FENOTIPE & GENOTIPE
Fenotipe merupakan
ekspresi genotipe sebagai respon plastis dari individu terhadap faktor
lingkungan, plastisitas fenotipik cenderung diabaikan dalam kerja taksonomis
dan evolusioner tumbuhan. Hidup tanaman, seperti semua sistem
hidup, saat ini dianggap sebagai sistem yang terorganisir mempertahankan dan menyesuaikan diri, melalui kapasitas mereka sebagai homeostasis
atas pengaruh lingkungan.
Suatu perbedaan terbentuk antara genotipe yang tetap tidak berubah (kecuali dalam keadaan tertentu) dan penampilan luar atau fenotip
yang mengalami
perubahan struktur dalam menanggapi perubahan
lingkungan, perubahan ini kadang-kadang
menjadi bagian yang
dapat balik (reversible). Tampak bahwa genotipe adalah faktor tetap,
fenotipe
sebagai tanggapan terhadap kondisi
lingkungan yang berbeda-beda
dari system koordinasi hubungan homeostatis.
Tanggapan yang berbeda dari tanaman terhadap kondisi lingkungan atau
faktor yang
berbeda bervariasi.
Beberapa karakter, seperti susunan daun atau struktur bunga, lebih atau kurang tetap tidak berubah pada kondisi yang berbeda. Hal ini, disebut dalam taksonomi
sebagai karakter yang baik (good
characters), karena relatif constant dan dianggap secara
genetik tetap (genetically fixed). Hal lainnya,
seperti bentuk daun, tinggi batang, waktu berbunga berkembang menjadi berbeda di bawah kondisi lingkungan yang berbeda. Istilah
plastisitas fenotipik diterapkan untuk variasi semacam ini dalam menanggapi fluktuasi lingkungan.
Fenotipe meliputi sisi karakter morfologis, anatomis, sitologis, selain itu
bau, rasa, dan warna.
Genotipe yang sama menyesuaikan dengan faktor-faktor
lingkungan memunculkan fenotipe-fenotipe yang berbeda.
Setiap genotipe tumbuhan
memiliki berbagai plastisitas
yang ditentukan secara genetik. Dalam beberapa kasus berbagai ekspresi bersifat
sempit,
tumbuhan yang demikian disebut stenoplastic, atau kisarannya luas disebut euryplastic,
dan ekotipe (ecotype) adalah salah satu bentuk dari plastisitas genotipik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi plastisitas
fenotipe jelas menjadi
perhatian besar untuk ahli
taksonomi. Sebagai contoh, diperlukan
untuk mengetahui apakah variasi tersebut
karena perbedaan warisan genetik atau merupakan kisaran tertentu
dari faktor lingkungan yang menghasilkan modifikasi bersifat data balik (reversible) dari genotipe tumbuhan yang
sama. Fakta menjelaskan bahwa kesamaan dalam fenotipe mungkin baik karena
modifikasi lingkungan atau diferensiasi
genetik, membuat kesamaan
panduan yang diyakini merupakan hubungan genetik.
Hal
tersebut
biasanya diabaikan
oleh evolusionist, karena sifatnya mungkin non-genetik. Taksonomist dapat
disesatkan oleh variasi fenotipe pada pemilihan karakter taksonomis. Hal ini, tentu saja mungkin dalam menentukan variasi (genotipe atau lingkungan)
pada herbarium atau bahkan di lapangan, dan perbandingannya dengan tanaman budidaya biasanya diperlukan.
ZAT
PERTUMBUHAN DAN FENOTIPE
Pengaturan
pertumbuhan dan perkembangan terorganisir
bagian besar dicapai melalui agensia zat pertumbuhan.
Studi morphogenetic
terbaru menunjukkan bahwa banyak gambaran bentuk dan struktur oleh taksonomist gunakan () ditentukan oleh pola yang kompleks dari keseimbangan
antara gen dikendalikan karakter seluler primordial, kemudian diaktifkan atau dinonaktifkan melalui kontrol
hormonal menyebabkan inisiasi jalur perkembangan tertentu.
Model yang tepat dalam sistem ini juga belum diketahui, tetapi memicu perubahan mendasar suatu fenotipe dapat disebabkan karena perubahan keseimbangan atau konsentrasi , waktu, dan
difusi auksin. Penentuan jalur metatolisme tertentu di mana jaringan akan berkembang terjadi pada tahap yang sangat
awal dari pertumbuhan primordial di puncaknya. Pada Canabis
sativa efek pemberian 2, 3, 5-triiodo benzoic acid (TIBA) mengubah pola munculnya jumlah perhiasan bunga dan benang sari untuk membentuk bunga bentuk tubular, tanpa membelokkan jalur perkembangannya.
Terbukti pula TIBA mensimulasikan
efek perubahan
genetik, dalam perjalanan evolusi, telah membawa transisi
seperti dari kondisi
petala berlepasan (polypetaly) ke petala berlekatan (sympetaly).
Perubahan struktural
dan fungsional bunga dapat diinduksi oleh penerapan eksternal auksin, seperti pelindihan
mahkota dan alat kelamin jantan dengan bunga diclinous dan hipertrofi untuk kelopak dan alat kelamin betina, demikian
juga produksi bunga betina atau interseksual pada tanaman rami yang berumah dua
(dioecious). Pada kasus terakhir
perkembangan ontogenetik benang sari diduga dialihkan ke arah jalur memproduksi
daun buah, karena auksin mempengaruhi beberapa proses penentuan dalam bunag primordial.
Perbedaan konsentrasi auksin pada pucuk tanaman dapat mengubah bentuk percabangan batang yang secara taksonomis membedakan antar spesies, seperti pada Aster
navaeangliae dan A.
multiflorus. Yang pertama memiliki satu batang utama, sedangkan yang terakhir memiliki banyak cabang, dan hal ini telah terbukti berkorelasi dengan jumlah auksin pada
tanaman tersebut.
Pengaruh zat tumbuh untuk induksi bunga dan penentuan seks penting untuk dikaj
dan didokumentasi.
PENELITIAN
VARIABILITAS FENOTIPIK
Berbagai teknik
mempelajari plastisitas fenotipik individu berdasarkan Clausen (1940):
1.
Modifikasi lingkungan
artificial dengan maksud rekayasa control faktor di rumah kaca (greenhouse), mengatur skala kisaran
ruang pertumbuhan.
2.
Percobaan
transplantasi, dalam
memutuskan apakah variasi yang diwariskan
atau tidak diwariskan dan reversibel,
membutuhkan”
a.
Penanaman
tumbuhan dengan keturunan seragam (genotipe sama) pada lingkungan yang
bervariasi.
b.
Penanaman
tumbuhan dengan keturunan tidak seragam (genotipe berbeda) pada lingkungan yang
sama.
Dalam
perhatian taksonomist menjadi semakin diarahkan pada beberapa dekade terakhir untuk
mempelajari faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan dan plastisitas
individu. Faktor-faktor seperti itu, biasanya dibedakan sebagai faktor
lingkungan dan
genetik. Van
Steenis mengakui empat
rangkaian faktor yaitu intrinsik,
iklim, edafis, biotik
dan masing-masing kemudian dibagi-bagi lagi, dan Sinnott (1960)
mengenai faktor-faktor dari sudut
pandang morphogenetik, dibedakan menjadi
tiga set yaitu fisik (misalnya cahaya, gravitasi dll.),
kimia (termasuk auxin),
dan genetik (dianggap sebagai bagian internal lingkungan).
FAKTOR
FISIK DAN MODIFIKASI TUMBUHAN
a. Sinar Matahari
a.
Intensitas
Perbedaan intensitas sinar dapat
menandai variasi bentuk, perawakan, dan anatomi. Intensitas dapat berpengaruh
pada pemanjangan batang, panjang ruas, percabangan, bentuk daun, ketebalan
daun, warna bunga, dan lainnya. Fenomena Matahari dan daun bayangan (shade leaves) perlu diketahui, tebal dan
tipisnya daun dihubungkan dengan differensiasi palisade parenkima tebal pada
penyinaran yang kurang. Sisi lain yang dapat diintensifkan dengan konsentrasi cahaya adalah
tingkat lobing atau
disection tepi daun, nyata dan tidaknya pertulangan
daun, adanya
bulu
atau rambut daun, lapisan
lilin, yang semuanya itu penting dalam studi taxonomi
tumbuhan.
Intensitas sinar. Intensitas cahaya bertanggung jawab atas perbedaan antara tipe gunung dan tanaman dataran
rendah (hypselomorphosis). Tipe pegunungan umumnya kerdil, batang pendek, beberapa
bunga, dan sering menunjukkan peningkatan pigmentasi antosianin.
Tanaman dengan bunga
biasanya putih dapat
berubah menjadi
merah muda atau ungu di
dataran tinggi. Pada spesies tumbuhan
tertentu sering terjadi adanya dimorfisme musiman, yang mengkaburkan apakah
anggota suatu spesies atau spesies yang lain karena adanya metamorphosis
perakaran, batang, dan daun. Bentuk
epifit diyakinini merupakan cara hidup yang dipandu oleh intensitas sinar dalam
adaptasi skala waktu geologis, misalnya Wightia
borneensis (Schropulariaceae) sebagian berbatang tegak (pohon rendah), batang epifit, atau
liana yang juga terkait dengan ketinggian tempat hidup.
b.
Panjang
penyinaran (photoperiodism)
Panjang relatif harian tumbuhan
mendapat sinar (photoperiod) dan kegelapan
(nyctoperiod) menjadi kemungkinan
perubahan morfologis tumbuhan. Dalam keadaan kegelapan tumbuhan selalu muda dan
berdaun rimbun, dan gambaran anatomis dan struktural daun juga terpengaruh.
Panjang penyinaran dapat berpengaruh pada waktu perbungaan, dormansi biji, dan
differensiasi seks pada bunga. Ekotipe berdasarkan fotoperiodisitas dapat
ditemukan pada Boutelouna curtipendula di belahan utara menjadi short-day plant, dan belahan selatan
menjadi long-day plant. Pembentukan
umbi tanaman terpengaruh juga oleh fotoperiodisitas sinar.
b. Suhu (temperature)
Berbagai macam pengaruh suhu
sebagai fenomena yang luas antara lain perkecambahan biji, regenerasi pucuk,
gugur daun, pembungaan, pembuahan yang pada umumnya berasosiasi dengan faktor
lain seperti sinar dan kelembaban udara.
Suhu lingkungan berpengaruh juga
pada klasifikasi bentuk hidup tumbuhan (plant
life form) yang dicetuskan oleh Raunkiaer (1934) berdasarkan pada
pembentukan tunas cabang menahun yang dipengaruhi oleh suhu lingkungan.
c. Air
Ada dan tidaknya air di lingkungan
tumbuh dibutuhkan dan memiliki pengaruh yang dramatis dalam bentuk dan struktur
tubuh. Kondisi ekstem miskin air dilingkungan menimbulkan bentuk moodifikasi
seromorfik (xeromorphic) dengan mereduksi permukaan daun, sel kecil, dinding
sel tebal, dan jumlah daun sedikit atau hilang. Di Padang rumput (dessert area) bentuk hidup diatur oleh
hujan, pada musim panas Diplotaxis harra (Cruciferae) memiliki perawakan
annual, sedang di musim biasa berbentuk semak perennial. Pada tumbuhan akuatik
menunjukkan adanya modifikasi heterofili (heterophylly) bagi tumbuhan yag
bersifat amphibious. Disamping itu juga didapatkan fenomena heteroblastik yaitu
adanya perbedaan daun muda dan tua. Tumbuhan submergence membentuk daun
berbeda.
Pada Polygonium amphibium terdapat
adanya tipe morfologi darat dan air
d. Angin
Pengaruh arah angin secara
konsisten mempengaruhi modifikasi fenotipik. Pengaruh tersebut antara lain
adanya premature daerah absisik daun dan organ lain, pengkerdilan perawakan,
penambahan jumlah cabang batang, pertumbuhan
daun miring, dan batang memipih.
e. Tanah
Diketahui bahwa, adaptasi tumbuhan merespon
pada kelas tanah yang spesifik, misalnya
pasir, pasir calcareous, lempung,
lempung berkapur, kapur, dan potsoil, dapat secara genotipe ataupun modifikasi
plastisitas.
Berbagai macam spesies tumbuhan
mengalami modifikasi kecil merespon kelas tanah. Kebutuhan esensial untuk
bekerja dengan kelas tanah antara lain:
a.
Dibuat voucher
specimen herbarium untuk mengecek identifikasi karakter spesies dari berbagai
kelas tanah
b.
Membuat
deskripsi dan analisis kondisi lingkungan seakurat mungkin.
c.
Dibuat deskripsi
karakter struktural dan tingkah laku kecambah dan semai tumbuhan berkaitan
dengan responnya terhadap kelas tanah.
Fenotipik modifikasi
yang berkaitan responsibilitas tumbuhan terhapat kelas tanah lain yang harus diperhatikan
antara lain: (1) tumbuhan kawah (fumarol
plants) berkitan dengan solfatara sebagai tumbuhan kerdil, tanah miskin
nitrogen, suhu tinggi, gas beracun, dan keasaman tanah tinggi, (2) Halophyte tumbuhan tumbuh pada kadar
garam tinggi.
f. Biotik
Tumbuhan dalam periode
pertumbuhan dapat dipengaruhi oleh faktor biotic antara lain: (1)
Phytomorphosis yaitu modifikasi bentuk karena infeksi dari jamur dan bacteria
tertentu. (2) Zoomorphosis misalnya adanya simbiose dengan semut (Myrmecomorphosis), (3) Gall disebut juga Cecidiomorphosis, atau modifikasi bentuk karena penggembalakan dan
merumput (Pascuomorphosis), (4) Anthropomorphosis
merupakan modifikasi dari aktivitas budidaya manusia, seperti perilaku injakan
manusia (trampling) dan pembakaran
lahan (Pyromorphosis).
Infeksi jamur parasit,
virus, dan bacteria dapat menyebabkan terjadinya bentuk menyimpang yang
menyulitkan dalam identifikasi tumbuhan, misalnya jamur Uromyces alchemillae
menyebabkan perubahan perawakan dan bentuk daun Alchemilla vulgaris. Infeksi virus tertentu menyebabkan arah tumbuh
batang tegak ke bentuk rebah. Gall terbentuk karena serangan serangga, tengu
dan lainnya dapat merubah bentuk buah, bentuk daun mahkota, dan lainnya
sehingga mengkaburkan pengidentifikasi. Insektisida di lingkungan, api, dam
peninaran buatan akan dapat memicu
adanya mutasi pada tumbuhan yang menyebabkan perubahan genotipe.
0 comments:
Post a Comment