Moment Hari raya adalah moment yang sangat dirindukan bagi setiap muslim untuk perbanyak ibadah, berkumpul bersama keluarga dan memperbaiki diri. Terlebih lagi Lebaran idul Adha. Kali ini Suasana lebaran agak sedikit berbeda karena tidak berada di tanah air, negara yang mayoritas muslim – Indonesia. Biasanya terdengar dari musolla dan masjid ada suara adzan berkumandang silih berganti menggema seantero penjuru tempat tinggal, ada aroma masakan khas selama Hari raya yang dirangkaikan dengan penyembelihan hewan qurban. Saat ini saya tidak mendengar itu semua, saya hidup dan tinggal sementara menimba ilmu sebut saja namanya adalah Taiwan dengan julukannya negeri Formosa. Ini adalah kali ketiga bagi saya menjalani Idul Adha di negeri orang sebagai mahasiswa program doktoral di Rantau.
Menjadi mahasiswa muslim dan melaksanakan Lebaran di tanah Rantau yang minoritas muslimnya bukan hal yang gampang dan mudah. Ada banyak tantangan yang harus di jalani. Diantara tantangan itu adalah mencari makanan halal dan mencari tempat ibadah. Islam di Taiwan merupakan salah satu agama yang secara perlahan memiliki pengikut yang kian hari, kian bertambah pengikutnya dengan populasi sekitar 60.000 (0,3 %) muslim dari penduduk Taiwan. Informasi Hari raya di Taiwan biasanya mengikuti arahan dari Taipei Grand Mosque - salah satu masjid terbesar dan tertua di negeri ini. Ada jua organisasi seperti PCI-NU Taiwan dan PCI- Muhammadiyah Taiwan yang juga aktif memberi informasi, mengingat banyaknya mahasiswa dan pekerja Indonesia di sini yang berjumlah lebih dari 313.000 orang. Negeri ini adalah negara yang muslim yang sangat friendly dan memiliki toleransi tinggi, sehingga wajar banyak pendatang datang ke negeri ini.
Lebaran di Taiwan hari ini bertepatan jua dengan hari Jumat, 6 Juni 2025. Dan sebagian lagi komunitas muslim lainnya pada hari esok sabtu, 7 Juni 2025. Ada suasana rindu bertemu keluarga nan jauh disana. Rindu kebersamaan dalam menjalani hari untuk meramaikan moment lebaran ini. Disini saya menemukan ada moment lain dan suasana kehangatan dan kebersamaan. Saya melaksanakan solat ied di Masjid Kota Kaohsiung, salah satu masjid terbesar di Taiwan. Masjid ini memiliki ukuran yang luas dan megah, dengan terdiri dari tiga lantai dan satu basement. Kegiatan perayaan Ied dimasjid ini begitu semarak dan meriah. Ada banyak kegiatan yang dilakukan seperti berbagi makanan dan ada juga penyembelihan hewan qurban. Dengan adanya kegiatan ini menjadi obat penawar rindu yang sangat mujarab.
Jamaah muslim pun banyak berdatangan tidak hanya dari Indonesia, melainkan jua muslim yang berasal dari Malaysia, India, Pakistan, Bangladesh, Yaman, Iraq, Turki, Mesir, Somaliland, dan negara lainnya. Moment Perayaan Sholat Ied sebagai ajang silaturahmi antar sesama muslim di rantau. Kami saling berbagi apa yang kami punya sebagai bentuk kebersamaan, baik itu makanan mapun minuman. Ada rasa haru sendiri di tengah jauh dari keluarga, secara perlahan ada kekuargaan yang timbul dari semua kegiatan ini.
Sebagai seorang mahasiswa, lebaran Qurban ini justru sebagai pemacu semangat untuk menjaga iman dan membumikan syiar islam di Negeri ini. Sebagai laksanana kisah perjuangan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail yang menunjukkan pengorbanan, keihlasan dan kasih sayangnya. Bukan alasan untuk menjadi lebih malas dan tanpa banyak kegiatan. Harus mampu menyeimbangkan antara kegiatan akademik dan spiritual di negeri ini. Memang agak berat rasanya, tapi kalau tidak dijalani maka tidak akan usai juga. Dengan kenyakinan perbaiki niat dan yakin usaha sampai, insya alllah pasti ada jalannya dan peluang itu ada. Lebaran Ied ini mengajarkan pula tentang kemandirian dan menjadi terlibat aktif dalam berbagai komunitas atau oraganisasi.
Bagi saya pribadi, lebaran di Rantau adalah pengalaman terbaik untuk bisa melihat islam di rantau dari berbagai macam perspektif. Banyak moment silih berganti datang baik suka dan dukanya. Selau senantiasa perbanyak syukur dan kurangi insecure dalam diri. Percayalah bahwa disetiap ada keterbatasan dan kekurangan, ada ruang dan celah baru untuk mengenal agar lebih dekat dengan sang Illahi.
Hidup jauh dari sanak keluarga, bukan berarti hidup sendiri, sebatang kara di negeri orang. Mungkin dengan jalan inilah, Tuhan mempertemukan dan mengajari saya dengan berbagai kebaikan Islam yang rahmatan lil a’lamin, yang mungkin saya tidak akan dapati ketika tidak keluar dari zona nyaman dengan merantau kuliah ke luar negeri. Idul Adha di rantau tidak hanya tentang rindu dan tradisi, tapi jua tentang hakikat pengorbanan dan perjuangan.
0 comments:
Post a Comment