Berita Terkini :
http://picasion.com/
Home » » TINGKAT KEMAJUAN SISTEMATIKA TUMBUHAN (Part 2)

TINGKAT KEMAJUAN SISTEMATIKA TUMBUHAN (Part 2)

Wednesday, March 4, 2015 | 0 comments

 TINGKAT KEMAJUAN SISTEMATIKA TUMBUHAN

Sistematik tumbuhan memiliki fase perkembangan di dunia ilmu pengetahuan antara lain yaitu:

1. Fase Eksplorasi atau Pioner (Alpha-taxonomy), merupakan fese awal berupa koleksi spesimen dan pembangunan herbarium, di sini selalu dijumpai penemuan baru, deskripsi, penamaan, dan identifikasi tumbuhan

2. Fase Konsolidasi atau Sistematik (Alpha-taxonomy), ditemukannya informasi yang cukup untuk melihat variasi setiap spesies tumbuhan, sehingga membantu penyiapan karya flora dan monografi.

3.      Fase Eksperimental atau Biosistematik (Omega-taxonomy), diawali dengan komplitnya catatan herbarium dan variasi yang komplit, penambahan informasi tentang eksperimen transplant, perilaku breeding, kromosomal, dan molekular.

4.      Fase Ensiklopedi atau Fase Holotaksonomi (Omega-taxonomy), disini mensinthesis dan menganalisis untuk mendapatkan gambaran filogeni tumbuhan.

 

Diversifikasi dari taksonomi atau sistematika tumbuhan jaman terkini menghasilkan disiplin baru; Biosistematika (biosystematics) adalah bidang studi berkaitan dengan transplant eksperimental, perilaku breeding, kromosom, dan variasi tumbuhan, kemotaksonomi (chemosystematics) menggunakan bukti fitokimiawi dalam pemecahan masalah taksonomis, filosistematika (phylosystematics) berkaitan dengan filogeni dalam klasifikasinya, taksonomi numerik (numerical taxonomy) atau taksimetri menggunakan metode mumerik untuk analisis dan synthesis informasi yang berasal dari berbagai bidang ilmu dari lapangan, pengegrupan berdasarkan pada kekerabatan fenetik, dan kladistik merupakan analisis kekerabatan filogenetik yang mengkait informasi waktu (vertikal) dan grup makhluk (horisontal). Analisis fenetik menghasilkan fenogram (phenogram), sedang analisis cladistik menghasilkan kladogram (cladogram).

 

KEBUTUHAN UNTUK KLASIFIKASI TUMBUHAN

Berbagai system klasifikasi mutlak dibutuhkan untuk memprediksi keragaman tumbuhan di bumi, lebih lanjut diperlukan secara awal dalam penetapan tumbuhan sebagai bahan pangan, mates, bakar, bangunan, obat-obatan, dan lainnya untuk survival manusia. Konsiderasi jumlah spesies tumbuhan menunjukan adanya kesulitan dalam dasar klasifikasi. Hampir 300.000 spesies tumbuhan hijau tercatat, tambah lebih dari 100.000 spesies jamus, dan beberapa ribu bacteria, serta makhluk mikroskopik lainnya yang oleh para ahli dimasukkan tumbuhan.

 

Estimasi jumlah spesies makhluk di bumi (Prance, 1978)

Golongan tumbuhan

Jumlah spesies

Tumbuhan berbiji

240.000

Tumbuhan paku

12.000

Tumbuhan lumut

23.000

Ganggang (Eukariotik)

17.000

Jamur

120.000

Lumut kerak

16.500

Ganggang hijau-biru

500

Bakteria

3.000

Protozoa

30.000

Hewan avertebrata

1.000.000

Hewan vertebrata

50.000

Jumlah

1.512.000

 

Turill (1938) memperkirakan sekitar 2.000 spesies baru tumbuhan berbunga dideskripsikan pertahun (sekitar 11.538 spesies baru dideskripsi antara tahun 1981 dan 1985; Royal Botanic Garden, Kew). Dalam praktek dibutuhkan pengelompokan spesies dalam grup lebih besar seperti marga, suku, bangsa, kelas, dan devisi tumbuhan, dalam klasifikasi hirarki (hierarchical classification atau hierarchis). Hal tersebut dapat digambarkan dengan cara lain berdasarkan seperankat karakter yang dikombinasikan dalam wujud presentasi box-in-box, kemudian dipadu dengan dendrogram atau phenogram.

 

Hirarki

Secara teoritis hirarki klasifikasi berkembang, hirarki atau tingkat (rank; level) dalam klasifikasi terdiri atas (dari bawah) spesies (species), marga (genus; genera), suku (family; familia), bangsa (ordo), kelas (classis), divisi (division), karajaan (kingdom). Berdasarkan ICBN terdapat kategori (dari atas ke bawah) kerajaan, divisi, kelas, bangsa, suku, marga, spesies, varitas (varietas; variety), bentuk (forma), di antaranya dapat disisipi anak divisi (subdivision), anak marga (subgenus), seri (series), seksi (section), anak suku (subfamilia), anak spesies (subspecies), dan lain-lain.

Kadang sisipan juga dapat dilakukan di atas kategori misalnya superordo, superfamilia. Di bawah ini adalah tabel mengenai kategori (tingkat, rank; hirarki), akhiran nama menurut ICBN, dan contoh takson pada tingkatnya.

 

Peringkat, tingkat, rank, kategori, hirarki

Akhiran nama

Contoh nama takson menurut tingkatnya

Kingdom (Kerajaan)

-

Plantae

Subkingdom (Anak kerajaan)

-bionta

Embryobionta

Divisio (divisi) kadang Phyllum

-phyta

Tracheophyta

Subdivisio (Anak Divisi)

-phytina

Spermatophytina

Classis (Kelas)

-opsida (-phyceae;  Algae)

Angiospermopsida

Subclassis (Anak Kelas)

-idea (-phycidae; Algae)

Dicotyledonidae

Superordo

-nae

Rosanae

Ordo (Bangsa)

-ales

Rosales

Subordo (Anak Bangsa)

-ineae

Rosineae

Familia (Suku)

-aceae

Rosaceae

Subfamilia  (Anak Suku)

-oideae

Rosoideae

Tribe (Tribus)

-eae

Roseae

Subtribe (Anak Tribus)

-ineae

Rosoineae

Genus (Marga)

Kata benda jamak

Rosa

Subgenus (Anak Marga)

 

Rosa

Sectio (seksi)

 

Caninae

Subsectio (Anak seksi)

 

Caninae

Series (Seri)

 

 

Subseries (Anak Seri)

 

 

Species (spesies; jenis)

 

Rosa canina

Subspecies (Anak Jenis)

 

R. canina L. subsp. (ssp.)

Variety; Varietas (Varitas)

 

R. canina L. var. lutetiana

Subvariety (Anak Varitas)

 

subvar.

Form atau Forma (Bentuk)

 

R. canina L. f. typical

Subform (Anak bentuk)

 

subf.

 Pada konsep prediktivitas (predictivity concepts) klasifikasi tumbuhan dapat didasarkan pada ukuran, bentuk, warna, tekstur, dan lainnya, kadang-kadang dilakukan berdasarkan pada kemudahan untuk mengenal tumbuhan dengan beberapa karakter umum yang teramati dikenal sebagai klasifikasi artificial. Pada klasifikasi Linnaeus (Sp.Pl, 1753) mengakomodasi karakter kualitatif dan kuantitatif jumlah benang sari dan putik, saat itu dikenal sebagai Sistem klasifikasi seksual (Sexual System). Sebagai contoh dalam system tersebut diidentifikasi Kelas Diandria (memiliki 2 benang sari) pada Circaea, Salvia, & Anthoxanthum) yang ternyata secara alamiah termasuk dalam familia yang berbeda yaitu Circaea (Onagraceae), Salvia (Lamiaceae), dan Anthoxanthum (Poaceae). Termasuk dalam konsep prediktivitas paling rendah.

Prediktivitas yang lebih tinggi adalah klasifikasi alamiah (Natural Classifications) grup yang dikelompokkan bersifat grup alamiah. Sistem artifisial menggunakan karakter lebih kecil dibandingkan system alamiah, karena system artificial dapat menggunakan karakter baik dari mikro-morfologi, sitogenetik, mikro-anatomi, dan fitokimiawi. Pendekatan berbagai karakter (multi-variate) cocok untuk system alam karena menggunakan seluruh karakter (overall resemblance) sesuai kehendak alam. Setiap karakter dapat dipandang dengan pembobotan yang bersifat a posteriori (retrospectively, in the light of experience) atau a priori (from the strat, according to basic assumption or deduction). Karakter yang digunakan harus memiliki pembobotan yang tinggi tingkatnya, dan terdapat karakter yang bobotnya kecil bahkan nol (zero weighting).

  

TUJUAN KLASIFIKASI

Tujuan umum klasifikasi berkaitan dengan penyederhaaan keragaman flora dunia, dikelompokkan dalam golongan (takson) dan kategori setiap taksa seperti Divisi, Kelas, Bangsa, Suku, Marga, dan Spesies, dengan tatanama masing-masing, sehingga dapat mudah untuk dikenali. Tujuan umum klasifikasi dapat berkembang, terdapat klasifikasi yang bertujuan untuk melihat sejarah evolusioner dan kekerabatan dari grup taksa yang merefleksikan filogeni (pola filogenetik dan evolusionar), dikenal sebagai klasifikasi filogenetik (phylogenetic) atau filetik (phyletic). Klasifikasi tersebut dibedakan dengan klasifikasi fenetik (phenetic classification) yang mendasarkan pada kesamaan dan perbedaan menyeluruh tumbuhan (struktur, sitologis, fitokimiawi, molekular). Secara teori klasifikasi filogenetik kurag alamiah dibandingkan dengan klasifikasi fenetik, karena hanya menggunakan karakter yang secara evolusionr signifikans.

Tujuan khusus dari klasifikasi berdasarkan pada interferilitas antar tumbuhan, secara khusus dalam bidang biosistematika (biosystematics), genetika (genetics), dan pemulia (plant breeders) (Turesson & Dencer). Kategori klasifikasi disini memiliki definisi yang berbeda untuk suku, marga spesies, dan yang lainnya, berdasarkan pada kemungkinan saling kawin (interbreeding). Turesson menetapkan adanya 3 tingkatan yaitu Coenospecies, ecospecies, ecotype yang memiliki kemungkinan besar pertukaran gen dengan taksa lainnya dalam kategori yang sama. Menurut Dencer ecospecies dan ecotype disebut sebagai convivium, sedangkan di atasnya ada comparium dan commiscuum berada diatas tingkat coenospecies. Di bawah ekotipe Turesson meletakan satu kategori lain namanya ecophene (ekofen) yang dinyatakan sebagai variant ekologis, merpakan fenotipe sebagai produk modifikasi lingkungan. Sekarang oleh Clement disebut dengan ecad sebagai fenotipe modifikasi habitat untuk menyebut variasi.

Secara alamiah istilah tersebut berguna untuk analisis genekologis dan biosistematik untuk memilah antara analisis pola fenetik dan filogenetik, yang diaplikasikan dalam analisis evolusionar dan pemuliaan tumbuhan budidaya (tanaman).

Kelakukan individu dalam grup

Turesson

Danser

Gilmour, Gregor & Heslop-Harison

Kelakuan antara grup dan grup

Antar individu dapat saling kawin

Coenospecies

Comparium

Syngamodeme

Grup tidak dapat kawin dengangrup lainnya

Antar individu dapat kawin namun hidrid sebagaian fertile

Coenospecies

Commiscuum

Coenogamodeme

Grup dapat saling kawin tetapi hybrid steril

Antar individu dapat saling kawin hybrid secara penuh fertile

Ecospecies

Convivium

Hologamodeme

Antar grup saling kawin menghasilkan hibrida yang sebagian fertil

Individu dalam habitat khusus dan membentuk populasi interbreeding yang berbeda getotipe dari populasi yang lain

Ecotype

Convivium

Genoecodeme

Grup dapat saling kawin menghasilkan hibrida komplit fertil

Individu dalam habitat khusus dengan adaptasi  fenotipe tetapi bukan genotype

Ecophene

 

Plastodeme

As previous category


TERMINOLOGI -DEME

Terminologi ini merupakan kategori yang fleksibel dan di luar dari kategori formal taksonomik (Marga, spesies, subspecies, varietas dan lainnya), menggunakan akhiran dengan istilah netral yaitu –deme untuk meyebut kategori non hirarkis dari ekotipe tersebut di atas (Gilmour & Gregor). Dinyatakan bahwa topodeme merupakan ekotipe yang terjadi karena wilayah geografi yang spesifik, ecodeme merupakan ekotipe yang terbentuknya karena macam habitat spesifik, dan gamodeme ekotipe tersusun dari individu-individu yang melakukan interbreeding di alam.

Gilmour & Heslop-Horrison mengembangkan dasar penyebutan ekotipe menjadi beberapa hal, antara lain phenodeme sebagai ekotipe yang dapat dibedakan berdasarkan fenotipnya, plastodeme perbedaan ekotipe berdasarkan fenotipe non genetis, genodeme dibedakan berdasarkan genotipenya, autodeme adanya ekotipe hasil penyerbukan sendiri (self-fertilizing) atau individu autogami, endodeme yaitu terjadi karena inbreeding tetapi dari individu dioecius, agamodeme yaitu terjadi karena individual predominantly apomiksis, clinodeme terjadi dengan adanya gradasi faktor lingkungan sepanjang wilayah agihan geografinya.

Disamping itu dalam perkembangan penelitian diterapkan juga istilah cytodeme digunakan bagi peneliti untuk ekotipe yang individunya sama dalam kariotype (morfologi kromosom). Genoecodeme merupakan ecodeme yang berbeda genotipenya, sedangkan ecoplastodeme merupakan ecodeme yang berbeda non-genetik. Ekotipe (Turesson) dan ekofen setara dengan comparium, commiscuum dan ecospecies.

Share this article :

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.

Entri Populer

Negara PengunjuNg

free counters
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Rizal Suhardi Eksakta * - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger