BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Belut adalah sekelompok ikan yang termasuk dalam suku Synbranchidae. Suku ini
terdiri dari empat genera dengan total 20 jenis. Jenis-jenisnya banyak yang belum ditemukan dengan lengkap
sehingga jumlah jenisnya dapat berubah. Anggotanya bersifat pantropis. Salah
satu sifat dari ikan khususnya belut yaitu cepat mengalami proses pembusukan
dibandingkan dengan bahan makanan lain. Oleh karena itu, pengolahan belut
melalui proses fermentasi perlu dilakukan dengan tujuan agar produk yang
dihasilkan menjadi tahan lama dan dapat meningkatkan nilai gizi dari belut itu
sendiri.
Belut bisa dijadikan
produk fermentasi seperti kecap, terasi, dan bekasam. Bekasam merupakan salah
satu produk olahan tradisional yang dibuat dengan cara fermentasi. Bekasam
dihasilkan melalui proses fermentasi bakteri asam laktat. Belut yang akan
diolah menjadi bekasam harus dalam keadaan
segar karena kesegaran belut sangat mempengaruhi mutu hasil akhir, belut
yang sudah busuk akan menghasilkan bekasam bermutu rendah dan akan membahayakan
kesehatan. ( Anonim, 2011)
B. Permasalahan
1.
Apakah belut bisa dijadikan produk fermentasi ( bekasam ) ?
2.
Bagaimana cara pengolahan belut menjadi bekasam ?
C. Solusi
1. Belut bisa dijadikan produk fermentasi seperti
bekasam. Bekasam merupakan salah satu produk olahan tradisional yang dibuat
dengan menggunakan garam ( garam dapur ).
2. Pembuatan bekasam belut prosesnya sama dengan
pembuatan peda ikan kembung yakni melalui proses pensortiran, pembersihan,
penimbangan, penggaraman I, penyimpanan I, pembongkaran I, penggaraman II,
penyimpanan II, pembongkaran II.
D. Tujuan
1.
Untuk mengetahui belut dapat menjadi produk fermentasi ( bekasam )
2.
Untuk mengetahui cara pembuatan bekasam dari belut.
E. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan
Pembuatan
bekasam ini akan membutuhkan waktu ± selama 12 hari yang terdiri dari :
1.
Hari pertama
Hari /
Tanggal : Senin, 2 Januari 2012
Tempat :
Lab. Biologi
Waktu :
10. 30 - selesai
Kegiatan :
a. Pensortiran belut
b. Pembersihan
c. Penimbangan
d. Penggraman I
e. Penyimpanan I
2.
Hari ke enam
Hari
/ Tanggal : Senin, 9 Januari
2012
Tempat : Lab. Biologi
Waktu : 08. 00 - selesai
Kegiatan : a. Pembongkaran I
b. Penggaraman II
c. Penyimpanan II.
3.
Hari ke dua belas
Hari / Tanggal :
Senin, 16 Januari 2012
Tempat :
Lab. Biologi
Waktu :
10.00 - selesai
Kegiatan :
a. Pembongkaran II dan mengamati hasil produk.
F. Rincian Biaya
1.
Belut ½ kg : Rp.
25.000,00
2.
Garam dapur ( 150 gr ) :
Rp. 5. 000,00
Total : Rp. 30.
000,00
BAB
II
METODOLOGI
PENELITIAN
A.
Alat dan Bahan
Alat
|
Bahan
|
1.
1 buah bak plastik
2.
1 buah pisau
3.
Pemberat
4.
Pentup ( 1 buah nampan )
5.
Timbangan
6.
Toples
7.
Saringan untuk penirisan
|
1.
Belut ½ kg
2. Garam dapur 30 % ( 150 gr )
|
B. Cara Kerja
1. Pensortiran: memilih belut yang
masih dalam keadaan segar dan tidak cacat dengan tujuan agar hasil
fermentasinya bagus karena kesegaran belut sangat mempengaruhi mutu hasil
akhir.
|
|
2. Pembersihan: menyiangi dan
membersihkan bagian dalam belut kemudian dicuci dengan air bersih dengan
tujuan supaya belut menjadi bersih dan siap untuk diproses.
|
|
3. Penimbangan: menimbang berat belut dengan tujuan menentukan jumlah garam
( garam dapur ) yang digunakan dalam penggaraman. Umumnya garam yang
digunakan 30 % ( 150 gr ) dari berat belut.
|
|
4. Penggaraman I: menaruh garam di dasar toples
dengan ketebalan 1 cm dan menaruh belut diatasnya, kemudian ditutup dengan
garam dengan ketebalan 0, 5 cm kemudian disusun selapis demi selapis.
|
|
5. Penyimpanan I: menyimpan belut yang telah
disusun ditempat bersih dan sejuk selama 6 hari. Tujuan penyimpanan ini untuk
menarik air dalam tubuh belut dengan bantuan enzim dan garam.
|
|
6. Pembongkaran I: mengeluarkan belut dari
tumpukan garam kemudian dicuci dan diangin – anginkan dengan tujuan agar
belut menjadi kering.
|
|
7.Penggaraman II: menggarami belut seperti pada
penggaraman I yaitu menyusun belut selapis demi selapis.
|
|
8. Penyimpanan II: menyimpan belut selama 6 hari untuk
proses fermentasi yaitu penguraian daging belut oleh bakteri asam laktat.
|
|
9. Pembongkaran II : membongkar kembali belut yang
sudah disimpan dan siap diolah.
|
|
BAB
III
HASIL
PENGAMATAN
Tabel Uji Organoleptik
a.
Sebelum Penggaraman
WARNA
|
AROMA
|
TEKSTUR
|
GAMBAR
|
coklat kehitam – hitaman
|
amis
|
lunak
|
|
b. Setelah Pembongkaran I
WARNA
|
AROMA
|
TEKSTUR
|
GAMBAR
|
coklat pucat
|
Bau peda
|
Kesat dankaku (secara kasat mata )
|
|
c. Setelah Pembongkaran II
WARNA
|
AROMA
|
TEKSTUR
|
GAMBAR
|
Semakin coklat pucat
|
Bau peda semakin tajam
|
Semakin kesat dan kaku( secara kasat
mata )
|
|
BAB
IV
PEMBAHASAN
Belut
merupakan sekelompok ikan yang termasuk dalam suku Synbranchidae
yang memiliki tekstur tubuh lunak. Kandungan yang paling mendominasi ikan ini
yaitu protein. Ikan ini banyak diminati oleh orang karena rasanya yang enak dan
gizi yang dikandungnya. Selain mengandung banyak protein, belut juga mempunyai
kandungan yang lain seperti vitamin dan
mineral. Adapun kandungan lemak pada belut tergolong rendah.
Melihat kelebihan pada belut tersebut,
diadakanlah pembuatan pangan berkualitas melalui teknik fermentasi yaitu
membuat bekasam belut. Bekasam adalah produk olahan yang
memanfaatkan mikroorganisme dalam pembuatannya. Yang berperan dalam proses
pembuatan bekasam ini bukan hanya mikroba tetapi enzim juga mengambil bagian
dalam hal ini. Mikroba yang berperan disini adalah bakteri asam laktat akan
tetapi nama koloni bakterinya yaitu Halococus yang mampu tumbuh pada garam NaCl
denngan konsentrasi 3, 5 % sampai jenuh. Halococus bersifat halofilik obligat,
kromogenik atau mampu untuk membentuk pigmen.
Pada
praktikum pembuatan bekasam dengan bahan dasar belut ini, kondisi morfologi
tubuh ikan masih segar, warnanya hitam dan kecoklatan dan masih terasa lunak.
Pada saat melakukan penggaraman pertama, belut dan garam disusun selapis demi
selapis. Adapun tujuan penggaraman pertama yaitu untuk menarik keluarnya enzim
yang ada pada belut sehingga membuat ikan menjadi kesat karena pembuatan ikan
bekasam ini tidak membutuhkan cahaya matahari. Maka disini pembuatan bekasam
memanfaatkan mikroba dan enzim untuk menyerap cairan yang ada dalam tubuh ikan.
Ketika pembongkaran pertama,di dapatkan hasil yang sama yaitu semua belut
terlihat kesat karena mendapat asupan garam secara langsung tanpa mengalami
pembusukan, ini tandanya bahwa garam yang digunakan bekerja dengan baik dalam
menyerap cairan yang dikandung belut tersebut.
Setelah
diamati pada bagian dasar toples, garamnya sedikit mencair ini disebabkan
karena adanya bakteri Halococus yang terus melakukan aktivitas pembentukan
pigmen – pigmen yang kemudian menerobos masuk kedalam tubuh ikan. Dan alasan
yang kedua yaitu karena kandungan air yang ada dalam tubuh belut yang masih
segar keluar secara osmosis. Belut yang dijadikan bekasam ini menghasilkan
aroma yang khas ( bau peda ).
Belut
yang dibuang isi dalamnya menghasilkan bekasam yang kurang bagus karena sedikitnya
enzim yang berperan ketika garam sudah menerobos kedalam tubuh ikan hal ini
disebabkan karena unsur – unsur yang akan diubah menjadi protein sangat sedikit
akibat pembuangan isi dalamnya.
Setelah
pembongkaran I, dilanjutkan dengan tahapan berikutnya yaitu penggaraman II
dimana tahap ini sama dengan tahap pada penggaraman I dan ukuran garam yang
digunakan hampir sama dengan penggraman
I. Penggaraman II berfungsi untuk menyerap habis cairan yang ada dalam tubuh
ikan sehingga hanya tinggal unsur – unsur yang penting seperti protein dan
vitamin. Belut yang sudah dalam bentuk bekasam teksturnya sangat kesat dan
mengalami pemudaran warna.
Hasil
akhir yang di dapatkan yaitu bekasam ikan
siap untuk dikonsumsi. Meskipun ikannya rasanya sangat asin karena
konsentrasi garamnya yang terlalu banyak. Kondisi morfologi pada tubuh belut
kesat, hampir tidak terasa tubuh ikan yang lentur karena lemak telah diubah
menjadi protein. Berdasarkan referensi yang ada kandungan protein yang terdapat
pada ikan yang sudah dibuat bekasam lebih banyak mengandung protein daripada
ikan yang masih basah.
Belut bisa dijadikan bekasam. Akan tetapi hasilnya
tidak seunik ikan yang biasa dibuat bekasam yaitu golongan ikan yang mempunyai
kadar lemak yang tinggi. Belut yang
dijadikan bekasam bersipat alot dan jika dibiarkan dalam ruangan yang
lembab menyebabkan ikan cepat sekali hancur, karena belut yang digunakan
dagingnya alot dan lembut.
Daging belut yang telah jadi bekasam teksturnya kesat dan kaku disebabkan karena tingkat kepekatan
garam yang masuk dalam tubuh ikan sangat pekat karena kadar garam yang
digunakan jumlahnya banyak dan
mengandung NaCl murni dan bekasam yang bagus adalah jika pembuatannya dengan
menggunakan garam yang mengandung NaCl murni 98%. Selain itu juga, yang
mempengaruhi hasil produk yaitu
kesagaran dari belut itu sendiri. Dalam pembuatan bekasam ini point kesegaran
ikan sangat berpengaruh karena jika daging ikan segar akan menyebabkan cairan yang ada dalam tubuh ikan akan cepat
keluar sehingga mempengaruhi kecepatan laju pembuatan bekasam itu sendiri. Pada
praktikum ini belut yang digunakan masih segar sehingga produk bisa jadi dan
pada saat diolah rasanya sangat asin dan juga katika baru dibongkar kondisi
ikan sangat kaku disebabkan karena cairan dalam tubuh ikan sudah keluar.
Keberhasilan
pembuatan bekasam sangat ditentukan oleh kesegaran bahan dalam hal ini
kesegaran ikan yang dijadikan bekasam, selain itu faktor kemurnian garam juga
sangat berpengaruh. Garam yang bagus untuk digunakan dalam pembuatan bekasam
harus mempunyai tingkat kemurnian yang tinggi ( NaCl 98 % ). Adapun ciri – ciri
pembuatan bekasam dikatakan berhasil yaitu diantaranya: 1) Berwarna merah
segar, 2) tekstur dagingnya maser ( gembur ) dan lunak, 3) pHnya antara 6,0 –
6,4, 4) Rasanya khas akibat adanya proses fermentasi ( Irianto dan Waluyo, 2004 )
BAB
V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan, maka dapat dismpulkan
bahwa ikan ( belut ) dapat di buat menjadi ikan bekasam ( bekasam belut ) yang
lezat dan tinggi nilai gizinya. Belut dapat dijadikan bekasam karena belut
mempunyai kandungan yang sama dengan ikan yang lainnya. Hanya saja yang
membedakannya adalah kadar unsure yang ada dalam ikan tersebut. Pembuatan
bekasam belut menggunakan prinsip fermentasi bahan makanan melalui proses
masuknya partikel garam kedalam tubuh ikan secara difusi osmosis sehingga
cairan yang ada dalam tubuh ikan tertarik keluar . Proses masuknya partikel
garam kedalam tubuh ikan dapat terjadi
jika ikan dapat bersentuhan langsung dengan garam. Partikel garam berfungsi
sebagai media tumbuh bakteri yang nantinya juga akan berpengaruh pada enzim
yang berperan dalam pembuatan bekasam tersebut. Garam berfungsi untuk
mengaktifkan enzim yang ada dalam tubuh ikan sehingga tidak mengganggu proses
pembuatan bekasam.Pembuatan bekasam belut bisa dengan cara menyiangi isi
dalamnya dan bisa juga tidak membuang isi dalam ikan.
B. Saran
Membuat bekasam ikan hendaknya menggunakan ikan
yang dalam keadaan segar dan mengandung lemak yang banyak karena akan menghasilkan
produk yang maksimal. Garam yang digunakan dalam pembuatan bekasam hendaknya
garam NaCl dengan kadar 99 % untuk hasil yang maksimal dan garam yang digunakan
juga sesuaikan dengan berat ikan sehingga bekasam ikan tidak terlalu asin. Jika
pH terlalu asam akan menyebabkan terjadinya denaturasi protein pada enzim dan
proses pembuatan bekasam ikan pun akan
gagal karena enzim dapat bekerja pada pH optimum.
DAFTAR PUSTAKA
Irianto, Koes dan Waluyo, Koesno. 2004. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Bandung :
Yrama Widya.
0 comments:
Post a Comment