Liputan6.com,
Penyakit trombosis atau penggumpalan darah yang menyebabkan sumbatan di dalam
jaringan arteri atau vena masih kurang disadari dan diketahui sebagai salah
satu "silent killer" yang dapat menyebabkan kematian.
"Sumbatan
karena trombosis dapat secara total atau partial, kalau sumbatan total pada
arteri koroner atau jantung dapat menyebabkan kematian secara mendadak,"
ujar Pakar Trombosis dari Departemen Hematologi dan Onkologi Medik, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia /Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM) Dr
Karmel Lidow Tambunan di Jakarta, seperti ditulis, Selasa (8/10/2013).
Sementara,
lanjutnya, jika sumbatan total pada arteri serebral atau otak maka terjadi
kematian karena stroke, karena itu trombosis disebut sebagai 'silent killer',
pembunuh senyap.
"Di
Indonesia, dari 10 penyebab kematian utama yang menduduki peringkat pertama
adalah stroke dan urutan ke-13 adalah jantung," ujar dia.
Karena
itu, sebanyak 80 persen hingga 85 persen stroke adalah stroke iskemik atau
trombosis dan lebih dari 70 persen kematian jantung juga karena trombosis,
kalau dijumlahkan maka trombosis juga merupakan penyebab kematian utama di
Indonesia.
Berdasarkan
data Departemen Kesehatan Amerika Serikat, sedikit dari 300.000 hingga 600.000
orang terkena trombosis dan 100.000 di antaranya mengalami kematian. Di negara
barat dan Amerika Serikat trombosis merupakan penyebab kematian utama lebih
banyak dibanding kanker.
Arteri,
vena dan ruangan jantung
Karmel mengatakan trombosis dapat terjadi di dalam jaringan sistem kardiovaskular pada arteri, vena, ruangan jantung dan mikrosirkulasi.
Karmel mengatakan trombosis dapat terjadi di dalam jaringan sistem kardiovaskular pada arteri, vena, ruangan jantung dan mikrosirkulasi.
"Trombosis
vena atau DVT (Deep Vein Thrombosis) pada umumnya terjadi pada kaki, tetapi
dapat juga pada vena lain," ucapnya.
Gejala
DVT pada kaki, lanjut dia, dapat berupa kaki bengkak perubahan warna, sakit
atau nyeri sampai fungsinya berkurang.
"Sumbatan
pada kaki dapat fatal jika bekuan darah lepas dan terbawa aliran darah serta
menyangkut di arteri pulmonalis (paru) atau disebut PE (Pulmonary Embolism) hal
ini berbahaya dan dapat mengakibatkan kematian," ujarnya.
Menurut
dia, pada dasarnya setiap orang memiliiki risiko mengalami DVT, bahkan dengan
faktor risiko tertentu memiliki potensi lebih besar mengalaminya.
Ia
mengatakan faktor risikonya dapat berbeda dan multifaktorial, ada faktor
genetik karena di dalam keluarga ada riwayat dan bisa karena didapat akibat
gaya hidup kurang sehat, sehingga obesitas, diabetes, hipertensi,
hiperkolesterolemia, stasis, sindrome antiphospholipid, trombophilla,
hiperhomosistinemia, keterbatasan gerak termasuk naik pesawat dalam waktu lama
yang dikenal dengan economy class syndrome, kebiasaan merokok dan juga pasca
operasi besar.
Karmel
mengatakan, trombosis merupakan penyakit yang bisa dicegah dan pencegahan
selalu lebih baik daripada mengobati.
Misalnya,
insiden trombosis pasca operasi seperti operasi ortopedi yang insidennya sangat
tinggi dapat dicegah atau dikurangi dengan memberikan antikoagulan bisa lewat
injeksi atau dengan cara oral.
"Operasi
ortopedi besar seperti penggantian sendi lutut total disebut Total Knee
Replacement (TKR) atau penggantian sendi panggul total atau Total Hip
Replacement (THR) menjadi penting seiring dengan peningkatan jumlah penduduk
usia tua," ujarnya.
Menghindari
morbiditas
Sementara itu, pakar Trombosis dari Departemem Orthopaedi dan Traumatologi FKUI/RSCM, Andri Lubis mengatakan, operasi penggantian sendi panggul dan lutut dilakukan untuk peningkatan kualitas hidup dan paling sering dilakukan pada pasien berusia di atas 60 tahun hingga 65 tahun.
Sementara itu, pakar Trombosis dari Departemem Orthopaedi dan Traumatologi FKUI/RSCM, Andri Lubis mengatakan, operasi penggantian sendi panggul dan lutut dilakukan untuk peningkatan kualitas hidup dan paling sering dilakukan pada pasien berusia di atas 60 tahun hingga 65 tahun.
"Operasi
penggantian sendi dan lututnya menunjukkan keberhasilan yang cukup tinggi
antara 80-90 persen. Faktor penyebab diperlukannya operasi adalah masalah berat
badan atau obesitas selain akibat kemunduran dari fungsi sel di tubuh atau yang
disebut degeneratif," katanya.
Menurut
dia, pembedahan itu memiliki risiko terjadinya DVT yang tinggi jika tanpa
pencegahan seperti pembedahan panggul dapat mencapai risiko 50 persen,
sementara pembedahan umum hanya 20 persen. DVT atau tromboembeli dapat dicegah
dengan pemberian tromboprofilaksis atau antikoagulan yaitu obat antipenggumpalan
darah, tanpa risiko pendarahan.
"Pemberian
tromboprofilaksis sangat penting untuk menghindari terjadinya morbiditas dan
juga harus memperhatikan pilihan pengobatan yang tersedia yang disesuaikan
dengan pasien agar mendapatkan manfaat yang optimal," katanya.
Marketing
Director PT Pfizer Indonesia, Matthew Golden, mengatakan, kondisi ini mendorong
Pfizer memperkenalkan tromboprofilaksis golongan Apixaban (Fxa inhibitor) di
dalam negeri. Apixaban memiliki efektivitas yang lebih baik dalam pencegahan
VTE setelah operasi panggul dan lutut.
"Apixaban
merupakan salah satu antikoagulan oral sehingga pasien dapat beristirahat
dengan tenang dibanding antikoagulan sistem injeksi," ucapnya.
0 comments:
Post a Comment