JAKARTA, KOMPAS.com - CEO dan Founder PT Haldin Pacific Semesta, Alisjahbana Haliman atau Ali Haliman, meraih Bacharuddin Jusuf Habibie Technology Awards (BJHTA) tahun 2012 yang diberikan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Ali menjadi satu-satunya pengusaha yang meraih penghargaan bergengsi ini. Sebelumnya, penghargaan selalu diberikan pada kalangan ilmuwan atau perekayasa.
Ali memulai bisnisnya di New Jersey, Amerika Serikat, 25 tahun silam, saat ia masih berusia 22 tahun. Awalnya, ia menjadi pengimpor produk vanilla dari Indonesia untuk pasar Amerika Serikat. Ali terus menekuni bisnisnya bahkan hingga mengorbankan studinya di Departemen Fisika, California State University.
Kesadaran akan kekayaan alam Indonesia membawa Ali untuk kembali ke Indonesia pada tahun 1992. Ia memutuskan untuk mengembangkan bisnisnya, bukan hanya mengekspor bahan mentah tetapi mengolahnya terlebih dahulu. Dengan demikian, Ali memberi nilai tambah.
Kini, Haldin bisa menghasilkan beragam macam produk, mulai ekstrak teh dan kopi, pemanis buatan, minyak esensial, air bunga, ekstrak coklat dan vanila. Haldin mengekspor 60 persen produknya ke luar negeri dan 40 persennya untuk pasar dalam negeri. Industri yang menggunakan produk Haldin antara lain minuman, permen, aroma dan farmasi.
Atas penghargaan ini, Ali mengungkapkan, "Ini penghargaan yangg sangat tinggi bagi saya."
"Saya hanya seorang entrepreneur, bukan insinyur atau ilmuwan. Mengambil teknologi untuk diterapkan di industri ini untuk mencari nafkah," tambahnya.
Namun demikian, Kepala BPPT Marzan Aziz Iskandar, mengungkapkan bahwa seorang pengusaha yang mampu melihat potensi Indonesia untuk dikembangkan menjadi produk yang mendatangkan keuntungan memang sedang dibutuhkan.
"Kita butuh 2 persen pengusaha, teknopreneur, yakni wirausahawan yang menghasilkan produk sendiri. Kita harapkan 10 persen dari 5 juta entrepreneur itu adalah teknopreneur," papar Ali.
Marzan menuturkan bahwa Indonesia bisa menghasilkan keuntungan besar dari teknopreneur.
"Jika setiap teknopreneur bisa menghasilkan 1 juta US Dollar per tahun, maka dari aktivitas ini saja Indonesia dapat menambahkan 500 miliar US Dollar atau 5 ribu triliun rupiah, hampir sama dengan PDB Indonesia saat ini," urai Marzan.
Haldin sendiri kini menjadi salah satu bisnis teknologi andalan Indonesia. Ekspansi pasar ekspor telah merambah ke 52 negara. Haldin juga satu-satunya perusahaan yang punya 3 ISO, yaitu ISO 9001, ISO 14001 dan ISO 22000. Kapasitas produksi saat ini mencapai 3000 ton per tahun dan akan ditingkatkan menjadi 10.000 ton per tahun pada tahun 2016.
Bertutur tentang perjalanan hidupnya mulai sekolah hingga sukses mengembangkan usaha, Ali menyebut hidupnya "unstructure life."
Ia menuturkan, "Kita tidak tahu akan kemana hidup kita. Tapi semua hal kalau kita tekuni pada akhirnya kita akan jadi juga."
Ali menjadi satu-satunya pengusaha yang meraih penghargaan bergengsi ini. Sebelumnya, penghargaan selalu diberikan pada kalangan ilmuwan atau perekayasa.
Ali memulai bisnisnya di New Jersey, Amerika Serikat, 25 tahun silam, saat ia masih berusia 22 tahun. Awalnya, ia menjadi pengimpor produk vanilla dari Indonesia untuk pasar Amerika Serikat. Ali terus menekuni bisnisnya bahkan hingga mengorbankan studinya di Departemen Fisika, California State University.
Kesadaran akan kekayaan alam Indonesia membawa Ali untuk kembali ke Indonesia pada tahun 1992. Ia memutuskan untuk mengembangkan bisnisnya, bukan hanya mengekspor bahan mentah tetapi mengolahnya terlebih dahulu. Dengan demikian, Ali memberi nilai tambah.
Kini, Haldin bisa menghasilkan beragam macam produk, mulai ekstrak teh dan kopi, pemanis buatan, minyak esensial, air bunga, ekstrak coklat dan vanila. Haldin mengekspor 60 persen produknya ke luar negeri dan 40 persennya untuk pasar dalam negeri. Industri yang menggunakan produk Haldin antara lain minuman, permen, aroma dan farmasi.
Atas penghargaan ini, Ali mengungkapkan, "Ini penghargaan yangg sangat tinggi bagi saya."
"Saya hanya seorang entrepreneur, bukan insinyur atau ilmuwan. Mengambil teknologi untuk diterapkan di industri ini untuk mencari nafkah," tambahnya.
Namun demikian, Kepala BPPT Marzan Aziz Iskandar, mengungkapkan bahwa seorang pengusaha yang mampu melihat potensi Indonesia untuk dikembangkan menjadi produk yang mendatangkan keuntungan memang sedang dibutuhkan.
"Kita butuh 2 persen pengusaha, teknopreneur, yakni wirausahawan yang menghasilkan produk sendiri. Kita harapkan 10 persen dari 5 juta entrepreneur itu adalah teknopreneur," papar Ali.
Marzan menuturkan bahwa Indonesia bisa menghasilkan keuntungan besar dari teknopreneur.
"Jika setiap teknopreneur bisa menghasilkan 1 juta US Dollar per tahun, maka dari aktivitas ini saja Indonesia dapat menambahkan 500 miliar US Dollar atau 5 ribu triliun rupiah, hampir sama dengan PDB Indonesia saat ini," urai Marzan.
Haldin sendiri kini menjadi salah satu bisnis teknologi andalan Indonesia. Ekspansi pasar ekspor telah merambah ke 52 negara. Haldin juga satu-satunya perusahaan yang punya 3 ISO, yaitu ISO 9001, ISO 14001 dan ISO 22000. Kapasitas produksi saat ini mencapai 3000 ton per tahun dan akan ditingkatkan menjadi 10.000 ton per tahun pada tahun 2016.
Bertutur tentang perjalanan hidupnya mulai sekolah hingga sukses mengembangkan usaha, Ali menyebut hidupnya "unstructure life."
Ia menuturkan, "Kita tidak tahu akan kemana hidup kita. Tapi semua hal kalau kita tekuni pada akhirnya kita akan jadi juga."
0 comments:
Post a Comment