Berita Terkini :
http://picasion.com/
Home » » FENOTIPE dan GENOTIPE

FENOTIPE dan GENOTIPE

Wednesday, March 4, 2015 | 0 comments

 FENOTIPE & GENOTIPE

Fenotipe merupakan ekspresi genotipe sebagai respon plastis dari individu terhadap faktor lingkungan, plastisitas fenotipik cenderung diabaikan dalam kerja taksonomis dan evolusioner tumbuhan. Hidup tanaman, seperti semua sistem hidup, saat ini dianggap sebagai sistem yang terorganisir mempertahankan dan menyesuaikan diri, melalui kapasitas mereka sebagai homeostasis atas pengaruh lingkungan.

Suatu perbedaan terbentuk antara genotipe yang tetap tidak berubah (kecuali dalam keadaan tertentu) dan penampilan luar atau fenotip yang mengalami perubahan struktur dalam menanggapi perubahan lingkungan, perubahan ini kadang-kadang menjadi bagian yang dapat balik (reversible). Tampak bahwa genotipe adalah faktor tetap, fenotipe sebagai tanggapan terhadap kondisi lingkungan yang berbeda-beda dari system koordinasi hubungan homeostatis.

Tanggapan yang berbeda dari tanaman terhadap kondisi lingkungan atau faktor yang berbeda bervariasi. Beberapa karakter, seperti susunan daun atau struktur bunga, lebih atau kurang tetap tidak berubah pada kondisi yang berbeda.  Hal ini, disebut dalam taksonomi sebagai karakter yang baik (good characters), karena relatif constant  dan dianggap secara genetik tetap (genetically fixed).  Hal lainnya, seperti bentuk daun, tinggi batang, waktu berbunga berkembang menjadi berbeda di bawah kondisi lingkungan yang berbeda. Istilah plastisitas fenotipik diterapkan untuk variasi semacam ini dalam menanggapi fluktuasi lingkungan. Fenotipe meliputi sisi karakter morfologis, anatomis, sitologis, selain itu bau, rasa, dan warna.

 Genotipe yang sama menyesuaikan dengan faktor-faktor  lingkungan memunculkan fenotipe-fenotipe yang berbeda. Setiap genotipe tumbuhan memiliki berbagai plastisitas yang ditentukan secara genetik. Dalam beberapa kasus berbagai ekspresi bersifat sempit, tumbuhan yang demikian  disebut stenoplastic, atau kisarannya luas disebut euryplastic, dan ekotipe (ecotype) adalah salah satu bentuk dari plastisitas genotipik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi plastisitas fenotipe jelas menjadi perhatian besar untuk ahli taksonomi. Sebagai contoh, diperlukan untuk mengetahui apakah variasi tersebut karena perbedaan warisan genetik atau merupakan kisaran tertentu dari faktor lingkungan yang menghasilkan modifikasi bersifat data balik (reversible) dari genotipe tumbuhan yang sama. Fakta menjelaskan bahwa  kesamaan dalam fenotipe mungkin baik karena modifikasi lingkungan atau diferensiasi genetik, membuat kesamaan panduan yang diyakini merupakan hubungan genetik.

Hal tersebut biasanya diabaikan oleh evolusionist, karena sifatnya mungkin non-genetik. Taksonomist dapat disesatkan oleh variasi fenotipe pada pemilihan karakter taksonomis. Hal ini, tentu saja mungkin dalam menentukan variasi (genotipe atau lingkungan) pada herbarium atau bahkan di lapangan, dan perbandingannya dengan tanaman budidaya biasanya diperlukan.

ZAT PERTUMBUHAN DAN FENOTIPE

Pengaturan pertumbuhan dan perkembangan terorganisir bagian besar dicapai melalui agensia zat pertumbuhan. Studi morphogenetic terbaru menunjukkan bahwa banyak gambaran bentuk dan struktur oleh taksonomist gunakan () ditentukan oleh pola yang kompleks dari keseimbangan antara gen dikendalikan karakter seluler primordial, kemudian diaktifkan atau dinonaktifkan melalui kontrol hormonal menyebabkan inisiasi jalur perkembangan tertentu. Model yang tepat dalam sistem ini juga belum diketahui, tetapi memicu perubahan mendasar suatu fenotipe dapat disebabkan karena perubahan keseimbangan atau konsentrasi , waktu, dan difusi auksinPenentuan jalur metatolisme tertentu di mana jaringan akan berkembang terjadi pada tahap yang sangat awal dari pertumbuhan primordial di puncaknya. Pada Canabis sativa efek pemberian 2, 3, 5-triiodo benzoic acid (TIBA) mengubah pola munculnya jumlah perhiasan bunga dan benang sari untuk membentuk bunga bentuk tubular, tanpa membelokkan jalur perkembangannya. Terbukti pula TIBA mensimulasikan efek perubahan genetik, dalam perjalanan evolusi, telah membawa transisi seperti dari kondisi petala berlepasan (polypetaly) ke petala berlekatan (sympetaly).

Perubahan struktural dan fungsional bunga dapat diinduksi oleh penerapan eksternal auksin, seperti pelindihan mahkota dan alat kelamin jantan dengan bunga diclinous dan hipertrofi untuk kelopak dan alat kelamin betina, demikian juga produksi bunga betina atau interseksual pada tanaman rami yang berumah dua (dioecious). Pada kasus terakhir perkembangan ontogenetik benang sari diduga dialihkan ke arah jalur memproduksi daun buah, karena auksin mempengaruhi beberapa proses penentuan dalam bunag primordial.

Perbedaan konsentrasi auksin pada pucuk tanaman dapat mengubah bentuk percabangan batang yang secara taksonomis membedakan antar  spesies, seperti pada Aster navaeangliae dan A. multiflorus. Yang pertama memiliki satu batang utama, sedangkan yang terakhir memiliki banyak cabang, dan hal ini telah terbukti berkorelasi dengan jumlah auksin pada tanaman tersebut. Pengaruh zat tumbuh untuk induksi bunga dan penentuan seks penting untuk dikaj dan didokumentasi.

 

 

PENELITIAN VARIABILITAS FENOTIPIK

Berbagai teknik mempelajari plastisitas fenotipik individu berdasarkan Clausen (1940):

1.      Modifikasi lingkungan artificial dengan maksud rekayasa control faktor di rumah kaca (greenhouse), mengatur skala kisaran ruang pertumbuhan.

2.      Percobaan transplantasi, dalam memutuskan apakah variasi yang diwariskan atau tidak diwariskan dan reversibel, membutuhkan”

a.       Penanaman tumbuhan dengan keturunan seragam (genotipe sama) pada lingkungan yang bervariasi.

b.      Penanaman tumbuhan dengan keturunan tidak seragam (genotipe berbeda) pada lingkungan yang sama.

Dalam perhatian taksonomist menjadi semakin diarahkan pada beberapa dekade terakhir untuk mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan dan plastisitas individu. Faktor-faktor seperti itu, biasanya dibedakan sebagai faktor lingkungan dan genetik. Van Steenis mengakui empat rangkaian faktor yaitu intrinsik, iklim, edafis, biotik dan masing-masing kemudian dibagi-bagi lagi, dan Sinnott (1960) mengenai faktor-faktor dari sudut pandang morphogenetik, dibedakan menjadi tiga set yaitu  fisik (misalnya cahaya, gravitasi dll.), kimia (termasuk auxin), dan genetik (dianggap sebagai bagian internal lingkungan).

 

FAKTOR FISIK DAN MODIFIKASI TUMBUHAN

a.    Sinar Matahari

a.    Intensitas

Perbedaan intensitas sinar dapat menandai variasi bentuk, perawakan, dan anatomi. Intensitas dapat berpengaruh pada pemanjangan batang, panjang ruas, percabangan, bentuk daun, ketebalan daun, warna bunga, dan lainnya. Fenomena Matahari dan daun bayangan (shade leaves) perlu diketahui, tebal dan tipisnya daun dihubungkan dengan differensiasi palisade parenkima tebal pada penyinaran yang kurang. Sisi lain yang dapat diintensifkan dengan konsentrasi cahaya adalah tingkat lobing atau disection tepi daun, nyata dan tidaknya  pertulangan daun, adanya bulu atau rambut daun, lapisan lilin,  yang semuanya itu penting dalam studi taxonomi tumbuhan.

Intensitas sinar. Intensitas cahaya bertanggung jawab atas perbedaan antara tipe gunung dan tanaman dataran rendah (hypselomorphosis). Tipe pegunungan umumnya kerdil, batang pendek, beberapa bunga, dan sering menunjukkan peningkatan pigmentasi antosianin. Tanaman dengan bunga biasanya putih dapat berubah  menjadi merah muda atau ungu di dataran tinggi. Pada spesies tumbuhan tertentu sering terjadi adanya dimorfisme musiman, yang mengkaburkan apakah anggota suatu spesies atau spesies yang lain karena adanya metamorphosis perakaran, batang, dan daun.  Bentuk epifit diyakinini merupakan cara hidup yang dipandu oleh intensitas sinar dalam adaptasi skala waktu geologis, misalnya Wightia borneensis (Schropulariaceae) sebagian berbatang  tegak (pohon rendah), batang epifit, atau liana yang juga terkait dengan ketinggian tempat hidup.    

b.    Panjang penyinaran (photoperiodism)

Panjang relatif harian tumbuhan mendapat sinar (photoperiod) dan kegelapan (nyctoperiod) menjadi kemungkinan perubahan morfologis tumbuhan. Dalam keadaan kegelapan tumbuhan selalu muda dan berdaun rimbun, dan gambaran anatomis dan struktural daun juga terpengaruh. Panjang penyinaran dapat berpengaruh pada waktu perbungaan, dormansi biji, dan differensiasi seks pada bunga. Ekotipe berdasarkan fotoperiodisitas dapat ditemukan pada Boutelouna curtipendula di belahan utara menjadi short-day plant, dan belahan selatan menjadi long-day plant. Pembentukan umbi tanaman terpengaruh juga oleh fotoperiodisitas sinar.    

b.   Suhu (temperature)

Berbagai macam pengaruh suhu sebagai fenomena yang luas antara lain perkecambahan biji, regenerasi pucuk, gugur daun, pembungaan, pembuahan yang pada umumnya berasosiasi dengan faktor lain seperti sinar dan kelembaban udara.

Suhu lingkungan berpengaruh juga pada klasifikasi bentuk hidup tumbuhan (plant life form) yang dicetuskan oleh Raunkiaer (1934) berdasarkan pada pembentukan tunas cabang menahun yang dipengaruhi oleh suhu lingkungan.

c.    Air

Ada dan tidaknya air di lingkungan tumbuh dibutuhkan dan memiliki pengaruh yang dramatis dalam bentuk dan struktur tubuh. Kondisi ekstem miskin air dilingkungan menimbulkan bentuk moodifikasi seromorfik (xeromorphic) dengan mereduksi permukaan daun, sel kecil, dinding sel tebal, dan jumlah daun sedikit atau hilang. Di Padang rumput (dessert area) bentuk hidup diatur oleh hujan, pada musim panas Diplotaxis harra (Cruciferae) memiliki perawakan annual, sedang di musim biasa berbentuk semak perennial. Pada tumbuhan akuatik menunjukkan adanya modifikasi heterofili (heterophylly) bagi tumbuhan yag bersifat amphibious. Disamping itu juga didapatkan fenomena heteroblastik yaitu adanya perbedaan daun muda dan tua. Tumbuhan submergence membentuk daun berbeda.

Pada Polygonium amphibium terdapat adanya tipe morfologi darat dan air  

d.   Angin

Pengaruh arah angin secara konsisten mempengaruhi modifikasi fenotipik. Pengaruh tersebut antara lain adanya premature daerah absisik daun dan organ lain, pengkerdilan perawakan, penambahan  jumlah cabang batang, pertumbuhan daun miring, dan batang memipih.  

e.    Tanah

Diketahui bahwa, adaptasi tumbuhan merespon pada  kelas tanah yang spesifik, misalnya pasir, pasir calcareous,  lempung, lempung berkapur, kapur, dan potsoil, dapat  secara genotipe ataupun modifikasi plastisitas.

Berbagai macam spesies tumbuhan mengalami modifikasi kecil merespon kelas tanah. Kebutuhan esensial untuk bekerja dengan kelas tanah antara lain:

a.    Dibuat voucher specimen herbarium untuk mengecek identifikasi karakter spesies dari berbagai kelas tanah

b.    Membuat deskripsi dan analisis kondisi lingkungan seakurat mungkin.

c.    Dibuat deskripsi karakter struktural dan tingkah laku kecambah dan semai tumbuhan berkaitan dengan responnya terhadap kelas tanah.

Fenotipik modifikasi yang berkaitan responsibilitas tumbuhan terhapat  kelas tanah lain yang harus diperhatikan antara lain: (1) tumbuhan kawah (fumarol plants) berkitan dengan solfatara sebagai tumbuhan kerdil, tanah miskin nitrogen, suhu tinggi, gas beracun, dan keasaman tanah tinggi, (2) Halophyte tumbuhan tumbuh pada kadar garam tinggi.

f.     Biotik

Tumbuhan dalam periode pertumbuhan dapat dipengaruhi oleh faktor biotic antara lain: (1) Phytomorphosis yaitu modifikasi bentuk karena infeksi dari jamur dan bacteria tertentu. (2) Zoomorphosis misalnya adanya simbiose dengan semut (Myrmecomorphosis), (3) Gall disebut juga Cecidiomorphosis, atau modifikasi bentuk karena penggembalakan dan merumput (Pascuomorphosis), (4) Anthropomorphosis merupakan modifikasi dari aktivitas budidaya manusia, seperti perilaku injakan manusia (trampling) dan pembakaran lahan (Pyromorphosis). 

Infeksi jamur parasit, virus, dan bacteria dapat menyebabkan terjadinya bentuk menyimpang yang menyulitkan dalam identifikasi tumbuhan, misalnya jamur Uromyces alchemillae menyebabkan perubahan perawakan dan bentuk daun Alchemilla vulgaris. Infeksi virus tertentu menyebabkan arah tumbuh batang tegak ke bentuk rebah. Gall terbentuk karena serangan serangga, tengu dan lainnya dapat merubah bentuk buah, bentuk daun mahkota, dan lainnya sehingga mengkaburkan pengidentifikasi. Insektisida di lingkungan, api, dam peninaran buatan  akan dapat memicu adanya mutasi pada tumbuhan yang menyebabkan perubahan genotipe.

 

Share this article :

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.

Entri Populer

Negara PengunjuNg

free counters
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Rizal Suhardi Eksakta * - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger