hendak membela kaum tertindas!
    Harus diakui bahwa saat ini industri militer Dunia Islam dalam keadaan mundur bahkan mengalami ketergantungan terhadap musuh-musuhnya. Akan tetapi, secara kuantitas jumlah pasukan militer di Dunia Islam sangat besar. Seandainya, dari satu miliar penduduk Dunia Islam direkrut 1 %-nya saja akan didapat 10 juta tentara. Karena itu, dapat dibayangkan jika mobilisasi pasukan militer ini dilakukan oleh sebuah negara, apalagi negara yang bersifat internasional seperti Daulah Khilafah Islamiyah. Akan tetapi, sayang, praktis sejak perang terakhir melawan Israel tahun 70-an, pasukan militer di negeri-negeri Islam hampir tidak pernah berperang melawan kekuatan penjajah, kecuali Irak dan Afganistan saat menghadapi serbuan AS. Sebagian besar pasukan militer di Dunia Islam justru sering digunakan oleh penguasa untuk menindas rakyatnya sendiri, bukan untuk melawan penjajah.
    Sekalipun khilafah Islamiyah belum berdiri dan daulah Islamiyah belum tegak, jihad tetap wajib hukumnya bagi kaum muslimin untuk dilakukan. Mengingat kondisi hari ini kaum muslimin terkotak-kota dalam berbagai negara, maka wajiblah para pemimpin dan panglima angkatan bersenjata negeri-negeri Islam untuk memobilisasi tentara kaum muslimin untuk dikirim ke daerah-daerah di mana kaum muslimin dizhalimi dan membebaskan mereka dari segala dominasi orang kafir. Jika ada pemimpin kaum muslimin yang mengobarkan jihad terhadap negara Yahudi Israel atau negara kafir lainnya, wajib bagi kaum muslimin menyambut seruannya. Rasulullah saw. bersabda:
    “Jihad harus dilakukan, bersama pemimpin yang baik maupun yang fajir (buruk)”.
    “Jihad terus berlangsung hingga hari kiamat”.
    Karena itu, apabila umat ini menghendaki darah, harta benda, dan kehormatan mereka terjaga serta tidak dinodai oleh siapa pun, tidak ada jalan lain selain kembali pada Islam. Sebab, hanya Islamlah satu-satunya yang bisa melindungi seluruh kemuliaan dan kehormatan umat manusia.
    Kini saatnya umat Islam di seluruh dunia bangkit melepaskan diri dari seluruh ikatan yang dikendalikan oleh kaum kafir imperialis; apapun bentuk, nama, dan kepentingannya. Setelah itu, mereka harus menyatukan negeri-negeri Islam di bawah naungan Khilafah Islamiah, serta mengemban Islam ke seluruh penjuru dunia
    Allahu Akbar!
    author: unknown
  3. Demokrasi adalah Berhala Modern
    BAHAYA DEMOKRASI BAGI UMAT ISLAM
    Disadari atau tidak, demokratisasi membentuk bahaya tersendiri bagi umat Islam. Pertama, bahaya yang paling besar bagi umat Islam, demokrasi nampak menjadi berhala baru yang merusak aqidah, hukum syara’, dan akhlaq kaum muslimin. Secara aqidah, dengan demokrasi, umat Islam dikikis aqidahnya. Tokoh-tokoh demokrasi selalu menyerang agar umat Islam jangan merasa benar sendiri. Islam bukanlah satu-satunya agama yang benar. Jelas ini bisa meragukan keyakinan umat kepada Islam sebagai agama satu-satunya yang diridloi oleh Allah SWT(lihat QS. Ali Imran 19) dan rugilah orang yang mencari agama selain Islam (lihat QS. Ali Imran 85). Nampak bau taklid tokoh demokrasi kepada orang-orang kafir padahal Allah SWT sudah mewanti-wanti mereka.
    Demokrasi berasal dari pandangan bahwa manusialah yang berhak membuat peraturan (undang-undang). Sehingga –menurut mereka– rakyat adalah sumber kedaulatan, sekaligus pemilik kekuasaan yang sebenarnya. Rakyat yang membuat perundang-undangan. Rakyat yang menggaji kepala negara untuk menjalankan undang-undang yang dibuat oleh rakyat. Rakyat pula yang berhak mencabut kekuasaan dari kepala negara, lalu menggantinya, termasuk merubah undang-undang sekehendak mereka.
    Jadi, Demokrasi itu berlandaskan kepada dua ide; (1). Kedaulatan di tangan rakyat, (2). Rakyat sebagai sumber kekuasaan. Dalam hal ini rakyat bertindak selaku Musyarri’ (pembuat hukum) dalam kedudukannya sebagai pemilik kedaulatan, dan berlaku sebagai Munaffidz (pelaksana hukum) dalam kedudukannya sebagai sumber kekuasaan.
    Ide Demokrasi, merupakan anak emas dari ide Sekularisme (pemisahan agama dari negara/politik). Sebab, Sekularisme telah memberikan wahana bagi rakyat untuk menentukan arah kehidupan mereka sendiri. Inilah makna dari rakyat sebagai pihak yang memiliki kedaulatan. Artinya rakyat sebagai Musyarri’ (pembuat hukum).
    Pemahaman semacam ini nyata-nyata bertolak belakang dengan ajaran Islam. Sebab, Islam telah meletakkan kedaulatan berada di tangan syara (atau di tangan Allah, sebagai Musyarri’), bukan di tangan manusia. Firman Allah SWT :
    “(Hak untuk) menetapkan hukum itu (hanyalah) hak Allah.” (QS. Al An’aam [6]: 57)
    Bahkan al Quran tegas-tegas menggolongkan tidak beriman bagi siapa saja yang tidak menjadikan Rasulullah saw sebagai rujukan hukum.
    “Maka demi Rabb-mu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) hakim (pemutus) terhadap perkara yang mereka perselisihkan.” (QS. An Nisa [4]: 65)
    Oleh karena itu, ide Demokrasi yang telah meletakkan kedaulatan berada di tangan manusia (dalam hal ini rakyat), dan kekuasaan (untuk menjalankan sistem hukum selain Islam) berada di tangan rakyat, adalah ide yang bathil, bertolak belakang dengan ajaran Islam. Dan Islam tidak mengenal Demokrasi, sejak kelahirannya hingga hari Kiamat.
    Dari segi hukum syara, demokrasi menolak hukum Islam dengan dalih negara ini bukan negara Islam dan bukan milik orang Islam. Negara plural. Padahal syari’at Islam, bukanlah syari’at buatan orang Islam dan khusus untuk orang Islam. Dia buatan Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang menciptakan manusia dan menurunkan syari’atnya dan mengutus rasul-Nya sebagai rahmat-Nya atas seluruh alam.
    Umumnya tokoh muslim demokrat yang berpecah belah itu, selalu mengajak agar semua kembali kepada konstitusi dan melaksanakan perbedaan pendapat dengan koridor demokrasi, padahal Allah SWT menuntun mereka agar dalam menyelesaikan konflik kembali kepada Allah dan Rasul-Nya (Al Quran dan Sunnah) jika mereka masih beriman (lihat QS. An Nisa 59).
    Kerusakan moral atau akhlaq akibat meninggalkan syari’at Allah –lantaran tidak sopannya manusia kepada Tuhan mereka– kiranya tidak perlu diuraikan lagi.
    Karena itu, kelompok manapun dari kaum Muslim, yang mempropagandakan ideologi dan ajaran selain islam, –seperti Demokrasi, Sekularisme, Pluralisme, Emansipasi, Kapitalisme, Sosialisme, Globalisasi– yang bertentangan dengan ajaran Islam, dan nyata-nyata ajaran tersebut berasal dari bangsa-bangsa kafir, haram hukumnya !
    Demokrasi tidak sama dengan syura, karena syura berarti memberikan pendapat. Sedangkan demokrasi merupakan suatu pandangan hidup dan kumpulan ketentuan untuk seluruh konstitusi, undang-undang, dan peraturan, yang telah dibuat oleh manusia menurut akal mereka sendiri. Mereka menetapkan ketentuan-ketentuan itu berdasarkan kemaslahatan yang dipertimbangkan menurut akal, bukan menurut wahyu dari langit.
    Kaum muslimin wajib membuang demokrasi sejauh-jauhnya, karena demokrasi juga berarti bertahkim kepada thaghut. Bertahkim kepada thaghut berarti juga bertahkim kepada hukum-hukum yang tidak diturunkan Allah SWT. Dengan kata lain bertahkim kepada hukum-hukum kufur yang dibuat manusia, dan bertentangan dengan sistem hukum Islam. Allah SWT berfirman:
    “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu (Al Quran) dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? Mereka hendak bertahkim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu.” (QS. An Nisa [4]: 60)
    Sungguh amat nista, seorang muslim yang tega menyerukan seruan jahiliyah (berupa fanatisme golongan, kelompok, madzhab, tokoh), maupun menyerukan jargon-jargon kufur (seperti Demokrasi, Pluralisme, Sekularisme, Sosialisme, Kapitalisme), terlebih lagi satu dengan yang lain saling menyerang dan membunuh, demi ashabiyah (fanatisme golongan) nya maupun membela seruan-seruan kufur.
    Maka, apakah kita tetap tidak mengindahkan peringatan-peringatan ini?!
    Sudah nyata demokratisasi memberikan implikasi sangat buruk kepada kaum muslimin, baik ekonomi, politik, sosial, keamanan, bahkan keyakinan. Orientasi politik ekonomi keduniaan semata yang diajarkan oleh ideologi demokrasi telah mengesampingkan orientasi dunia akhirat sehingga yang terjadi kerusakan semata.
    Jika sudah demikian, masihkah kita berharap kepada demokrasi buatan manusia dan melupakan sistem peraturan Ilahi? Mari kita renungkan peringatan Allah SWT.
    “Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit dan Kami akan menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta” (QS. Thaha 124).
    Jelaslah betapa mahal harga proses demokratisasi yang dialam bangsa muslim terbesar di dunia ini. Kapankah mereka bertaubat dan kembali? Wallahu a’lam!
  4. Hambatan-hambatan dalam menerapkan syariat Islam dapat dibagi menjadi dua kelompok.
    Pertama, kebencian orang-orang kafir, fasik, dan zalim terhadap syariat Islam.
    Kedua, kesalahan kaum Muslim dalam memahami syariat Islam.
    Akibatnya, muncullah ‘keberatan’ yang sebenarnya lebih merupakan pencerminan pada ketakberhasilannya dalam mengapresiasi ajaran Islam. Hambatan dari orang-orang kafir jelas bukan dalam kendali kaum Muslim. Karenanya, yang lebih penting adalah bagaimana menata kembali sikap kaum Muslim yang masih ‘miring’ terhadap syariat Islam, yang merupakan ajaran agama yang dianutnya.
    Secara umum, kendala yang ada pada kaum Muslim dalam menerapkan syariat Islam, adalah lebih kepada masalah kekurangpahaman atau kebelumpahaman saja. Hal ini dapat dilihat dari ‘keberatan’ yang sering diungkapkan.
    Di antara ‘keberatan’ itu adalah:
    1. Islam itu yang penting substansinya, bukan formalitasnya.
    Pendapat seperti ini bukan hanya berbahaya tetapi juga bertentangan dengan realitas. Pertama, tidak ada aturan yang diterapkan sekadar substansinya saja. Mengapa mereka begitu getol memperjuangkan sekularisme, demokrasi, dan berupaya mempertahankan formalitas sistem tersebut yang notabene warisan kolonial? Padahal, jika mereka konsisten dengan pendapatnya, semestinya cukup hanya substansi demokrasi saja yang dituntutnya, dan substansi sekularisme saja yang diinginkannya?! Akan tetapi, kenyataannya tidaklah demikian. Kedua, dengan tidak diformalkannya syariat Islam berarti hanya akan menciptakan peluang untuk main hakim sendiri. Padahal, semua sepakat bahwa tidak boleh main hakim sendiri.
    2. Penduduk yang hidup di suatu negara bukan hanya Muslim, tetapi juga non-Muslim; tidak homogen tetapi heterogen.
    Pertama, dalih ini sebenarnya mencerminkan kegagalan pihak tersebut memahami realitas masyarakat. Pada kenyataannya, hukum manapun yang diterapkan tidaklah diperuntukkan hanya bagi kalangan yang homogen saja. Contohnya, di Amerika tidak semua penduduknya Kristen, akan tetapi aturan yang diterapkannya adalah kapitalisme. Di Indonesia, terdapat 4 agama resmi yang diakui, tetapi hukum yang diterapkan juga kapitalisme atas dasar sekularisme. Di Cina, puluhan juta umat Islam tinggal di sana, namun aturan yang diberlakukan aturan sosialisme-komunisme. Jadi, tidak rasional menolak ditegakkannya syariat Islam dengan alasan heterogenitas penduduknya. Mereka sendiri tidak pernah melarang penerapan sistem kapitalisme meskipun tidak semua penduduk berideologi kapitalisme; tidak pernah juga berteriak tidak boleh menerapkan sosialisme-komunisme dengan alasan tidak semua penduduknya berideologi sosialisme-komunisme. Sebenarnya persoalannya bukan terletak pada homogen atau heterogen, tetapi terletak pada sistem aturan mana yang akan diterapkan untuk mengatur penduduk (apapun agamanya) demi terciptanya keadilan, kesejahteraan, dan kebahagiaan masyarakat. Jawabannya, tentu saja Islam!
    Kedua, adanya ketidakpahaman terhadap kenyataan hidup Nabi Muhammad saw. dan para sahabatnya. Sejarah menunjukkan bahwa penduduk negara Islam saat itu tidak hanya Muslim, tetapi juga Yahudi dan Nasrani. Pada Faktanya, lebih dari 10 abad syariat Islam bertahan.
    Ketiga, tidak adanya penghayatan bahwa syariat Islam itu adalah untuk kebaikan bersama. Sebagai contoh, ketika riba dilarang sebagai landasan perekonomian, hal ini tidaklah ditujukan hanya bagi kepentingan kaum Muslim, melainkan juga untuk kepentingan penduduk non-Muslim. Faktanya, akibat riba kini Indonesia dijerat utang luar negeri. Yang rugi? Semua penduduk, Muslim dan non-muslim.
    3. Adanya ragam pendapat tentang sistem politik dan kenegaraan Islam; sistem mana yang akan diterapkan?
    Alasan ini pun terlihat ‘genit’. Sebab, dalam sistem manapun, sulit hanya ada satu pendapat saja. Misalnya, banyak beragam pendapat tentang sistem republik, presidensil, atau parlementer. Bentuknya pun pro-kontra; apakah kesatuan, federalisme, ataukah kesatuan dengan otonomi daerah. Pendapat dalam sistem pemilihan pun berbeda-beda, apakah harus pemilihan langsung (seperti keyakinan J.J. Rousseu), perwakilan, distrik, dan sebagainya. Realitasnya, perbedaan pendapat ini tidak menghalangi mereka menerapkan sistem demokrasi kapitalisme dalam berbagai bidang, termasuk politik. Lalu, mengapa adanya perbedaan pandangan tentang beberapa hal politik dan sistem kenegaraan Islam dijadikan dalih untuk tidak ditegakkannya syariat Islam? Sebaliknya, mengapa untuk sistem selain Islam tidak diungkapkan alasan serupa?
    4. Hukum Islam itu kejam, diskriminatif, dan ‘primitif’.
    Tuduhan ini sebenarnya lebih menggambarkan ketakutan terhadap syariat Islam. Padahal, jika kita mau berpikir, manakah sesungguhnya yang lebih baik, misalnya: apakah masyarakat yang rata-rata kehidupan seksual para anggotanya bersih karena diberlakukan hukum Islam ataukah masyarakat yang permisif dan kacau; yang di dalamnya industri seks sudah dianggap sebagai hal yang lumrah, aurat tidak boleh dihalangi untuk dipamerkan karena diskriminatif, hukum ditentukan oleh yang kuat (hukum rimba)? Tentu, masyarakat jenis pertama merupakan masyarakat yang lebih luhur dan lebih sesuai dengan harkat dan martabat manusia. Sebaliknya, yang kedua pada hakikatnya menjurus pada masyarakat binatang yang hidup di hutan belantara dengan hukum rimba, yang tidak jauh berbeda dengan hewan ternak (Lihat QS al-A’râf [7]: 179). Akan tetapi, anehnya, banyak masyarakat masih memandang bahwa masyarakat dan negara sekular-kapitalistik yang serba permisif itulah yang dianggap masyarakat modern (lebih tepat ‘sok modern’), sedangkan masyarakat yang menerapkan dan berupaya untuk menegakkan hukum Islam dipandang sebagai masyarakat tradisional, konservatif, bahkan ‘primitif’. Mana yang lebih kejam, hukum yang memotong tangan pencuri yang betul-betul terbukti dalam pengadilan ataukah hukum yang memenjarakannya yang justru lebih mendidiknya menjadi seorang penjahat kawakan? Aturan mana yang lebih diskriminatif; apakah hukum yang memperlakukan semua orang secara adil ataukah hukum yang memenjarakan seorang pencuri sandal seharga Rp 4000 selama 4 bulan, sedangkan para perampok BLBI sebesar Rp 164 miliar bebas berkeliaran penuh percaya diri? Padahal, kalau tolok ukurnya pencurian sandal tersebut, seharusnya mereka dihukum 41.000.000 bulan atau 3.416.667 tahun!
    5. Masyarakat tidak siap.
    Kita layak untuk bertanya, ketika di Indonesia diterapkan lebih dari 80% hukum Belanda (hingga sekarang), apakah rakyat ditanyai sudah siap atau belum? Ketika aturan untuk menerapkan syariat Islam bagi Muslim Indonesia dihapus oleh PPKI, apakah rakyat ditanya dulu siap atau tidak dengan penghapusan itu? Dulu, saat diterapkan demokrasi terpimpin dan demokrasi parlementer, apakah rakyat ditanyai kesiapannya lebih dulu? Tidak! Lalu, mengapa alasan masyarakat tidak siap itu hanya ditujukan kepada Islam. Padahal, benarkah masyarakat tidak siap? Ataukah pihak yang tidak siap itu adalah hanya mereka yang kini memegang kekuasaan, duduk di kursi empuk, dan banyak kejahatannya hingga takut kezalimannya itu terbongkar bahkan diadili?
    Itulah sebagian dalih yang diungkapkan untuk menolak syariat Islam. Namun, ternyata semuanya tidak sesuai dengan realitas alias mengada-ada. Berbagai dalih di atas hanya meneguhkan bahwa mereka tidak menggunakan akal sehat, tetapi sekadar karena dorongan hawa nafsu belaka.
    Wallahu’alam bishawab
    sumber: buletin al Islam no. 102
  5. Koq komentarnya gak nyambung sama isi tulisan yah?
  6. aku ambil ya gan postingannya ku taruh di http://diazscript.wordpress.com
  7. TAQLID BUTA TERHADAP BANGSA BARAT
    Oleh
    Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin
    Pertanyaan
    Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Kami bertanya kepada yang mulia tentang fenomena yang berkembang di berbagai rumah sakit dan merasuk di kalangan masyarakat muslim, yang mana norma-norma masyarakat barat yang kafir telah berpindah kepada kita, yaitu berupa menghadiahkan bunga untuk orang-orang sakit yang kadang dibeli dengan harta yang sangat mahal. Bagaimana pendapat yang mulia mengenai tradisi ini?
    Jawaban
    Tidak diragukan lagi bahwa bunga-bunga itu tidak ada gunanya dan tidak ada fungsinya, itu tidak bisa mengobati yang sakit, tidak meringankan rasa sakit, tidak mendatangkan kesehatan dan tidak menghalau penyakit, karena bunga-bunga itu hanya berupa benda dengan berbagai bentuk dan warna tanaman yang berbunga yang disusun oleh tangan atau mesin kemudian dijual dengan harga yang tinggi. Produsennya mendapat untung besar sementara pembelinya merugi. Tradisi ini hanya menirukan barat tanpa pemikiran. Bunga-bunga itu dibeli dengan harga tinggi, lalu disimpan di samping orang yang sakit satu sampai dua jam, atau sehari sampai dua hari, kemudian dibuang tanpa manfaat apa-apa. Padahal yang lebih baik adalah mengalihkan dananya dan membelanjakannya untuk sesuatu yang bermanfaat bagi urusan dunia atau agama. Maka bagi yang melihat seseorang membelinya atau menjualnya, hendaknya mengingatkannya agar tidak melakukannya dengan harapan ia mau bertaubat dan meninggalkan jual beli yang benar-benar merugikan ini.
    [Al-Lu'lu' Al-Makin min Fatawa Syaikh Ibnu Jibrin, hal. 58-59]
    [Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al Masa’il Al-Ashriyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini,Penyusun Khalid Al-Juraisiy, Penerjemah Musthofa Aini, Penerbit Darul Haq]
Share this article :

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.

Entri Populer

Negara PengunjuNg

free counters
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Rizal Suhardi Eksakta * - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger