Berita Terkini :
http://picasion.com/

Maha Guru By Mayada

Saturday, September 29, 2012 | 0 comments



GURU belahan jiwa 
Kekasih yang sempurna 
Akhlakmu mempesona 
Duhai bulan purnama 

Bunga-bunga bersemi diatas tanah suci Mekar Indah Mewangi Cintamu kan abadi Keseluruh penjuru 
Kau tegakan Agama jagat Raya Gempita  Menyambut Akhlak Mulia Kunyanyikan Lagumu Dengan senandung Rindu kekasih yang ditunggu Wahai kau "MAHA GURU"

 Berlimpahnya cintamu Mulianya ajaranmu Tumbuh subur di qalbu jantung,
 darah nadiku Guru jalan hidupku hingga akhir hayatku

 Ku ikut agamamu Jangan tinggalkan aku Maju bangkitlah jiwa Hati penuhi cinta Janganlah kau tergoda 

Oleh surga dunia Karena tujuan kita 
Hanya Dia semata Wahai para perindu tetapkanlah langkahmu Menuju sang petunjuk Jalan Lautan Biru Tuk Menggapai Fitrahmu Makna Kesucianmu 2x
Continue Reading

MAKALAH PERSPEKTIF GLOBAL tentang “GENDER”

Friday, September 28, 2012 | 0 comments


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Para pendiri negeri ini, sungguh sangat arif dalam menyusun UUD 1945 menghargai peranan wanita pada masa silam dan mengantisipasi pada masa yang akan datang, dengan tidak ada satu kata pun yang bersifat diskriminatif terhadap wanita. Konstitusi ini dengan tegas menyatakan persamaan hak dan kewajiban bagi setiap warga Negara (baik pria maupun wanita). Di dalam GBHN 1993 di antaranya juga diamanatkan, bahwa wanita mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan pria dalam pembangunan. Selain itu, pengambil keputusan juga telah meratifikasi (mengesahkan) konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita dalam UU No. 7 Tahun 1984.
Namun, kenyataan menunjukkan bahwa wanita mengalami ketertinggalan atau ketidakberuntungan lebih banyak dibandingkan dengan pria di antaranya di bidang pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, penguasaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Oleh karena itu, peningkatan peranan wanita dalam pembangunan yang berwawasan gender sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, mempunyai arti penting dalam upaya untuk mewujudkan kemitrasejajaran yang harmonis antara pria dengan wanita atau mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Kemitrasejajaran yang harmonis antara pria dengan wanitaadalah suatu kondisi hubungan kedudukan dan peranan yang dinamis antara pria dengan Wanita. Pria dan wanita mempunyai persamaan kedudukan, hak, kewajiban dan  kesempatan, baik dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara maupun dalam kegiatan pembangunan di segala bidang (Kantor Menteri Negara Peranan Wanita, 1998).
B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.      Bagaimanakah status dan peran wanita?
2.      Bagaimanakah konsep Gender, peran kodrati, dan peran wanita dalam pembangunan?
C.    Tujuan
Tujuan dari isi makalah untuk:
1.      Untuk mengetahui konsep gender, peran kodrati dan peran wanita dalam pembangunan.





BAB II
PEMBAHASAN
GENDER

Dalam hal persamaan kedudukan, baik pria maupun wanita sama-sama berkedudukan sebagai subjek atau pelaku pembangunan. Dalam kedudukan sebagai subjek pembangunan, pria dan wanita mempunyai peranan yang sama dalam merencanakan, melaksanakan, memantau dan menikmati hasil pembangunan. Hak yang sama di bidang pendidikan misalnya, anak pria dan wanita mempunyai hak yang sama untuk dapat mengikuti pendidikan sampai ke jenjang pendidikan formal tertentu.
 Tentu tidaklah adil jika dalam era global ini menomorduakan pendidikan bagi wanita, apalagi jika anak wanita mempunyai kecerdasan atau kemampuan. Selanjutnya, kewajiban yang sama umpamanya seorang istri samasama berkewajiban untuk mencari nafkah dengan suaminya dalam upaya memenuhi beragam kebutuhan rumah tangga. Mencari nafkah tidak lagi hanya menjadi kewajiban suami (pria), begitu juga kewajiban melakukan pekerjaan urusan rumah tangga tidak semata-mata menjadi tugas istri (wanita). Akhirnya berkaitan dengan persamaan kesempatan dapat diambil contoh, apabila ada dua orang Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Provinsi, yakni seorang pria dan seorang wanita yang sama-sama memenuhi syarat dan mempunyai kemampuan yang sama, keduanya mempunyai kesempatan yang sama untuk mengisi lowongan sebagai Kepala Biro. Wanita tidak dapat dinomorduakan semata-mata karena dia seorang wanita. Pandangan bahwa pemimpin itu harus seorang pria merupakan pandangan yang keliru dan perlu ditinggalkan.
A.    Status dan Peranan Wanita
Dari uraian tersebut dengan jelas dapat ditangkap, bahwa menurut kondisi normatif, pria dan wanita mempunyai status atau kedudukan dan peranan (hak dan kewajiban) yang sama, akan tetapi menurut kondisi objektif, wanita mengalami ketertinggalan yang lebih besar dari pada pria dalam berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Kondisi objektif ini tidak lain disebabkan oleh norma sosial dan nilai sosial budaya yang masih berlaku di masyarakat. Norma sosial dan nilai sosial budaya tersebut, di antaranya di satu pihak, menciptakan status dan peranan wanita di sektor domestik yakni berstatus sebagai ibu rumah tangga dan melaksanakan pekerjaan urusan rumah tangga, sedangkan di lain pihak, menciptakan status dan peranan pria di sektor publik yakni sebagai kepala keluarga atau rumah tangga dan pencari nafkah. Dikemukakan oleh White dan Hastuti (1980), dalam sistem kekerabatan patrilineal, ada adat dalam perkawinan (pernikahan) yang biasanya wanita (istri) mengikuti pria (suami) atau tinggal di pihak kerabat suami, merupakan salah satu faktor yang secara relatif cendrung mempengaruhi status dan peranan wanita, yakni status dan peranan wanita menjadi lebih rendah dari pada pria.
Selain itu, wanita tidak bisa menjadi pemilik tanah dan kekayaan yang lain melalui hak waris, sehingga status dan peranan wanita menjadi lebih lemah dari pada pria. Hal itu juga menyebabkan sumber daya pribadi (khususnya yang menyangkut tanah, uang atau material) yang dapat disumbangkan oleh wanita ke dalam perkawinan atau rumah tangga mereka menjadi sangat terbatas. Akibatnya, status dan peranan wanita menjadi lebih lemah dibandingkan dengan pria.
Menurut Blood dan Walfe (1960) sumber daya pribadi bisa berupa: pendidikan,  keterampilan, uang atau material, tanah dan lain-lain. Akibat masih berlakunya berbagai norma sosial dan nilai sosial budaya tersebut di masyarakat, maka akses wanita terhadap sumber daya di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan menjadi terbatas. Untuk memperkecil keadaan yang merugikan wanita itu, perlu pemahaman dan penghayatan yang baik tentang peranan wanita dalam pembangunan yang berwawasan gender, tidak hanya oleh wanita sendiri tetapi juga oleh pria atau seluruh lapisan masyarakat.
B.     Konsep Gender
Untuk dapat memahami tentang peranan wanita dalam pembangunan yang berwawasan gender, terlebih dahulu perlu dibahas tentang konsep gender, agar kita berangkat dari pengertian yang sama. Pembahasan mengenai gender, tidak terlepas dari seks dan kodrat. Seks, kodrat dan gender mempunyai kaitan yang erat, tetapi mempunyai pengertian yang berbeda. Dalam kaitannya dengan peranan pria dan wanita di masyarakat, pengertian dari ketiga konsep itu sering disalahartikan. Untuk menghindari hal itu dan untuk mempertajam pemahaman kita tentang konsep gender, maka pengertian seks dan kodrat perlu dijelaskan terlebih dahulu. Istilah seks dapat diartikan kelamin secara biologis, yakni alat kelamin pria (penis) dan alat kelamin wanita (vagina). Sejak lahir sampai meninggal dunia, pria akan tetap berjenis kelamin pria dan wanita akan tetap berjenis kelamin wanita (kecuali dioperasi untuk berganti jenis kelamin). Jenis kelamin itu tidak dapat ditukarkan antara pria dengan wanita.
Kodrat adalah sifat bawaan biologis sebagai anugerah Tuhan Yang Mahaesa, yang tidak dapat berubah sepanjang masa dan tidak dapat ditukarkan yang melekat pada pria dan wanita. Konsekuensi dari anugerah itu, manusia yang berjenis kelamin wanita, diberikan peran kodrati yang berbeda dengan manusia yang berjenis kelamin pria. Wanita diberikan peran kodrati: (1)menstruasi, (2) mengandung, (3)melahirkan, (4) menyusui dengan air susu ibu dan (5) menopause, dikenal dengan sebutan lima M. Sedangkan pria diberikan peran kodrati membuahi sel telur wanita dikenal dengan sebutan satu M. Jadi, peran kodrati wanita dengan pria berkaitan erat dengan jenis kelamin dalam artian ini (Arjani, 2002 dan Agung Aryani, 2002).
Gender berasal dari kata “gender” (bahasa Inggris) yang diartikan sebagai jenis kelamin. Namun jenis kelamin di sini bukan seks secara biologis, melainkan sosial budaya dan psikologis. Pada prinsipnya konsep gender memfokuskan perbedaan peranan antara pria dengan wanita, yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan norma sosial dan nilai sosial budaya masyarakat yang bersangkutan. Peran gender adalah peran sosial yang tidak ditentukan oleh perbedaan kelamin seperti halnya peran kodrati. Oleh karena itu, pembagian peranan antara pria dengan wanita dapat berbeda di antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lainnya sesuai dengan lingkungan. Peran gender juga dapat berubah dari masa ke masa, karena pengaruh kemajuan : pendidikan, teknologi, ekonomi, dan lain-lain. Hal itu berarti, peran jender dapat ditukarkan antara pria dengan wanita (Agung Aryani, 2002 dan Tim Pusat Studi Wanita Universitas Udayana, 2003).
Contoh peran gender berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain sebagai berikut. (1). Masyarakat Bali menganut system kekerabatan patrilineal, berarti hubungan keluarga dengan garis pria (ayah) lebih penting atau diutamakan dari pada hubungan keluarga dengan garis wanita (ibu). (2). Masyarakat Sumatera Barat menganut sistem kekerabatan matrilineal, berarti hubungan keluarga dengan garis wanita (ibu) lebih penting dari pada hubungan keluarga dengan garis pria (ayah). (3). Masyarakat Jawa menganut sistem kekerabatan parental/ bilateral, berarti hubungan keluarga dengan garis pria (ayah) sama pentingnya dengan hubungan keluarga dengan garis wanita (ibu). Jadi status dan peran pria dan wanita berbeda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain, yang disebabkan oleh perbedaan norma sosial dan nilai sosial budaya.
Contoh peran gender berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan jaman sebagai berikut. Pada masa lalu, menyetir mobil hanya dianggap pantas dilakukan oleh pria, tetapi sekarang wanita menyetir mobil sudah dianggap hal yang biasa. Contoh lain, pada masa silam, jika wanita ke luar rumah sendiri (tanpa ada yang menemani) apalagi pada waktu malam hari, dianggap tidak pantas, tetapi sekarang sudah dianggap hal yang biasa. Contoh peran gender yang dapat ditukarkan antara pria dengan wanita sebagai berikut. Mengasuh anak, mencuci pakaian dan lain-lain, yang biasanya dilakukan oleh wanita (ibu) dapat digantikan oleh pria (ayah). Contoh lain, mencangkul, menyembelih ayam dan lain-lain yang biasa dilakukan oleh pria (ayah) dapat digantikan oleh wanita (ibu). Dikemukakan oleh Bemmelen (2002), beberapa ciri gender yang dilekatkan oleh masyarakat pada pria dan wanita sebagai berikut. Perempuan memiliki ciri-ciri: lemah, halus atau lembut, emosional dan lain- lain. sedangkan pria memiliki ciriciri: kuat, kasar, rasional dan lain-lain. Namun dalam kenyataannya ada wanita yang kuat, kasar dan rasional, sebaliknya ada pula pria yang lemah, lembut dan emosional. Beberapa status dan peran yang dicap cocok atau pantas oleh masyarakat untuk pria dan wanita sebagai berikut.
Perempuan:
1.      Ibu rumah tangga.
2.      bukan pewaris.
3.      tenaga kerja domestic (urusan rumah tangga).
4.      pramugari.
5.      panen padi.
Pria:
1.      Kepala keluarga/ rumah tangga.
2.      Pewaris.
3.      Tenaga kerja public (pencari nafkah).
4.      Pilot.
5.      Pencangkul lahan.
Dalam kenyataannya, ada pria yang mengambil pekerjaan urusan rumah tangga, dan ada pula wanita sebagai pencari nafkah utama dalam rumah tangga mereka, sebagai pilot, pencangkul lahan dan lain-lain.
Dengan kata-kata lain, peran gender tidak statis, tetapi dinamis (dapat berubah atau diubah, sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi).
Berkaitan dengan gender, dikenal ada tiga jenis peran gender sebagai berikut.
1.      Peran produktif adalah peran yang dilakukan oleh seseorang, menyangkut pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa, baik untuk dikonsumsi maupun untuk diperdagangkan. Peran ini sering pula disebut dengan peran di sektor publik.
2.      Peran reproduktif adalah peran yang dijalankan oleh seseorang untuk kegiatan yang berkaitan dengan pemeliharaan sumber daya manusia dan pekerjaan urusan rumah tangga, seperti mengasuh anak, memasak, mencuci pakaian dan alat-alat rumah tangga, menyetrika, membersihkan rumah, dan lainlain. Peran reproduktif ini disebut juga peran di sector domestik.
3.      Peran sosial adalah peran yang dilaksanakan oleh seseorang untuk berpartisipasi di dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti gotong-royong dalam menyelesaikan beragam pekerjaan yang menyangkut kepentingan bersama. (Kantor Menteri Negara Peranan Wanita, 1998 dan Tim Pusat Studi Wanita Universitas Udayana, 2003). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa peran kodrati bersifat statis, sedangkan peran gender bersifat dinamis. Hal ini dapat dicontohkan sebagai berikut.
C.    Peran Kodrati
Setelah kita mempunyai pemahaman yang sama tentang konsep gender, berikut ini akan dibahas peranan wanita dalam pembangunan yang berwawasan gender. Peranan wanita dalam pembangunan adalah hak dan kewajiban yang dijalankan oleh wanita pada status atau kedudukan tertentu dalam pembangunan, baik pembangunan di bidang politik, ekonomi, sosial budaya maupun pembangunan di bidang pertahanan dan keamanan, baik di dalam keluarga maupun di dalam masyarakat. Peranan wanita dalam pembangunan yang berwawasan gender, berarti peranan wanita dalam pembangunan
Wanita:
1.      Menstruasi
2.      Mengandung
3.      Melahirkan
4.      Menyusui dengan air susu ibu
5.      Menopause
Pria:
1.      Membuahi sel telur wanita
Peran Gender
1.      Mencari nafkah.
2.      Memasak.
3.      Mengasuh anak.
4.      Mencuci pakaian dan alat-alat rumah tangga
5.      Tolong-menolong antar tetangga dan gotong-royong dalam menyelesaikan pekerjaan milik bersama.
6.      Dan lain-lain.
D.    Peranan Wanita dalam Pembangunan
Sesuai dengan konsep gender atau peran gender sebagaimana telah dibahas di depan, mencakup peran produktif, peran reproduktif dan peran sosial yang sifatnya dinamis. Dinamis dalam arti, dapat berubah atau diubah sesuai dengan perkembangan keadaan, dapat ditukarkan antara pria dengan wanita dan bisa berbeda lintas budaya.
Mengupayakan peranan wanita dalam pembangunan yang berwawasan atau perperspektif gender, dimaksudkan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender atau kemitrasejajaran yang harmonis antara pria dengan wanita di dalam pembangunan. Karena, dalam proses pembangunan kenyataannya wanita sebagai sumber daya insani masih mendapat perbedaan perlakuan (diskriminasi). Terutama, jika wanita bergerak di sektor publik dirasakan banyak ketimpangan, meskipun ada pula ketimpangan gender yang dialami oleh pria. Untuk mewujudkan kemitrasejajaran yang harmonis antara pria dengan wanita tersebut, perlu didukung oleh perilaku saling menghargai atau saling menghormati, saling membutuhkan, saling membantu, saling peduli dan saling pengertian antara pria dengan wanita.
Dengan demikian, tidak ada pihak pihak (pria atau wanita) yang merasa dirugikan dan pembangunan akan menjadi lebih sukses. Usaha-usaha untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender sesungguhnya sudah lama dilakukan oleh berbagai pihak, namun masih mengalami hambatan. Kesetaraan dan keadilan gender masih sulit untuk dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat khususnya kaum wanita.
Oleh karena itu pemerintah telah mengambil kebijakan, tentang perlu adanya strategi yang tepat yang dapat menjangkau ke seluruh instansi pemerintah, swasta, masyarakat kota, masyarakat desa dan sebagainya.
Strategi itu dikenal dengan istilah pengarusutamaan gender, berasal dari bahasa Inggris gender mainstreaming. Strategi ini tertuang di dalam Instruksi Presiden (Inpres) No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional.
Dengan pengrusutamaan gender itu, pemerintah dapat bekerja secara lebih efisien dan efektif dalam memproduksi kebijakan-kebijakan publik yang adil dan responsif gender kepada seluruh lapisan masyarakat, baik pria maupun wanita. Dengan strategi itu juga, program pembangunan yang akan dilaksanakan akan menjadi lebih sensitif atau responsif gender. Hal ini pada gilirannya akan mampu menegakkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban pria dan wanita atas kesempatan yang sama, pengakuan yang sama dan penghargaan yang sama di masyarakat.
Secara operasional, pengarusutamaan gender dapat diartikan sebagai suatu upaya yang dibangun untuk mengintegrasikan kebijakan gender dalam program pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan (monitoring) dan evaluasi. Pengarusutamaan gender, bertujuan untuk terselenggaranya perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender (Tim Pusat Studi Wanita Universitas Udayana, 2003).
Pengarusutamaan gender barulah akan memberikan hasil secara lebih memuaskan, jika dilaksanakan oleh seluruh kalangan masyarakat, mulai dari yang tergabung dalam lembaga pemerintah, swasta seperti organisasi profesi, organisasi sosial, organisasi politik, organisasi keagamaan dan lain-lain sampai pada unit yang terkecil yaitu keluarga. Dalam pembangunan di bidang kesehatan misalnya, kalau perencanaannya, elaksanaannya atau pelayanannya, pemantauannya dan evaluasinya sudah berwawasan gender, maka dapat dipastikan bahwa kesehatan yang baik dapat dinikmati oleh baik laki-laki maupun perempuan. Begitu juga pembangunan di bidang-bidang yang lainnya. Dari uraian di atas dapat diketahui, bahwa ruang lingkup pengarusutamaan gender meliputi empat hal, yakni perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Dalam pelaksanaannya, masing-masing hal itu harus mempertimbangkan empat aspek, yaitu peran, akses, manfaat dan kontrol. Artinya, apakah dalam keempat hal tersebut sudah mempertimbangkan bahwa peran pria dan wanita sudah setara dan adil.
Apakah akses yang diterima oleh pria dan wanita juga akan setara dan adil. Apakah manfaat yang langsung dirasakan oleh pria dan wanita sudah setara dan adil. Akhirnya, apakah pria dan wanita mempunyai kesempatan yang sama dalam melakukan control dan pengambilan keputusan.




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Demikianlah secara garis besar tentang peranan wanita dalam pembangunan yang berwawasan gender. Hal ini sangat penting dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat, agar mereka tidak melihat pria dan wanita dari kaca mata biologis (peran kodrati) saja.
Masyarakat juga harus melihat pria dan wanita sebagai warga negara dan sumber daya insani yang sama-sama mempunyai hak, kewajiban, kedudukan dan kesempatan dalam proses pembangunan, baik dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Mengupayakan peranan wanita dalam pembangunan yang berwawasan gender, dimaksudkan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender di dalam berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Hal ini perlu didukung oleh perilaku saling menghargai atau menghormati, saling membantu, saling pengertian, saling peduli dan saling membutuhkan antara pria dengan wanita. Pengarusutamaan gender merupakan strategi yang tepat untuk mempercepat terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender tersebut.
 



DAFTAR PUSTAKA

Agung Aryani, I Gusti Ayu. 2002. Mengenal Konsep Gender (Permasalahan dan Implementasinya dalam Pendidikan).
Arjani, Ni Luh. 2002. Gender dan Permasalahannya. Pusat Studi Wanita Universitas Udayana. Denpasar.
Bammelan, Sita Van. 2002. Isu Gender di Bidang Pendidikan. Semiloka  pengarusutamaan Gender Bagi Para Perencana di Lingkungan Pendidikan Nasional Kabupaten Badung dan Kota Denpasar.
Blood, R O. Jr. and Wolfe, D.M. 1960. Husban and Wives. The Dynamics of Married Living. The Free Press, New York..
Kantor Menteri Negara Peranan Wanita. 1998. Gender dan Permasalahannya. Modul Pelatihan Analisis Gender. Kantor Menteri Negara Peranan Wanita. Jakarta.
Tim Pusat Studi Wanita Universitas Udayana. 2003. Konsep Gender dan  Pengarusutamaan Gender. Materi Sosialisasi Gender dan Pengarusutamaan Gender untuk Toga dan Toma di Provinsi Bali. Denpasar
Continue Reading

STATUS GIZI ( Makalah Ilmu Gizi)

| 0 comments


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan makanan dan minuman terhadapa kesehatan tubuh manusia agar tidak mengalami penyakit gangguan gizi, dimana gangguan gizi sendiri adalah sebuah penyaklit yang diakibatkan oleh kurangnya zat-zat vitamin yang tertentu sehingga mengakibatkan tubuh kita mengalami gangguan gizi.
Penyakit gangguan gizi yang pertama kali ditemukan adalah scorbut pada tahun 1497 atau lebih popular kita kenal dengan penyakit sariawan. Baru pada awal abad XX para ahli kedokteran dapat memastikan bahwa penyakit ini disebabkan karena kekurangan vitamin C. (http://wikipedia.org)
Penyakit gangguan gizi juga terjadi baru-baru ini di Indonesia. Penyakit tersebut adalah kurang gizi. Penyakit ini menyerang sebagian besar anak balita. Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energy dan protein (KEP) tingkat berat akibat kurang akibat kurang mengkonsumsi makanan bergizi dan atau menderita sakit dalam waktu lama. Ditandai dengan status gizi sangat kurus (menurut BB terhadap TB). (http://www.puskelblogspot.com)
 Seperti pernyataan seorang Kepala Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Nganjuk, Guruh Hariwibowo, mengakui kondisi anak-anak yang menderita gizi buruk itu memang mengkhawatirkan. "Selain badan mereka yang kurus, mereka juga menderita penyakit bawaan," katanya, Jumat (16/9). (sumber : Republika.co.id)
Berdasarkan hal tersebut perlu kiranya kita mengetahui tentang status gizi yang mana Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam  pemenuhan nutrisi untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien. Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan riwayat diit (Beck, 2000: 1)

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian status gizi ?
2.      Apakah factor-faktor yang mempengaruhi status gizi ?
3.      Bagaimanakah penilaian status gizi ?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian status gizi
2.      Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi status gizi.
3.      Untuk mengetahui penilaian status gizi.
  1. Batasan Masalah
Makalah kami terbatas untuk membahas tentang status gizi, factor yang mempengaruhi status gizi dan penilaian status gizi.






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian  Status Gizi ( Nutrition Status )
Status gizi adalah keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture (keadaan gizi) dalam bentuk variabel tertentu. Contoh : Gondok endemik merupakan keadaaan tidak seimbangnya pemasukan dan pengeluaran yodium dalam tubuh.
Tak satu pun jenis makanan yang mengandung semua zat gizi, yang mampu membuat seseorang untuk hidup sehat, tumbuh kembang dan produktif. Oleh karena itu, setiap orang perlu mengkonsumsi anekaragam makanan; kecuali bayi umur 0-4 bulan yang cukup mengkonsumsi Air Susu Ibu (ASI) saja. Bagi bayi 0-4 bulan, ASI adalah satu-satunya makanan tunggal yang penting dalam proses tumbuh kembang dirinya secara wajar dan sehat.
Makan makanan yang beranekaragam sangat bermanfaat bagi kesehatan. Makanan yang beraneka ragam yaitu makanan yang mengandung unsur-unsur zat gizi yang diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantintasnya, dalam pelajaran ilmu gizi biasa disebut triguna makanan yaitu, makanan yang mengandung zat tenaga, pembangun dan zat pengatur. Apabila terjadi kekurangan atas kelengkapan salah satu zat gizi tertentu pada satu jenis makanan, akan dilengkapi oleh zat gizi serupa dari makanan yang lain. Jadi makan makanan yang beraneka ragam akan menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur.
Makanan sumber zat tenaga antara lain: beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar, kentang, sagu, roti dan mi. Minyak, margarin dan santan yang mengandung lemak juga dapat menghasilkan tenaga. Makanan sumber zat tenaga menunjang aktivitas sehari-hari.
Makanan sumber zat pembangun yang berasal dari bahan makanan nabati adalah kacang-kacangan, tempe, tahu. Sedangkan yang berasal dari hewan adalah telur, ikan, ayam, daging, susu serta hasil olahan, seperti keju. Zat pembangun berperan sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan seseorang.
Makanan sumber zat pengatur adalah semua sayur-sayuran dan buah-buahan. Makanan ini mengandung berbagai vitamin dan mineral, yang berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ-organ tubuh.Beberapa Pengertian Penting terkait status gizi :
1)      Proses gizi (nutrition) : proses dari organisme dalam menggunakan bahan makanan melalui proses pencernaan,penyerapan,transportasi,penyimpanan,metabolismedan penggunaan zat untuk pemeliharaan hidup,,pertumbuhan,,fungsi organ tubuh dan produksi energi..
2)      Keadaan Gizi ((Nutriture)):: keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan gizi disatu pihak dan penggunaan oleh organisme dipihak llain,,atau keadaan fisiologik akiibat darii ttersedianya zat gizi dalam seluler tubuh.
3)      Status gizi ((Nutritional Status)):: ttanda--ttanda atau penampilan yang diakibatkan dari nutriture yang dilihat melalui variabel ttertentu (iindikator status gizi)) seperti berat,,tinggi dll.
B.  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
1.      Gizi Daur Kehidupan
United Nations (Januari, 2000) memfokuskan usaha perbaikan gizi dalam kaitannya dengan upaya peningkatan SDM pada seluruh kelompok umur, dengan mengikuti siklus kehidupan.Terdapat kelompok penduduk yang perlu mendapat perhatian pada upaya perbaikan gizi dan diperlihatkan juga faktor yang mempengaruhi memburuknya keadaan gizi, yaitu pelayanan kesehatan yang tidak memadai, penyakit infeksi, pola asuh, konsumsi makanan yang kurang, dan lain-lain yang pada akhirnya berdampak pada kematian.
2. Permasalahan Gizi Masyarakat
UNICEF (1988) telah mengembangkan kerangka konsep makro sebagai salah satu strategi untuk menanggulangi masalah kurang gizi. Dalam kerangka tersebut ditunjukkan bahwa masalah gizi kurang dapat disebabkan oleh:
a.      Penyebab langsung
Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang. Timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang, tetapi juga penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada anak yang tidak memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan akan mudah terserang penyakit.
b.      Penyebab tidak langsung
Ada 3 penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang yaitu :
¨      Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai. Setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya.
¨      Pola pengasuhan anak kurang memadai. Setiap keluarga dan mayarakat diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik baik fisik, mental dan sosial.
¨      Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai. Sistim pelayanan kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan.
¨      Ketiga faktor tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan keluarga. Makin tinggi tingkat pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan, makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan maka akan makin banyak keluarga yang memanfaatkan pelayanan kesehatan.
3. Pokok Masalah Di Masyarakat
Kurangnya pemberdayaan keluarga dan kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat berkaitan dengan berbagai faktor langsung maupun tidak langsung.
4. Akar Masalah
Kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga serta kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat terkait dengan meningkatnya pengangguran, inflasi dan kemiskinan yang disebabkan oleh krisis ekonomi, politik dan keresahan sosial yang menimpa Indonesia sejak tahun 1997. Keadaan tersebut teleh memicu munculnya kasus-kasus gizi buruk akibat kemiskinan dan ketahanan pangan keluarga yang tidak memadai.
Masalah gizi terbagi menjadi masalah gizi makro dan mikro. Masalah gizi makro adalah masalah yang utamanya disebabkan kekurangan atau ketidakseimbangan asupan energi dan protein. Manifestasi dari masalah gizi makro bila terjadi pada wanita usia subur dan ibu hamil yang Kurang Energi Kronis (KEK) adalah berat badan bayi baru lahir yang rendah (BBLR). Bila terjadi pada anak balita akan mengakibatkan marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor dan selanjutnya akan terjadi gangguan pertumbuhan pada anak usia sekolah. Anak balita yang sehat atau kurang gizi secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat badan menurut umur atau berat badan menurut tinggi, apabila sesuai dengan standar anak disebut Gizi Baik. Kalau sedikit di bawah standar disebut Gizi Kurang, sedangkan jika jauh di bawah standar disebut Gizi Buruk. Bila gizi buruk disertai dengan tandatanda klinis seperti ; wajah sangat kurus, muka seperti orang tua, perut cekung, kulit keriput disebut Marasmus, dan bila ada bengkak terutama pada kaki, wajah membulat dan sembab disebut Kwashiorkor. Marasmus dan Kwashiorkor atau Marasmus Kwashiorkor dikenal di masyarakat sebagai “busung lapar”. Gizi mikro (khususnya Kurang Vitamin A, Anemia Gizi Besi, dan Gangguan Akibat Kurang Yodium).
Menurut Hadi (2005), Indonesia mengalami beban ganda masalah gizi yaitu masih banyak masyarakat yang kekurangan gizi, tapi di sisi lain terjadi gizi lebih.
5. Solusi Permasalahan Gizi Masyarakat
Peran Pemerintah dan Wakil Rakyat (DPRD/DPR). Kabupaten Kota daerah membuat kebijakan yang berpihak pada rakyat, misalnya kebijakan yang mempunyai filosofi yang baik “menolong bayi dan keluarga miskin agar tidak kekurangan gizi dengan memberikan Makanan Pendamping (MP) ASI.
Peran Perguruan Tinggi. Peran perguruan tinggi juga sangat penting dalam memberikan kritik maupun saran bagi pemerintah agar supaya pembangunan kesehatan tidak menyimpang dan tuntutan masalah yang riil berada di tengah-tengah masyarakat, mengambil peranan dalam mendefinisikan ulang kompetensi ahli gizi Indonesia dan memformulasikannya dalam bentuk kurikulum pendidikan tinggi yang dapat memenuhi tuntutan zaman.
Menurut Azwar (2004). Solusi yang bisa dilakukan adalah :
Upaya perbaikan gizi akan lebih efektif jika merupakan bagian dari kebijakan penangulangan kemiskinan dan pembangunan SDM. Membiarkan penduduk menderita masalah kurang gizi akan menghambat pencapaian tujuan pembangunan dalam hal pengurangan kemiskinan. Berbagai pihak terkait perlu memahami problem masalah gizi dan dampak yang ditimbulkan begitu juga sebaliknya, bagaimana pembangunan berbagai sektor memberi dampak kepada perbaikan status gizi. Oleh karena itu tujuan pembangunan beserta target yang ditetapkan di bidang perbaikan gizi memerlukan keterlibatan seluruh sektor terkait.
Dibutuhkan adanya kebijakan khusus untuk mempercepat laju percepatan peningkatan status gizi. Dengan peningkatan status gizi masyarakat diharapkan kecerdasan, ketahanan fisik dan produktivitas kerja meningkat, sehingga hambatan peningkatan ekonomi dapat diminimalkan.
Pelaksanaan program gizi hendaknya berdasarkan kajian ‘best practice’ (efektif dan efisien) dan lokal spesifik. Intervensi yang dipilih dengan mempertimbangkan beberapa aspek penting seperti: target yang spesifik tetapi membawa manfaat yang besar, waktu yang tepat misalnya pemberian Yodium pada wanita hamil di daerah endemis berat GAKY dapat mencegah cacat permanen baik pada fisik maupun intelektual bagi bayi yang dilahirkan. Pada keluarga miskin upaya pemenuhan gizi diupayakan melalui pembiayaan publik.
Pengambil keputusan di setiap tingkat menggunakan informasi yang akurat dan evidence base dalam menentukan kebijakannya. Diperlukan sistem informasi yang baik, tepat waktu dan akurat. Disamping pelaksanaan monitoring dan evaluasi yang baik dan kajian-kajian intervensi melalui kaidah-kaidah yang dapat dipertanggung jawabkan.
Mengembangkan kemampuan (capacity building) dalam upaya penanggulangan masalah gizi, baik kemampuan teknis maupun kemampuan manajemen. Gizi bukan satu-satunya faktor yang berperan untuk pembangunan sumber daya manusia, oleh karena itu diperlukan beberapa aspek yang saling mendukung sehingga terjadi integrasi yang saling sinergi, misalnya kesehatan, pertanian, pendidikan diintegrasikan dalam suatu kelompok masyarakat yang paling membutuhkan.
Meningkatkan upaya penggalian dan mobilisasi sumber daya untuk melaksanakan upaya perbaikan gizi yang lebih efektif melalui kemitraan dengan swasta, LSM dan masyarakat.
C.      Penilaian Status Gizi
Macam-macam penilaian status gizi
1.      Penilaian status gizi secara langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia dan biofisik.
a.      Antropometri
1) Pengertian
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.

2) Penggunaan
Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.
3) Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI)
Salah satu contoh penilaian ststus gizi dengan antropometri adalah Indeks Massa Tubuh. Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Berat badan kurang dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit degeneratif. Oleh karena itu, mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang.
Pedoman ini bertujuan memberikan penjelasan tentang cara-cara yang dianjurkan untuk mencapai berat badan normal berdasarkan IMT dengan penerapan hidangan sehari-hari yang lebih seimbang dan cara lain yang sehat.
Untuk memantau indeks masa tubuh orang dewasa digunakan timbangan berat badan dan pengukur tinggi badan. Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur > 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan.
Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut:
Berat Badan (Kg)
IMT = -------------------------------------------------------
Tinggi Badan (m) X Tinggi Badan (m)
Pada akhirnya diambil kesimpulan, batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut:

Kategori
IMT
Kurus
Kekurangan berat badan tingkat berat
<> 
Kurus sekali
Kekurangan berat badan tingkat ringan
17,0 – 18,4
Normal
Normal
18,5 – 25,0
Gemuk
Kelebihan berat badan tingkat ringan
25,1 – 27,0
Obesitas
Kelebihan berat badan tingkat berat
   > 27,0

Untuk mengukur status gizi anak baru lahir adalah dengan menimbang berat badannya yaitu : jika ≤ 2500 gram maka dikategorikan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) jika 2500 – 3900 gram Normal dan jika ≥ 4000 gram dianggap gizi lebih.
Untuk Wanita hamil jika LILA (LLA) atau Lingkar lengan atas <>
b. Klinis      
1) Pengertian
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
2) Penggunaan
Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Di samping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fifik yaitu tanda (sign) dan gejala (Symptom) atau riwayat penyakit.
c. Biokimia
1) Pengertian
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.
2) Penggunaan
Metode ini digunakan untuk suata peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.

d. Biofisik
1) Pengertian
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan.
2) Penggunaan
Umumnya dapat digunaakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindnes). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.
2.      Penilaian gizi secara tidak langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu : Survei Konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.
a. Survei Konsumsi Makanan
1) Pengertian
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
2) Penggunaan
Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi.


b. Statistik Vital
1) Pengertian
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis dan beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan.
2) Penggunaan
Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat.
c. Faktor Ekologi
1) Pengertian
Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dll.
2) Penggunaan
Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi.






BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Status gizi adalah keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture (keadaan gizi) dalam bentuk variabel tertentu. Adapun factor-faktor yang mempengaruhi status gizi adalah ada factor eksternal (pendapatan, pendidikan, pekerjaan, budaya) dan factor internal (usia, fisik, dan infeksi). Status gizi seseorang dapat diketahui dengan beberapa cara yaitu secara langsung (antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik,)  dan secara tidak langsung (survey konsumsi makanan, statistic vital, dan factor ekologi).












DAFTAR PUSTAKA

Supariasa. et.al. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC.
Atmarita, Tatang S. Fallah. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Makalah pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, Jakarta 17-19 Mei 2004
Hadi, Hamam (2005). Beban Ganda Masalah Gizi Dan Implikasinya Terhadap Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional : Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 5 Februari 2005.
Azwar. 2004. Kecenderungan Masalah Gizi Dan Tantangan Di Masa Datang ; Makalah pada Pertemuan Advokasi Program Perbaikan Gizi Menuju Keluarga Sadar Gizi, di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, 27 September 2004






Continue Reading
Powered by Blogger.

Entri Populer

Negara PengunjuNg

free counters
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Rizal Suhardi Eksakta * - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger