POPULASI DAN LINGKUNGAN
Tradisi di abad 19
diadakan studi variasi di alam dan budidaya spesies tumbuhan oleh botanisi
seperti Jordan, Kerner, Bonnier, dan Darwin berusaha menghubungkan variasi
dengan seleksi alam. Darwin telah menciptakan hokum variasi tetapi pengetahuan
herediter masih belum nyata dan masih tingkat dasar. Percobaan klasik Mendel
mencoba untuk menjawab adanya variasi secara genetik. Turesson menjelaskan
adanya karakter genetik berdasarkan pada perbedaan ekologis dalam populasi
spesies, dinyatakan sebagai genecology.
Pada percobaan Turesson
disusun adanya system hirarki ekotipe-ecospesies-soenospesies
(coenospecies) dan tidak boleh
dilupakan susunan ini secara genekologik. Ekotipe
(ecotye) sebagai munculya hasil
respon secara genotipik dari populasi spesies pada habitat khusus (tipe
habitat).
Ekospesies
(ecospecies) dipandang penting mempertahankan perbedaan pandangan
secara ekologi dan murni genetik, istilah ecospecies diusulkan untuk melingkupi spesies Linnean
atau susunan genotipe sebagai perwujudannya di alam.
Coenospesies
(coenospecies) kemungkinan jumlah total kombinasi susunan
genotipe.
Turesson juga member
kesesuaian analogi secara genetik tetapi agak kurang sempurna.
Fenotipe
(phenotype) merupakan ekspresi genotipe
seperti hal dimasukkannya genofen (genophene)
yang
berbeda genotipe.
Genotipe
(genotype) sub-unit Mendelian dari
genospesies.
Genospesies
(genospecies) mewujudkan fakta-fakta konstruksi
genotypical dari ecospecies. Istilah digunakan sebagai analogi genetik
dari coenospecies.
Genofen sebagai kisaran fenotipe yang
terbentuk dari satu genotipe ats pengaruh habitat di alam, dan ekofen (ecophene) tipe reaksi dari ekotipe merupakan modifikasi oleh
pengaruh faktor habitat yang ekstrim. Definisi yang baik untuk ekotipe adalah sebagai populasi tanpa barier internal dalam
pertukaran gen, namun hasilnya secara taksonomis tidak begitu tegas, karena kelompok-kelompok secara morfologis, sitologis,
dan geografis memberikan status spesifik, dan ekotipe berarti merupakan genecologi.
Dapat dianggap bahwa ekotipe
merupakan unit dasar dalam klasifikasi biosistematis dan pada kurun waktu
tertentu merupakan ras ekologis. Definisi lain ekotipe sebagai populasi yang
dibedakan berdasarkan karakter
morfologis dan fisiologis, yang
paling sering dibedakan berdasarkan
karakter
kuantitatif, bersifat
interfertile terhadap ekotipe lain dalam ekospesies, tetapi pertukaran
gen bebas dihambat oleh penghalang ekologis.
Jadi definisi ekotipe melibatkan konsep
spesies biologis.
Sisi
alamiah dan asal ekotipe adalah adanya pemecaha beberapa populasi berdasarkan
adaptasi dari habitat khusus yang beragam di dalam kisaran geografis spesies.
Berdasar pada genekologi merupakan variabilitas berkaitan dengan asl genetik
bukan pemencaran secara acak dalam kisaran spesies, tetapi melalui distriibusi
tumbuhan bertetengga dekat yang saling mempengaruhi. Adaptasi yang terjadi
dapat diperiksa dari karakter morfologis
dan fisiologis. Differensiasi ekotipik dipicu secara jelas oleh kondisi habitat
yang beragam, membentuk populasi alamiah.
Temuan
Transek Californisn oleh Clausen, Keck, dan Hiesey
Clausen
(sitologist), Keck (taksonomist), dan Hiesey (ekofisiologist) mengembangkan
penelitian Hall tentang differensiasi genekologis populasi di California. Dari
transek sepanjang 200 mil membelah daerah tersebut melalui wilah maritim,
pantai, dataran rendah, dataran tunggi, subalpine,
alpine, dan basin. Menunjukkan
bahwa perbedaan klimatik menmbulkan adanya diskontinuitas ras klimatik atau
ekotipe yang terdeteksi pada karakter morfologis, dan paralelisme lebih ke arah
karakter fisiologis ketimbang anatomis dan morfologis. Pada Potentilla glandulosa (seksi Drymocallis) terdeteksi adanya 5 ekotipe
berdasarkan iklim, dengan perbedaan morfologi dalam hal stature, perawakan, leaf area,
dan bentuk bunga majemuk, sedanga fisiologis berbeda dalam hal ritme
pertumbuhan, waktu berbunga, dan frost
resistance.
School of Gregor.
Penelitian
Gregor yang berkolaborasi dengan Scottish
Society for Research in Plant Breeding dengan judul Experimental taxonomy menenkankan bahwa secara jelas pola genotipe
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Taksonomi eksperimental tidak hanya
mendasarkan pada morfologis saja, tetapi juga faktor yang mempengaruhinya.
Penekanan eksperimental taksonomi menurut Gregor adalah menganalisis ras lokal
dari populasi spesies orthodox, dan membuat mengklasifikasi grup yang terbentuk
yang ada di alam (“to classify evolving
groups as they occur in nature” . Prosedur menurutnya adalah:
1.
Memilih
grup tumbuhan
2.
Koleksi
sampel meliputi kisaran geografis dan ekologis
3.
Menanam
sampel secara representative di kebun percobaan
4.
Membuat
observasi variasi diskontinu dan perbandingan biometric dari variasi kontinu
5.
Studi
hubungan fertilitas
6.
Penelitian
sitologis
7.
Synthesis
hasil
Hasil
menunjukkan adanya variasi continu yang disebut klin (-cline), ekoklin (ecocline)
apabila berkaitan dengan habitat, atau topoklin (topocline) apabila berkaitan dengan topografi atau iklim.
Menurutnya ekotipe adalah kisaran ekoklin (a
range on an ecocline). Dalam penelitian ini disimpulkan adanya ekotipe ekoklin dan ekotipe stepped
cline
atau stairstep ecotype
Russian
School
Shinkaja
mempelajari perkembangan genekologi di Intitude
of Plant Industry di Leningrad menindak lanjuti penentuan ekotipe dan
klasifikasi dalam penelitiannya berjudul
Dynamics of Species (1948). Obyek penelitian adalah Onobrychis di Caucasus
utara, hasilnya berupa pembagian populasi Onobrychis menjadi tipe:
1.
High mountain
dengan petumbuhan lambat, berbunga cepat, winter perennial.
2.
Midle mountain
hanya beberapa berbunga di awal tahun, batang > tinggi, berbunga agak
lambat.
3.
Sub-mountain
berbunga > lambat lagi
4.
Adjacent steppe
semua berbunga di awal tahun, tahan kering, dan spring perennial.
Sejak
diketahui bahwa tidak semua differensiasi genotipik di dalam populasi adalah adaptif,
dicoba dijelaskan secara praktis perbedaan sejumlah situasi yang berbeda:
1.
Seleksi
lingkungan atas genotipe paling fitt
pada habitat khusus, dan genotipe yang tidak fit tereliminer , menghasilkan
adaptasi genetikal, produk ekologi diturunkan, adalah ekotipe.
2.
Seleksi
lingkungan atas genotipe dapat tumbuh pada kisaran habitat, dengan
toleransi kisaran yang luas, produk
fenotipik disebut ekad (ecad) atau modifikasi (modification).
Botanist dan zoologist masih menganggap sebagai ekotipe, yang merupakan plastisitas fenotipik.
3.
Kolonisasi
pada habitat tertentu dengan genotipe berbeda, khususnya inbreeder, menghasilkan variant habitat dengan perbedaan morfologi
samar, tetapi dengan adaptif nyata.
4.
Fragmasi
kolonisasi ke dalam populasi yang lebih kecil sebagai hasil operasi genetic drift menyebabkan variasi
morfologis yang tipis dalam gambaran non-adaptif.
5.
Hibridisasi
merupakan awal dari terjadinya ekotipe, dan adanya paralelelisme antara
genotipe dan fenotipe.
Beberapa
pemikiran tentang ekotipe menklasifikasikannya menjadi bebereapa hal antara
lain (Lawarence, 1945):
1.
Ekotipe klimatik
(Turesson) sama dengan klimatipe (climatype)
(Shinkaja)
2.
Ekotipe edapik
(edaphic ecotype) (Shinkaja; Gregor)
3.
Ekotipe biotik
(Shinkaja) atau synecotype atau phytosocial ecotype (Gregor) demikian
pula agro-ecotype (Gregor)
4.
Ekotipe geografis
(Lawrence) atau reclusion type
(Tiuresson) atau geo-ecotype (Gregor)
Terdapat
beberapa kesulitan penerapan ekotipe dalam keputusan taksonomis, antara lain:
1.
Pada
beberapa kasus gambaran adaptasi dari ekotipe tidak dapat digunakan dalam
perlakuan taksonomis artinya tidak berkorelasi diantaranya
2.
Kebanyakan
perbedaan morfologis antar ekotipe adalah kuantitatif, tergantung pada
keturunan poligenik (multiple-gene),
diperlukan perlakuan statistik untuk deteksinya, dan mungkin ada variasi di
dalam ekotipe (racial difference).
3.
Variasi
genekologis dalam populasi mungkin berada pada kategori tingkat rendah dalam
klasifikasi nomenclatural dapat dilaksanankan, pada tingkat mikro evolusi.
4.
Kebanyakan
variasi ekotipe adalah kontinu melalui pola kinal pada alamiah komplek
5.
Problem
final adalah timbul dari perbedaan model pembentukan dan pola distribusi dari
variant ekotipe. Beberapa ekotipe tampak muncul secara politopi (polytopically) secara spasial terpisah
tetapi secara ekologi habitatnya sama.
Terminologi –deme
Sistem
ini diawali oleh Gilmour & Gregor (1939) dikembangkan oleh Gilmour &
Heslop-Harrison (1954), yang member tatanama ekotipe dengan akhiran –deme..
Menunjuk pada
asosiasinya dengan faktor lokal dan habitat:
Topodeme:
yaitu adanya deme sebagai spesifik wilayah geografi
Ecodeme:
yaitu adanya deme sebagai spesifik bermacam habitat.
Menunjuk perbedaan
jasad:
Phenodeme:
suatu deme berbeda dengan lainnya secara fenotipe.
Genodeme:
suatu deme berbeda dengan lannya secara genotipe.
Plastodeme:
suatu deme berbeda dengan lainnya secara fenotipe tetapi tidak genotipe.
Menunjuk perilaku
reprodukasi
Gamodeme:
suatu deme tersusun dari individu dalam
situasi spasial dan temporal dibatasi oleh system
breeding, semua dapat melakukan interbreed.
Autodeme:
suatu deme tersusun dari individu-individu hasil kawin sendiri (autogamous).
Endodeme:
suatu gamodeme tersusun dari endogami (inbrreding) tumbuhan berumah dua.
Agamodeme:
suatu deme tersusun dari individu-individu tumbuhan apomiksis atau aseksual.
Menunjuk trend variasi
Clinodeme:
satu seri suatu deme secara kolektif menunjukkan trend variasi yang spesifik,
mengacu pada variasi klinal (cline).
Di
bawah ini adalah sub dari deme dari berbagai istilah genekologis:
Hologamodeme:
suatu deme tersusun dari individu-individu, didalamnya terjadi pembatasan sitem
breeding dengan kebebasan tinggi dibawah set kondisi spesifik. Oleh Turesson
dimakssud adalah ekospesies.
Coenogamodeme:
suatu hologamodeme dianggap yang dapat melakukan pertukaran gen, dengan
kebebasan rendah dibawah set kondisi spesifik. Oleh Turesson dimakssud adalah
ekospesies. Oleh Turesson dimakssud adalah coenospesies.
Genoecodeme: merujuk pada ekotipe yang secara genotipe berbeda yang dipengaruhi oleh habitat yang berbeda, dan individu di dalamnya mengalami interbreeding fertil.
0 comments:
Post a Comment