BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Lingkungan adalah suatu sistem kompleks yang yang berada di luar individu yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organisme. Lingkungan tidak sam dengan habitat. Habitat adalah tempat di mana organisme atau komunitas organisme hidup. Organisme terdapat di laut, di padang pasir, di hutan dan lain sebagainya. Jadi habitat secara garis besar dapat dibagi menjadi habitat darat dan habitat air.
Semua atau setiap faktor yang mempengaruhi terhadap kehidupan dari suatu organisme dalam proses perkembangannya disebut faktor lingkungan. Tumbuhan dan juga hewan dalam ekosistem membentuk bagian hidup atau komponen biotik, komponen ini (jenis - jenisnya) akan bertoleransi terhadap kondisi lingkungann tertentu. Dalam hal ini tidak ada orbanisasi hidup berada dalam keadaan yang berdiri sendiri, harus mempunyai kondisi – kondisi lingkungan yang menentukan kehidupannya.
Suatu lingkungan bersifat tiga dimensi ruang dan berkembang berdasarkan waktu. Ini tidak berarti bahwa lingkungan adalah seragam baik dalam waktu ruang maupun waktu. Pada kenyataannya faktor lingkungan alami selalu memperlihatkan perubahan baik secara vertikal mauoun lateral, dan dikaitkan dengan waktu, mereka juga memperlihatkan variasi baik secara harian mauoun tahunan. Dengan demikian waktu dan ruang lebih tepat dikatakan sebagai dimensi dari lingkungan, jadi bukan merupakan faktor atau komponen lingkungan.
Untuk memberikan gambaran yang lebih baik, bagaimana variasi lingkunagan di dalam suatu ekosistem kita ambil contoh di suatu hutan. Secara vertikal akibat adanya stratifikasi hutan maka kita akan ketahui baha terlihst perbedaan yang nyata adanya radiasi dari suhu, cahaya, kelembaban, dan lain – lain. Suhu pada permukaan tanah akan berbeda dengan suhu udara sekitarnya, demikiian juga secara vertikal ke atas maupun ke dalam permukaan tanah akan terlihat adanya gradiasi suhu ini. Demikian juaga secara lateral meskipun gambarannya tidak sejelas perubahan vertikal tadi, akibat perbedaan stratifikasi dan mungkin topografi berbagai faktor lingkungan akan berada di suatu tempat ke tempat lainnya.
Setiap organisme, hidup dalam lingkungannya masing – masing. Begitu juga jumlah dan kualitas organisme penghuni disetiap habitat tidak sama. Faktor – faktor yang ada dalam lingkungan selain berinteraksi dengan organisme, juga berinteraksi secara faktor tersebut, sehingga sulit untuk memisahkan dan mengubahnya tanpa mempengaruhi bagian lain dari lingkunga itu. Oleh karena itu untuk dapat memahami struktur dan kegiatannya perlu dilakukan penggolongan faktor – faktor lingkuungan tersebut. Penggolongan itu dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu:
1. Lingkungan Abiotik, seperti suhu, udara, cahaya atmosfer, hara mineral, air, tanah api.
2. Lingkungan Biotik, yaitu makhluk – makhluk hidup di luar lingkungan abiotik.(Prof. Dr. Zoer’ain Djamal Irwan,, M.Si: 1996. Prinsip – Prinsip Ekologi )
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari lingkungan serta apa saja yang termasuk komponen lingkungan itu?
2. Bagaimana lingkungan sebagai faktor pembatas?
3. Apakah konsep faktor pembatas itu?
4. Bagaimana hubungan di antara faktor – faktor lingkungan itu?
5. Bagaimana hubungan lingkungan dengan organisme?
6. Bagaimana hubungan Masyarakat, Tumbuhan dengan Lingkungan ?
7. Bagaimana pengaruh lingkungan itu terhadap tanaman?
C. Batasan Masalah
Makalah kami memberikan batasan mengenai masalah pengaruh lingkungan terhadap tanaman serta lingkungan sebagai faktor pembatas.
D.Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh lingkungan baik lingkungan biotk dan abiotik terhadap tanaman.
E. Manfaat
Kita dapat mengetahui kebih dalam bagaiman alingkungan bisa mempengaruhi tanaman, baik lingkungan biotik naupun abiotik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Definisi dan Komponen Lingkungan
1. Definisi Lingkungan
Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut.
Lingkungan, di Indonesia sering juga disebut "lingkungan hidup". Misalnya dalam Undang-Undang no. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, definisi Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia, dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. ( http://id.wikipedia.org/wiki/Lingkungan)
Lingkungan adalah sistem kompleks yang dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup dan merupakan ruang tiga dimensi, dimana makhluk hidupnya sendiri merupakan salah satu bagiannya.
Lingkungan bersifat dinamis berubah setiap saat. Perubahan yang terjadi dari faktor lingkungan akan mempengaruhi makhluk hidup dan respon makhluk hidup terhadap faktor tersebut yang akan berbeda-beda menurut skala ruang dan waktu, serta kondisi makhluk hidup.
Faktor-faktor lingkungan mempengaruhi suatu organisme secara sendiri-sendiri atau kombinasi dari berbagai faktor. Pengaruhnya dapat menentukan kehadiran atau keberadaan dan proses kehidupan makhluk hidup.
Terdapat berbagai prinsip yang mendasari hubungan makhluk hidup dengan lingkungannya, seperti makhluk hidup tidak dapat hidup pada lingkungan yang hampa udara; segala sesuatu yang dapat mempengaruhi makhluk hidup akan membentuk lingkungan atau faktor lingkungan yang terdiri dari faktor lingkungan abiotik dan lingkungan biotik. Setiap jenis, individu, kelompok atau umur makhluk hidup dipengaruhi atau membutuhkan faktor lingkungan yang berbeda-beda.
Komponen-komponen lingkungan terdiri dari faktor-faktor lingkungan fisiko-kimiawi dan biologi, seperti energi, tanah, gas-gas atmosfir, tumbuhan hijau, manusia atau dekomposer.
Dari analisis faktor-faktor lingkungan berdasarkan aspek factor lingkungan yang penting, terdapat macam-macam factor lingkungan, seperti faktor iklim, geografis dan edafis (lingkungan abiotik) dan faktor tumbuhan, hewan, dekomposer, dan manusia sebagai lingkungan biotik.
Berkaitan dengan sifat-sifat toleransi dan adaptasi makhluk hidup terhadap lingkungannya, terdapat beragam jenis, sifat, keanekaragaman, kelimpahan, dan pola sebaran makhluk hidup.
2. Komponen Lingkungan
Lingkungan merupakan bagian yang kompleks dari berbagai faktor yang saling berinterakasi satu sama lainnya. Tidak saja antara biotik dan abiaotik tetapi juga antara biotik itu sendiri dan antara abiotik dengan abiotik. Dengan demikian secara operasional adalah sulit untuk memisahkan satu faktor terhadap lainnya tanpa mempengaruhi kondisi secara keseluruhan. Meskipun demikian untuk memahami struktur dan berfungsinya faktor lingkungan ini, secara abstrak kita dapat bagi faktor lingkungan ini ke dalam komponen – komponennya. Berbagai cara di lakukan oleh pakar ekologi dalam pembagian komponen lingkungan ini, salah satunya adalah:
a. Faktor Iklim, meliputi parameter iklim utama seperti cahaya, suhu,, ketersediaan air dan angin.
b. Faktor tanah, merupakan karakteristika dari tanah seperti nutrisi tanah, reaksi tanah, kadar air tanah, dan kondisi fisika tanah.
c. Faktor topografi, yaitu meliputi pengaruh dari terrain seperti sudut kemiringan, aspek kemiringan dan kketinggian tempat dari muka laut.
d. Faktor biotik, merupakan gambaran semua interaksi dari organisme hidup seperti kompetisi, peneduhan dan lain – lain.
Cara lain untuk menggambarkan pembagian komponen lingkungan ini seperti yang diungkapkan oleh Billinga (1965), ia membaginya dalam dua komponen utama yaitu komponen fisik atau abiotik dengan komponen hidup atau biotik, yang masing – masing komponen dijabarkan dalam berbagai faktio – faktornya. Untuk memahami pembagian dari Billinga ini kita lihat tabel di bawah ini:
Faktor fisik/abiotik | Faktor hidup/biotik |
Energi Radiasi Suhu dan aliran Panas Air Atmosfera dan angin Api Gravitasi Topografi Geologi Tanah | Tumbuhan hijau Tumbuhan tidak hijau Pengurai Parasit Symbion Hewan Manusia |
B. Lingkungan sebagai Faktor Pembatas
Proses kehidupan dan kegiatan makhluk hidup termasuk tumbuh – tumbuhan pada dasarnya akan dipengaruhi dan mempengaruhi faktor-faktor lingkungan, seperti cahaya, suhu atau nutrien dalam jumlah minimum dan maksimum.
1. Justus von Liebig
Justus von Liebig (1840) adalah seorang pionir yang mempelajari faktor – faktor lingkungan dan menjelaskan bahwa pertumbuhan dari tanaman tergantung pada sejumlah bahan makanan yang berada dalam kuantitas terbatas atau sedikit sekali. Penemuannya kemudian lebih dikenal sebagai "hukum minimum Liebig".
Hukum minimum hanya berperan dalam air untuk materi kimia yang diperlukan untuk pertumbuhan dan reproduksi. Liebig tidak mempertimbangkan peranan faktor lainnya, baru kemudian penelitian lainnya mengembangkan pernyataannya yang menyangkut faktor suhu dan cahaya. Sebagai hasil penelitiannya mereka menambahkan dua pernyataan yaitu:
a) Hukum ini berlaku hanya dalam kondisi keseimbangan yang dinamis atau stesdy-state. Apabila masukan dan keluaran energi dan materi dari yang diperlukan akan berubah terus dan hukum minimum tidak berlaku.
b) Hukum minimum harus memperhitungkan juga adanya interaksi di antara faktor – faktor lingkungan. Konsentrasi yang tinnggi atau ketersediaan yang melimpah dari suatu substansi mungkin akann mempengaruhi laju pemakaian dari substansi lain dalam jumlah yang minimum. Sering juga terjadi organisme hidup memanfaatkan unsur kimia tambahan yang mirip dengan yang diperlukan yang ternyata tidak ada di habitatnya. Contoh yang baik adalah tidak adanya kalsium di suatu habitat tetapi stronsium melimpah, beberapa moluska mampu memanfaatkan stronsium ini untuk membentuk cangkangnya.
Dalam ekologi tumbuhan faktor lingkungan sebagai faktor ekologi dapat dianalisis menurut bermacam-macam faktor. Satu atau lebih dari faktor-faktor tersebut dikatakan penting jika dapat mempengaruhi atau dibutuhkan, bila terdapat pada taraf minimum, maksimum atau optimum menurut batas-batas toleransinya.
Sifat toleransi dan penyesuaian diri yang diperlihatkan oleh tumbuh-tumbuhan atau bagian dari anggota tubuhnya terhadap sesuatu perubahan kondisi atau keadaan dari faktor-faktor lingkungan tertentu dinamakan adaptasi, yang dapat diperoleh secara heriditer (dikontrol secara genetis) atau oleh induksi sesuatu factor lingkungan dan habitatnya.
Tumbuhan untuk dapat hidup dan tumbuh dengan baik membutuhkan sejumlah nutrien tertentu (misalnya unsur-unsur nitrat dan fosfat) dalam jumlah minimum. Jika hal tersebut tidak terpenuhi maka pertumbuhan dan perkembangannya akan terganggu. Dalam hal ini unsur-unsur tersebut sebagai faktor ekologi berperan sebagai faktor pembatas.
Faktor-faktor lingkungan sebagai faktor pembatas ternyata tidak saja berperan sebagai faktor pembatas minimum, tetapi terdapat pula faktor pembatas maksimum. Bagi tumbuhan tertentu misalnya factor lingkungan seperti suhu udara atau kadar garam (salinitas) yang terlalu rendah/sedikit atau terlalu tinggi/banyak dapat mempengaruhi berbagai proses fisiologinya. Faktor-faktor lingkungan tersebut dinyatakan penting jika dalam keadaan minimum, maksimum atau optimum sangat berpengaruh terhadap proses kehidupan tumbuh-tumbuhan menurut batas-batas toleransi tumbuhannya.
2. V.E. Shelford
Faktor-faktor lingkungan penting yang berperan sebagai sifat toleransi faktor pembatas minimum dan faktor pembatas maksimum yang pertama kali dinyatakan oleh V.E. Shelford (1913), kemudian dikenal sebagai "hukum toleransi Shelford". Shelford menyebutkan bahwa tumbuhan dapat mempunyai kisaran toleransi terhadap faktor-faktor lingkungan yang sempit (steno) untuk satu faktor lingkungan dan luas (eury) untuk faktor lingkungan yang lain. Suatu jenis tumbuhan yang mempunyai toleransi yang luas sebagai faktor pembatas cenderung mempunyai sebaran jenis yang luas. Masa reproduksi merupakan masa yang kritis untuk tumbuhan jika faktor lingkungan dan habitatnya dalam keadaan minimum.
Dalam ekologi pernyataan taraf relatif terhadap faktor-faktor lingkungan dinyatakan dengan awalan steno (sempit) atau eury (luas) pada kata yang menjadi faktor lingkungan tersebut. Misalnya toleransi yang sempit terhadap suhu udara disebut stenotermal atau toleransi yang luas terhadap kadar pH tanah, disebut euryionik.
Toleransi Sempit | Toleransi Luas | Faktor Lingkungan |
Stenotermal | Iritermal | Suhu |
Stenenohidrik | Irihidrik | Air |
Stenohalin | Irihalin | Sallinitas |
Stenofagik | Irifagik | Makanan |
Stenoedafik | Iriedafik | Tanah |
Stenoesius | Iriesius | Seleksi habitat |
Shelford menyatakan bahwa jenis – jenis dengan kisaran toleransi yang luas untuk berbagai faktor lingkungan akan menyebar secara luas.
Ia juga menambahkan bahwa dalam fase reproduksi dari daur hidupnya faktor – faktor lingkungan lebih membatasinya. Biji, telur dan embrio mempunyai irisan yang sempit jika dibandingkan dengan fase dewasanya.
Hasil dari shelford telah memberikan doronngan dalam kajian berbagai ekologi toleransi. Berbagai percobaan dilakukan di laboratorium untuk mendapatkan atau menentukan kisaran toleransi dari individu suatu jenis terhadap pencemar air yang akan sedikit memberikan gambaran dalam penyebarannya.
Shelford sendiri memberikan penjelasan dalam hukumnya bahwa reaksi suatu organisme terhadap faktor lingkungan tertentu mempunyai hubungan yang erat dengan kondisi lingkkungan lainnya, misalnya apabila Nitrat dalam tanah terbatas jumlahnya, maka resistansi rumput terhadap kekeringan menurun. Dengan demikian kajian laboratorium (kondisi buatan) dari sustu jenis terhadap satu faktor lingkungan akan memberikan gambran yang tidak utuh.
Shelford juga melihat kenyataan bahwa sering organisme hidup, tumbuhan dan atau hewan, hidup berada pada kondisi tempat yang tidak optimum. Karena berada pada kondisi yang tidak optimum ini akibat kompetisi dengan jenis lainnya, sehingga berada pada keadaan yanng lebih efektif dalam hidupnya. Misalnya berbagai tumbuhan di padang pasir sesunggguhnya akan tumbuh lebih baik di tempat yang lembab, tetapi mereka memilih padang pasir karena adanya keuntungan ekologi yang lebih. Demikian juga dengan anggrak sebenarnya kondisi optimumnya berada pada keadaan penyinaran yang langsung, tetapi mereka hidup di bawah naungan karena faktor kelembaban sangat menguntungkan.
Pengaruh faktor-faktor lingkungan dan kisarannya untuk suatu tumbuh-tumbuhan berbeda-beda, karena satu jenis tumbuhan mempunyai kisaran toleransi yang berbeda-beda menurut habitat dan waktu yang berlainan. Tetapi pada dasarnya secara alami kehidupannya dibatasi oleh: jumlah dan variabilitas unsur-unsur faktor lingkungan tertentu (seperti nutrien dan faktor fisik, misalnya suhu udara) sebagai kebutuhan minimum, dan batas toleransi tumbuhan terhadap faktor atau sejumlah faktor lingkungan tersebut.
Pengertian tentang faktor lingkungan sebagai faktor pembatas kemudian dikenal sebagai Hukum faktor pembatas, yang dikemukakan oleh F.F Blackman, yang menyatakan: jika semua proses kebutuhan tumbuhan tergantung pada sejumlah faktor yang berbeda-beda, maka laju kecepatan suatu proses pada suatu waktu akan ditentukan oleh faktor yang pembatas pada suatu saat.
Seorang ahli ekologi Jerman Friedrich (1927), menyatakan bahwa hubungan antara komunitas dan lingkungannya bersifat holocoenotik. Ini berarti bahwa tidak ada dinding pemiah antara lingkungan dengan organisme atau komunitas biologis yang ada. Ekosistem beraksi sebagi keseluruhan, sulit untuk memisahkan satu faktor atau satu organisme di dalam tanpa mengganggu komponen ekosistem lain. Malahan setiap organisme merupakan lingkungan dari organisme lain. Kebutuhan dari sustu populasi akan berubah dengan adanya faktor waktu atau masa atau seleksi alam di dalam siklus kehidupan suatu organisme.(Prof. Dr. Zoer’ain Djamal Irwan,, M.Si: 1996. Prinsip – Prinsip Ekologi)
C. Konsep Faktor Pembatas
Meskipun hukum shelford ini pada dasarnya benar, tetapi sekarang para pakar ekologi berpendirian bahwa pendapat ini terlalu kaku. Akan lebih bermanfaat apabila mennghubungkan konsep minimum dengan konsep toleransi ini untuk mendapatkan gambaran yang umum tentang konsep faktor pembatas. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa kehadiran dan keberhasilan dari organisme hidup tergantung pada kondisi – kondisi yang tidak sederhana.
Organisme hidup di alam di kontrol tidak hanya oleh suplai materi yang minimum diperlukannyatetapi juga oleh faktor – faktor lainnya yang keadaannya kritis. Faktor apapun yang kuran atau melebihi batas toleransi mungkin akan merupakan pembatas dalam penyebaran jenis.
Memang sulit menentukan di alam faktor – faktor pembatas ini, karena masalah yang erat kaitannya dengan pemisahan pengaruh setiap komponen lingkungan secara terpisah di habitatnya. Nilai lebih dari penggabungan konsep faktor pembatas adalah dalam memberikan pola atau arahan dalam kajian hubungan – hubungan yang kompleks dari faktor lingkungan ini.
Para pakar ekologi sekarang menyadari bahwa terlalu banyak perhatian ditujukan pada kajian – kajian toleransi dan faktor – faktor pembatas itu sendiri. Kajian hendaknya di arahkan untuk mempelajari bagaimana tumbuhan dan hewan berkembang untuk mennguasai habitat tertentu dan menghasilkan kisaran toleransi terhadap faktor – faktor lingkungan yang sesuai untuk bisa mempertahankan diri.
Kajian – kajian ekologi toleransi yang didasarkan pada pemikiran Liebig dan Shelford pada umumya tidak menjawab pertanyaan ekologi mendasar, bagaimana jenis – jenis teradaptasi terhadap beberapa faktor yang membatasinya. Pandangan ekologi yang lebih berkembang adalah memikirkan perkembangan jenis untuk mencapai suatu kehidupan dengan memperhatiakan kisaran toleransi dalam pola hidupnya. Pendekatan ini menekankan pentingnya evolusi yang membawa pengertian yang lebih baik hubungan antara individu suatu jenis dengan habitatnya.
D. Hubungan di antara Faktor – Faktor Lingkungan
Telah dipahami bahwa dalam kajian ekosistem adalah sangat penting untuk menganalisis bagaimana faktor – faktor lingkungan beroperasi atau berfungsi. Dalam kenyataannya dipahami bahwa faktor – faktor lingkungan saling berinteraksi satu sama lainnya, sehingga sangat sulit memisahkan pengaruh secara individual dari faktor lingkungan tersebut.
Dalam kajian ekosistem sangat penting untuk menganalisis bagaimana factor-faktor lingkungan berofrasi dan berfungsi, dalam kenyataannya bahwa factor-faktor lingkungan saling berintraksisatu sama lainnya. Sehingga sangat sulit unuk di pisahkan antara pengaruh secara individual dari factor lingkungan tersebut, meskipun demikian karakteristikamendasar dari ekosistem apapun akan di tentukan atau di atur oleh komponen abiotiknya, pengaruh dari variable ini akan di modifikasi oleh tumbuhan dan hewan misalnya pohon akan menjadi pelindung untuk tumbuhan atau mahluk hidup yang ada di bawah naungannya.
Faktor abiotik merupakan penentu secara mendasar terhadap ekosistem sedangkan kontrolfaktor abiotik setidaknya tetap menjadi penting dalam mempengaruhi penyebaran dan fungsi individu dari jenis mahluk hidup. Semua factor lingkunagan berfariasi secara ruang dan waktu organisme hidup bereaksi terhadap fariasi lingkungan seehingga hubungan yang nyata antara lingkungan dan organisme akan membentuk komunitas dan ekosistem tertentu baik berdasarkan ruang maupun waktu.
E. Hubungan Lingkungan dengan Organisme
Lingkungan merupakan ruang tiga dimensi, di mana organisme merupakan salah satu bagiannya. Lingkungan bersifat dinamis dalam arti berubah – ubah setiap saat. Perubahan dan perbedaan yang terjadi baik secara mutlak maupun ssecara relatif dari faktor – faktor lingkungan terhadap tumbuh – tumbuhan akan berbeda – beda menurut waktu, tempat dan keadaan tumbuhan itu sendiri.
Kehidupan sebetulnya adalah proses pertukaran energi antara orgganisme dan lingkungan. Melalui tumbuhan hijau energi sinar matahari diikat dan diubah menjadi energi kimia dalam bentuk senyawa gula. Sifat dan susunan tumbuhan sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya. Setiap bentuk dari organisme atau bagiannya yang memungkinkan organisme itu hidup pada keadaan lingkungan tertentu disebut adaptasi.
Adaptasi dimungkinkan oleh faktor – faktor keturunan atau gen. Gen itu menentukan sifat potensial individu organisme. Organisme ini akan berkembang atau tidak tergantung dari faktor – faktor lingkungan yang sesuai. Masing – masing gen memerlukan keadaan lingkungan tertentu untuk dapat bekerja. Makin beraneka ragam keadaan lingkungan makin beraneka ragam sifat makhluk hidup. Mutasi menambah keanekaragaman dan daya penyesuaian diri terhadap lingkungan. Adaptasi dan seleksi menyebabkan timbilnya evolusi yang melahirkan beribu – ribu jenis makhluk hidup di dunia.
Jadi antar organisme dan lingkungan terjalin hubungan yang erat dan bersifat timbal balik. Tanpa lingkunagn organisme tidak mungkin ada, sebaliknya lingkungan tanpa organisme, tidak berarti apa – apa. Di samping itu ada persyaratan dalam mengatur kehidupan organisme yaitu:
1. Lingkungan itu harus dapat mencukupi kebutuhan minimum dari kehidupan.
2. Lingkungan itu tidak dapat mempengaruhi hal yang bertentangan dengan kehidupan organisme.
F. Hubungan Masyarakat, Tumbuhan dengan Lingkungan
Faktor-faktor lingkungan sebagai faktor ekologi sangat beragam, secara sendiri sendiri atau dalam bentuk kombinasi, saling bercampur dan mempengaruhi satu sama lain yang mempunyai peranan penting bagi kehidupan masyarakat tumbuhan dan makhluk hidup lainnya.
Hubungan antara faktor-faktor lingkungan dengan masyarakat tumbuhan akan menentukan keberadaan, kesuburan atau kegagalan masyarakat tumbuhan untuk tumbuh dan berkembang. Ciri-ciri habitat dan lingkungannya kadang-kadang dapat menentukan Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! adanya variasi dan diferensiasi masyarakat tumbuhannya dalam bentuk tipe-tipe vegetasinya.
Hubungan tersebut di atas, pada umumnya terjadi antara masyarakat tumbuh-tumbuhan dengan habitat dan lingkungannya (lingkungan abiotik), antara tumbuhan dengan tumbuhan, antara tumbuhan dengan biota lain, dan antara tumbuhan dengan manusia (lingkungan biotik).
Hubungan masyarakat tumbuhan dengan lingkungan abiotik terbentuk antara tumbuh-tumbuhan dengan tanah/lahan sebagai substrat atau habitat, fisiografi dan topografi tanah (konfigurasi permukaan bumi), dan lingkungan iklim (cahaya matahari, suhu, curah hujan dan kelembaban, dan udara atmosfir).
Hubungan tumbuhan dengan tanah sebagai substrat atau habitat berhubungan erat dengan jenis (struktur dan tekstur tanah), sifat fisik, kimia dan biotik tanah, kandungan air tanah, nutrien dan bahan-bahan organik, serta bahan anorganik sebagai hasil proses dekomposisi biota tanah. Dikenal berbagai sifat adaptasi dan toleransi tumbuhan berkaitan dengan struktur dan sifat kimia tanah, yaitu tipe vegetasi kalsifita, oksilofita, psammofita, halofita, dan lain lain.
Konfigurasi permukaan bumi sangat mempengaruhi ketinggian, kemiringan, dan deodinamika lahan sebagai habitat, yang akan berpengaruh terhadap iklim (cahaya/matahari, suhu, curah hujan, dan kelembaban udara); yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan erat dengan masyarakat tumbuhan dalam kaitannya dengan kehadiran, distribusi, jenis-jenis tumbuhan, dan berbagai proses biologi tumbuhan.
Hubungan iklim dengan tumbuhan sangat erat. Iklim berpengaruh terhadap berbagai proses fisiologi (fotosintesis, respirasi, dan transpirasi), pertumbuhan dan reproduksi (pembungaan, pembentukan buah, dan biji) dan sebagainya. Hubungan tumbuhan dengan faktor lingkungan iklim merupakan hubungan yang tidak terpisahkan dan bersifat menyeluruh (holocoenotik).
Kebutuhan tumbuh-tumbuhan akan cahaya matahari berkaitan pula dengan energi dan suhu udara yang ditimbulkannya. Terdapat 4 kelompok vegetasi yang dipengaruhi oleh suhu lingkungan di habitatnya, yaitu kelompok vegetasi atau tumbuhan megatermal (tumbuhan menyukai habitat bersuhu panas sepanjang tahun, misalnya tumbuhan daerah tropis), mesotermal (tumbuhan yang menyukai lingkungan yang tidak bersuhu terlalu panas atau terlalu dingin), mikrotermal (tumbuhan yang menyukai habitat bersuhu rendah atau dingin, misalnya tumbuhan dataran tinggi atau habitat subtropis) dan hekistotermal yaitu tumbuhan yang terdapat di daerah kutub atau alpin.
Dalam kaitan dengan lamanya penyinaran (fotoperiodisitas) terdapat 3 kelompok vegetasi yang mempunyai respon terhadap proses pembungaan. Yaitu kelompok tumbuhan berhari pendek (fotoperiodisitas) (fotoperiodisitas kurang dari 12 jam/hari), misalnya ubi jalar: tumbuhan berhari panjang (periodisitas lebih dari 12 jam/hari), misalnya kentang; dan tumbuhan netral, yaitu tumbuhan yang pembungaannya tidak dipengaruhi lamanya penyinaran, tumbuhan berbunga sepanjang tahun, misalnya ubi kayu atau tembakau.
Air sebagai komponen lingkungan abiotik merupakan faktor ekologi yang penting selain cahaya, suhu dan kelembaban udara, merupakan hasil proses presipitasi uap air yang sebagian besar jatuh ke permukaan bumi dalam bentuk curah hujan. Ketersediaan air per tahun sangat menentukan keberadaan, sebaran dan berbagai proses biologi masyarakat tumbuhan dan makhluk hidup lainnya.
Terdapat jenis-jenis tumbuhan yang telah beradaptasi dengan ketersediaan air dan curah hujan di habitatnya, yaitu tumbuhan hidrofita, tumbuhan yang hidup pada habitat perairan atau akuatik, misalnya eceng gondok (Eichhornia crassipes); tumbuhan xerofita, tumbuhan yang hidup di habitat beriklim kering, misalnya pohon pinus (Pinus merkusii); dan tumbuhan mesofita, yaitu tumbuhan yang hidup di habitat yang ketersediaan airnya tidak berlebihan atau kekurangan, misalnya pohon asam (Tamarindus indica).
Hubungan tumbuh-tumbuhan dengan udara atmosfir pada umumnya berkaitan dengan gas CO2, O2, dan angin. Tumbuh-tumbuhan berperanan penting dalam siklus karbon yang berhubungan dengan ketersediaan CO2 dan O2 dalam proses fotosintesis dan respirasi makhluk hidup. Gerakan udara sebagai angin mempunyai peranan ekologis dapat menguntungkan maupun merugikan, misalnya terhadap penyebaran serbuk sari, spora atau biji-bijian. Sebaliknya jika kecepatan angin terlalu besar dapat menyebabkan penurunan berbagai proses metabolisme, tumbuhan menjadi layu atau mati.
Hubungan masyarakat tumbuhan dengan makhluk hidup lainnya terjadi dalam bentuk hubungan antara tumbuh-tumbuhan dengan tumbuhan lainnya, antara tumbuh-tumbuhan dengan hewan, tumbuhan dengan mikrobiota (parasit dan biota pengurai) dan antara tumbuhan dengan manusia
Hubungan tumbuh-tumbuhan dengan makhluk hidup lain pada dasarnya merupakan hubungan di mana tumbuh-tumbuhan dimanfaatkan sebagai makanan atau sumber energi (hubungan herbivori, parasitik, dan saprofitik), sebagai substrat atau habitat dan hubungan ketergantungan (hubungan epifit, tumbuhan pencekik, atau liana)
Hubungan tumbuhan dengan tumbuhan terdapat dalam bentuk kompetisi akan berbagai kebutuhannya seperti substrat tempat tumbuh atau ruang.
G. Pengaruh Lingkungan
Faktor – faktor lingkungan akan mempengaruhi fungsi fisiologis tanaman. Respons tanaman sebagai akibat faktor lingkungan akan terlihat pada penampilan tanaman. Hal ini dapat terlihat langsung pada vegetasi hutan bakau yang tumbuh di pantai berlumpur. Bakau mempunyai akar napas. Begitu pula tumbuhan yang tumbuh pada ekosistem rawa, mempunyai akar papan. Ini semua ada maksudnya, dan terkandung makna bahwa tumbuhan itu juga menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Begitu pula biasanya vegetasi yang tumbuh di sekitar ekosistem tersebut juga spesifik atau tertentu. Karena hanya tumbuhan yang sesuai dan cocok saja yang dapat hidup berdampingan. Tumbuhan pun mempunyai sifat menolak terhadap tumbuhan yang tidak disukainya, yaitu dengan mengeluarkan semacam zat kimia yang dapat bersifat racun bagi jenis tertentu yangg disebut allel. Pengaruh jenis tumbuhan terhadap jenis tertentu, di mana jenis tumbuhan tersebut mempunyai sifat allelopait.
Pengaruh tanaman sesama tanaman itu dapat dipelajari hubungan interaksi yang dapat saling menguntungkan sepereti tanaman pelindung. Ada yang satu untung yang lain tidak, ada yang tidak memberikan pengaruh apa – apa.. .(Prof. Dr. Zoer’ain Djamal Irwan,, M.Si: 1996. Prinsip – Prinsip Ekologi )
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut.
Berbagai cara di lakukan oleh pakar ekologi dalam pembagian komponen lingkungan ini, salah satunya adalah:
a. Faktor Iklim, meliputi parameter iklim utama seperti cahaya, suhu,, ketersediaan air dan angin.
b. Faktor tanah, merupakan karakteristika dari tanah seperti nutrisi tanah, reaksi tanah, kadar air tanah, dan kondisi fisika tanah.
c. Faktor topografi, yaitu meliputi pengaruh dari terrain seperti sudut kemiringan, aspek kemiringan dan kketinggian tempat dari muka laut.
d. Faktor biotik, merupakan gambaran semua interaksi dari organisme hidup seperti kompetisi, peneduhan dan lain – lain.
Proses kehidupan dan kegiatan makhluk hidup termasuk tumbuh – tumbuhan pada dasarnya akan dipengaruhi dan mempengaruhi faktor-faktor lingkungan, seperti cahaya, suhu atau nutrien dalam jumlah minimum dan maksimum..
Akan lebih bermanfaat apabila mennghubungkan konsep minimum dengan konsep toleransi ini untuk mendapatkan gambaran yang umum tentang konsep faktor pembatas. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa kehadiran dan keberhasilan dari organisme hidup tergantung pada kondisi – kondisi yang tidak sederhana.
Faktor – faktor lingkungan akan mempengaruhi fungsi fisiologis tanaman. Respons tanaman sebagai akibat faktor lingkungan akan terlihat pada penampilan tanaman. Hal ini dapat terlihat langsung pada vegetasi hutan bakau yang tumbuh di pantai berlumpur. Bakau mempunyai akar napas. Begitu pula tumbuhan yang tumbuh pada ekosistem rawa, mempunyai akar papan. Ini semua ada maksudnya, dan terkandung makna bahwa tumbuhan itu juga menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
DAFTAR PUSTAKA
Diktat Ekologi Tumbuhan, oleh Purtasih, M.pd
http://id.wikipedia.org/wiki/Lingkungan
Zoer’aini Djamal Irwan. 1991. Prinsip – Prinsip Ekologi EKOSISTEM. Fakultas Arsitektur Lanskep Universitas Trisakti: Jakarta
0 comments:
Post a Comment