BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Kehidupan
organisme tanah sangat tergantung pada habitatnya, karena keberdaan dan
kepadatan suatu jenis hewan tanah di suatu daeraerah sangat ditentukan keadaan
daerah itu. Dengan perkataan lain keberadaaan dan kepadatan populasi suatu
jenis organisme tanah disuatu daerah sangant bergantung dari faktor lingkungan,
yaitu lingkungan biotik dan lingkungan abiotik.
Faktor
lingkungan abiotik secara garis besarnya dapat dibagi atas faktor fisika dan
faktor kimia. Faktor fisika anntara lain ialah suhu, kadar air,
porositas, dan tekstur tanah. Faktor kimia antara lain adalah salinitas, pH,
kadar organik tanah, dan unsur-unsur mineral tanah. Faktor lingkungan abiotik
sangat menentukan struktur komunitas hewan-hewan yang terdapat di suatu
habitat. Pengukuran faktor fisika-kimia tanah
dapat dilakukan langsung di lapangan dan ada pula yang hanya dapat diukur di
laboratorium. Untuk pengukuran faktor fisika kimia tanah dilaboratorium maka
dilakukan pengambilan contoh tanah dan dibawa ke laboratorium.
Faktor
lingkungan biotik bagi organisme tanah adalah organisme lain yang juga terdapat
dihabitatnya seperti mikroflora, tumbuh-tumbuhan, dan golongan hewan lainnya.
Pada komunitas itu enis-jenis organisme itu saling berinteraksi satu dengan yang
lainnya. Interaksi itu bisa berupa predasi, parasitisme, kompetisi, dan
penyakit. Dalam studi
ekologi organisme tanah, pengukuran faktor lingkugan abiotik penting dilakukan
karena besarnya pengaruh faktor abiotik itu terhadap keberadaan dan kepadatan populasi
kelompok organisme ini.
Dengan dilakukannya pengukuran faktor
lingkungan abiotik, maka akan dapat diketahui faktor yang besar pengaruhnya
terhadap keberadaan dan kepadatan populasi organisme yang teliti. Pada studi
tentang cacing tanah misalnya, pengukuran pH tanah akan dapat memberikan
gambaran penyebaran suatu jenis cacing tanah. Cacing tanah yang tidak toleran
terhadap asam misalnya, tidak akan ditemui atau sangat rendah kepadatan
populasinya pada tanah yang asam. Selain itu pengukuran faktor lingkuingan
abiotik pada tempat dimana jenis hewan tanah tinggi kepadatannya akan sangat
menolong dalam perencanaan pembudidayaannya.
Tidak
pula dapat dipungkiri, bahwa dalam mempelajari ekologi hewan tanah perlu
diketahui metoda-metoda pengambilan contoh di lapanagan karena hewan itu
relatif kecil dan tercampur dengan tanah. Analisis statistik pun perlu
diketahui agar didapat kesimpulan yang sahih dari penelitian yang dilakukan.
Salah
satu yang cukup sulit dalam mempelajari ekologi organisme tanah atau ekologi
hewan tanah adalah masalah pengenalan jenis. Pada tanah hidup hampir semua
golongan hewan mulai dari protozoa sampai mamalia. Seseorang yang mempelajari
studi organisme tanah minimal dapat mmengenal kelompok (genera atau famili,
minimal ordo) dari organisme tanah yang dipelajarinya. Untuk studi terrtentu
haruslah dapat diidentifikasi sampai tingkat jenis (species) dari hewan tanah
yang diteliti.
Semua
organisme beserta lingkungan nya bersifat dinamis, artinya bahwa diantara
mereka selalu terjadi interaksi sehingga menghasilkan perubahan. Setiap
organisme, dimana saja berada akan berusaha menyesuaikan diri dengan kondisi
lingkungan melalui perubahan pada tubuh atau fungsinya, sedangkan lingkungan
juga mengalami perubahan melalui proses fisik atau biogeokimia untuk
mempertahankan kualitas penunjang kehidupan dan keseimbangan sistem dalam
komunitas.
Organisme
atau makhluk hidup apapun dan dimanapun mereka berada tidak akan dapat hidup
sendiri. Kelangsungan hidup suatu organisme akan bergantung kepada organisme
lain dan semua komponen lingkungan yang dapat dipandang sebagai sumber daya
alam untuk keperluan pangan, papan, atau tempat berlindung, sandang, serta
kegunaan lain sesuai dengan kebutuhan hidupnya dengan demikian, antar organisme
yang satu dengan yang lainnya, serta dengan semua komponen lingkungannya itu
mempunyai hubungan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Hubungan
antar organisme yang satu dengan yang lainnya dan dengan semua komponen
lingkungannya sangat kompleks (rumit), dan bersifat timbal balik (Resosoedarmo
dkk, 1986). Hubungan yang demikian itu alamiah artinya hubungan yang terjadi
secara otomatis pada sistem alam atau sistem ekologi yang dikenal dengan
ekosistem.
Menurut
Soemarwoto (1983), ekosistem merupakan konsep sentral dalam ekologi karena
ekosistem (sistem ekologi) itu terbentuk olehj hubungan timbal balik antara
makhluk hidup dengan lingkungannya ekosistem juga merupakan satuan fungsional
dasar dalam ekologi, mengingat didalamnya tercangkup organisme tanah dan
komponen abiotik yang masing-masing saling mempengaruhi (Resosoedarmo dkk,
1986). Lebih lanjut Resosoedarmo dkk (1986), mengemukakan bahwa ekosistem
mempunyai ukuran yang beraneka ragam besarnya bergantung kepad tingkat
organisasinya. Oleh karena itu, untuk mengetahui gambaran tentang bentuk, cara
dan sifat hubungan antara organisme dengan lingkungan biotik, dan antara
organisme dengan lingkungan abiotik, maka diperlukan pengetahuan dan pemahaman
tentang konsep ekosistem. Berdasarkan konsep dasar pengetahuan ekologi, komponen
li ngkungan yang dimaksud tersebut juga dimanfaatkan komponen ekologi karena
setiap komponen
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apa
pengertian Hewan Tanah?
2.
Apa
pengertian Tanah dan pembagiannya?
3.
Bagaimana
Peranan Fauna Tanah ?
4.
Bagaimana
Keanekaragaman Hewan Tanah?
C. TUJUAN
1.
Mengetahui pengertian
Hewan Tanah.
2.
Mengetahui pengertian Tanah dan pembagiannya
3.
Mengetahui Peranan
Fauna Tanah
4. Mengetahui Keanekaragaman Hewan Tanah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hewan
Tanah
Hewan tanah adalah hewan yang hidup di
tanah, baik yang hidup di permukaan tanah maupun di dalam tanah. Tanah itu
sendiri adalah suatu bentang alam yang tersusun dari bahan-bahan mineral yang
merupakan hasil proses pelapukan batuan-batuan, dan bahan organik yang terdiri
dari organisme tanah dan hasil pelapukan sisa tumbuh-tumbuhan dan hewan
lainnya. Jelaslah bahwa hewan tanah merupakan bagian dari ekosistem tanah.
Dengan demikinan kehidupan hewan tanah sangat ditentukan oleh faktor
fisika-kimia tanah, karena itu dalam mempelajari ekologi hewan tanah faktor
fisika-kimia tanah selalu diukur (Suin, 1989).
Manusia diciptakan dari tanah, hidup
diatas tanah dfan makn dari tanah, kemudian setelah mati masuk dan kembali
menjadi tanah. Tidak mengherankan jika semua biota (jasad hidup) lain pun, baik
berupa sel-sel mikroskopis, tetumbuhan, hingga kehewanan penghuni liang tanah,
secra langsung maupun tidak langsung hidupnya tergantung pada tanah. Ilmu yang
membahas hubungan biota tanah dengan lingkungannya (ekosistem tanah) disebutr
ekologi tanah (Kemas dkk, 2003).
Seluruh kehidupan di alam raya bersama
lingkungan secara keseluruhan menyusun eksosfir. Eksosfir yang di huni oleh
berbagai komunitas biota yang mandiri serta lingkungan abiotik (anorganik) dan
sumber-sumbernya disebut ekosistem. Setiap ekosistem dicirikan oleh adanya kombinasi
yang unik antara biota (organisme) dan sumber-sumber abiotik yang berfungsi
memelihara kesinambungan aliran energi dan nutrisi (hara) bagi biota tersebut.
Semua ekosistem berdasarkan sumber karbonya mempunyai dua tipe biota, yaitu
jasad ototrofik yang menggunakan C-organik terutama CO2 sebagai sumber
karbonnya, bertindak selaku produsen C-organik dan jasad heterotrofik yang
memanfaatkan C-organik sebagai karbonnya, sehingga bertindak selaku konsumen
dan dekomposer (perombak). Kemudian, berdasarkan sumber energinya, biota ini
dikelompokkan menjadi fototipe yang memperoleh energi dari matahari dan
khemotipe yang memperoleh energi melalui mekanisme oksidasi senyawa anorganik
atau campurannya (Kemas dkk, 2003).
Biologi (makrobiologi dan mikrobiologi)
tanah merupakan studi tentang biota (organisme) yanng hidup dan beraktivitas di
dalam tanah, yang melalui aktivitas metaboliknya, perannya dalam aliran
energi dan siklus hara berkaitan erat dengan produksi bahan organik primer
(tetanaman).
Apabila dikaitkan dengan dampak lingkungan
baik yang menguntungkan maupun merugikan, keduanya dimediasi oleh proses-proses
yang dilakukan mikrobia tanah. Dalam perluasan cakrawalanya, terutama dari
aspek mekanistis, mikrobiologi tanah disuplai oleh biokimia tanah. Kedua disiplin
ilmu ini pada awalnya lebih menitiukberatkan pada jasad mikroskopis (perlu
bantuan mikroskop untuk melihatnya) dalam tanah, namun kemudan berkembang
mencakup pula jasad makroskopis (kasat mata) yang hidup dan beraktivitas
disekitar tanah serta berpartisipasi dalam menentukan dinamika tanah (Kemas
dkk, 2003).
Sekarang biota tanah selain mencakup
fauna uniseluler, juga meliputi hewan invertebrata kecil yang hidup dalam
liang-liang tanah, disebut mesofauna tanah, yang dapat berukuran mikroskopis
atau makroskopisup dalam liang-liang tanah, disebut mesofauna tanah, yang dapat
berukuran mikroskopis atau makroskopis. Beberapa protozoa termasuk makroskopis
dan banyak algae serta fungi me. Beberapa protozoa termasuk makroskopis dan
banyak algae serta fungi membentuk strmbentuk struktur komunal atau filameuktur
komunal atau filamentous yang berukuran centimeter hingga desimeter sehingga
tidak tepat jika dianggap mikroskopis (Paul daan Clark, 1989).
Mikro dan mesofauna (termasuk
invertebrata kecil) lebih berperan penting dalam transformasi bahan organik,
dan agak kurang penting dalam kenmampuan enzimatisnya daripada mikroflora
(kecuali mikorhiza. Meskipun fenomena fermentasi spontaneous
terhadap jus-jus buah yang menghasilkan minuman anggur dan terhadap susu cair
yang menghasilkan asam susu yang telah diselidiki oleh manusia sejak lama,
mikrobiologi tanah sebagai suatu ilmu, baru dikenal bersamaan dengan munculnya
bakteriologi dan protozoologi.
Pada tahun 1676 seorang ahli lensa
grinder belanda antonious van Leeuwenhoek melaporkan adanya hewan-hewan kecil
didalam air alamiah dan didalam air cabai. Selama pengamatannya, mikrobia ini
timbul dari bahan-bahan tanaman yang sedang membusuk. Atas penemuannya ini,
beliau dapat dianggap sebagai bapak mikrobiologi tanah. Namun, gelar ini dapat
dibenarkan jika diberikan kepada Serghei Winogradsky (1856-1953)
sehubungan dengan banyaknya kontribusi beliau dalam menaikkan pamor ilmu
baru yang hampir tenggelam ini.
Pada separuh akhir abad ke-19 dihasilkan
beberapa penemuan tentang proses-proses mikrobial yang memicu pesatnya
perkembanghan mikrobiologi tanah, antara lain meliputi fiksasi N-asimbiotik.
Penemuan Louis Pasteur (1830-1900) tentang fermentasi mikrobia bermakna spesial
karena telah mendorong penelitian intensif tentang metabolisme anaerobik
sehingga diketahui bahwa semua bentuk multi seluler dari tanaman dan hewan
bergantung pada metabolisme anaerobik ini. Beberapa bakteri tanah dapat hidup
hanya dari metabolisme anaerobik, sedangkan yang lain hanya dari metabolik aerobik,
serta ada pula yang dapat melaksanakan kedua-keduanya tergantung kondisi.
Beberapa murid Pasteur mengemukakan bahwa ragi (yeast) terlibat dalm
fermentasi. Pasteur mendemonstrasikan bahwa produksi alkohol dan asam-asam
organik oleh mikroorganisme terkait dengan suatu metabolisme basal yang
memungkinkan terjadinya kehidupan pada kondisi tanpa udara. Buchner (1897)
menunjukkan bahwa sel-sel ragi dapat dipecah-pecah untuk menghasilkan
suatu sel-bebas cairan yang mampu memicu terjadinya fermentasi alkoholik, yang
merupakan suatu temuan yang mendorong enzimologi mikrobial.
Linnaeus (1707-1778) menyusun Binomial
taxonomy untuk memperkenalkan keberadaan bentuk-bentuk kehidupan mikroskopis,
tetapi mengelompopkkan semua mikrobia dalam kelompok takson yang disebutnya chaos(membingungkan).
Meskipun demikian, hal ini merupakan dasar bagi perkembangan taksonomi
mikrobial secara lebih sistematis seperti sekarang ini.
Pada awal abad ke-20, beberapa penemuan
baru telah lebih mempertegas eksistensi Mikrobiologi Tanah dengan penekanan
pada tiga bidang kajian, yaitu fiksasi N-simbiotik, dekomposisi bahan organik,
dan transformasi N mineral. Pada
periode ini juga telah terjadi peningkatan fiksasi N asimbiotik melalui praktik
inokulasi biota penghasil enzim nitrogenase kedalam tanah.
Ruang lingkup mikrobiologi tanah
tercerminkan oleh publikasi dalam Soil Science Society of American
Journal divisi III selama tahun 1946-1985 yang terbagi enam
kategori, yaitu Miscellaneous (meliputi fauna, rhizofir, enzim, sensus kuantitas
biota, antibiotik mikoriza dll), struktur tanah, mikrobiologi pestisida, bahan
organik dan residunya, transformasi N dan fiksasi dinitrogen.
B.
Tanah
Tanah
merupakan lapisan paling atas pada permukaan bumi. Manusia, hewan, dan tumbuhan
memerlukan tanah untuk tempat hidup. Tumbuh-tumbuhan tidak dapat bertahan hidup
tanpa ada lapisan tanah. Lapisan tanah juga menyediakan bahan-bahan makanan dan
mineral guna pertumbuhan tanaman. Tumbuhan kemudian dimanfaatkan hewan dan
manusia.
1. Pembentukan
Tanah Akibat Pelapukan
Tanah
terdiri atas batuan-batuan dan sisa makhluk hidup yang telah lama mati. Batuan
ini lama-kelamaan mengalamipelapukan. Batuan yang lapuk dan sisa makhluk hidup
yang telah mati ini akan terurai menjadi tanah oleh bakteri pengurai. Pelapukan
batuan dapat pula disebabkan oleh cuaca yang berubah-ubah. Lumut pun yang dapat
merusak batuan.
Tanah
merupakan bagian dari kerak Bumi. Kerak Bumi terdiri atas lapisan atas, lapisan
tengah, lapisan bawah, dan lapisan batuan induk.
a.
Lapisan atas, merupakan lapisan yang
terbentuk dari hasil pelapukan batuan dan sisa-sisa makhluk hidup yang
telah mati. Lapisan itu merupakan tanah yang paling subur.
b. Lapisan
tengah, terbentuk dari campuran antara hasil pelapukan batuan dan air. Lapisan
tersebut terbentuk karena sebagian bahan lapisan atas terbawa oleh air dan
mengendap. Lapisan ini biasa disebut tanah liat.
c. Lapisan
bawah, merupakan lapisan yang terdiri atas bongkahan-bongkahan batu. Di
sela-sela bongkahan terdapat hasil pelapukan batuan. Jadi, masih ada batu
yang belum melapuk secara sempurna.
d. Lapisan
batuan induk, berupa bebatuan yang padat. Jika kamu ingin mengetahui susunan
lapisan tanah di lingkungan sekitarmu, lakukanlah kegiatan berikut.
Tanah mengandung tiga fase yaitu fase padat, cair,
dan gas. Fase padat terdiri dari bahan organik (sisa tumbuhan,sisa hewan, dan
sisa organisme tanah), dan bahan anorganik (pecahan batu-batuan, mineral tanah,
dan senyawa hasil pelapukan). Fase cair adalah air yang mengisi sebagian atau
seluruh ruang pori tanah, sedangkan fase gas adalah udara yang mengisi ruang
pori tanah yang tidak diisi oleh air, ketiga fase dari bagian tanah itu dapat
ditaksir banyaknya (Suin, 1989).
Komponen dari biota tanah adalah akar tanaman,
mikrobia (bakteri, aktinomycetes,fungi, dan alga), mikrofauna (protozoa), meso
dan makrofauna (Metting, 1993;Killham,1994). Pada Tabel 1 disajikan
perkiraan biomassa komponen biota tanahyang utama di tanah dengan
vegetasi rumput di daerah temperate.
C.
Peranan
Fauna Tanah
Salah
satu organisme penghuni tanah yang berperan sangat besar dalam perbaikan
kesuburan tanah adalah fauna tanah. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan
mampu berjalan dengan cepat bila tidak ditunjang oleh kegiatan makrofauna
tanah. Makrofauna tanah mempunyai peranan penting dalam dekomposisi bahan
organik tanah dalam penyediaan unsur hara. Makrofauna akan meremah-remah
substansi nabati yang mati, kemudian bahan tersebut akan dikeluarkan dalam
bentuk kotoran. Secara umum, keberadaan aneka macam fauna tanah pada tanah yang
tidak terganggu seperti padang rumput, karena siklus hara berlangsung secara
kontinyu. Arief (2001), menyebutkan, terdapat suatu peningkatan nyata pada
siklus hara, terutama nitrogen pada lahan-lahan yang ditambahkan mesofauna
tanah sebesar 20%-50%.
Fauna
tanah memainkan peranan yang sangat penting dalam pembusukan zat atau
bahan-bahan organik dengan cara :
1.
Menghancurkan jaringan secara fisik dan
meningkatkan ketersediaan daerah bagi aktifitas bakteri dan jamur
2.
Melakukan pembusukan pada bahan pilihan
seperti gula, sellulosa dan sejenis lignin
3.
Merubah sisa-sisa tumbuhan menjadi
humus,
4.
Menggabungkan bahan yang membusuk pada
lapisan tanah bagian atas,
5.
Membentuk kemantapan agregat antara
bahan organik dan bahan mineral tanah.
Meskipun
fauna tanah khususnya mesofauna tanah sebagai penghasil senyawa-senyawa organik
tanah dalam ekosistem tanah, namun bukan berarti berfungsi sebagai subsistem
produsen. Tetapi, peranan ini merupakan nilai tambah dari mesofauna sebagai
subsistem konsumen dan subsistem dekomposisi. Sebagai subsistem dekomposisi,
mesofauna sebagai organisme perombak awal bahan makanan, serasah, dan bahan
organik lainnya (seperti kayu dan akar) mengkonsumsi bahan-bahan tersebut
dengan cara melumatkan dan mengunyah bahan-bahan tersebut. Mesofauna tanah akan
melumat bahan dan mencampurkan dengan sisa-sisa bahan organik lainnya, sehingga
menjadi fragmen berukuran kecil yang siap untuk didekomposisi oleh mikrobio
tanah (Arief, 2001). Tarumingkeng (2000), menyebutkan bahwa dalam suatu habitat
hutan hujan tropika diperkirakan, dengan hanya memperhitungkan serangga sosial
(jenis-jenis semut, lebah dan rayap), peranannya dalam siklus energi adalah 4
kali peranan jenis-jenis vertebrata.
Organisme-organisme
yang berkedudukan di dalam tanah sanggup mengadakan perubahan-perubahan besar
di dalam tanah, terutama dalam lapisan atas (top soil), di mana terdapat
akar-akar tanaman dan perolehan bahan makanan yang mudah. Akar-akar tanaman
yang mati dengan cepat dapat dibusukkan oleh fungi, bakteria dan
golongan-golongan organisme lainnya (Sutedjo dkk., 1996).
Serangga
pemakan bahan organik yang mambusuk, membantu merubah zat-zat yang membusuk
menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Banyak jenis serangga yang meluangkan
sebagian atau seluruh hidup mereka di dalam tanah. Tanah tersebut memberikan
serangga suatu pemukiman atau sarang, pertahanan dan seringkali makanan. Tanah
tersebut diterobos sedemikian rupa sehingga tanah menjadi lebih mengandung
udara, tanah juga dapat diperkaya oleh hasil ekskresi dan tubuh-tubuh serangga
yang mati.
Serangga
tanah memperbaiki sifat fisik tanah dan menambah kandungan bahan organiknya
(Borror dkk., 1992). Wallwork (1976), menegaskan bahwa serangga tanah juga
berfungsi sebagai perombak material tanaman dan penghancur kayu. Szujecki
(1987) dalam Rahmawaty (2000), mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
keberadaan serangga tanah di hutan, adalah:
1.
Struktur tanah berpengaruh pada gerakan
dan penetrasi
2.
kelembaban tanah dan kandungan hara
berpengaruh terhadap perkembangan dalam daur hidup
3.
suhu tanah mempengaruhi peletakan telur;
4) cahaya dan tata udara mempengaruhi kegiatannya.
Suhardjono
(2000), menyebutkan pada sebagian besar populasi Collembola tertentu, merupakan
pemakan mikoriza akar yang dapat merangsang pertumbuhan simbion dan
meningkatkan pertumbuhan tanaman. Di samping itu, Collembola juga dapat
berfungsi menurunkan kemungkinan timbulnya penyakit yang disebabkan oleh jamur.
Collembola juga dapat dijadikan sebagai indikator terhadap dampak penggunaan
herbisida. Pada tanah yang tercemar oleh herbisida jumlah Collembola yang ada
jauh lebih sedikit dibandingkan pada lahan yang tidak tercemar.
Keanekaragaman
fauna tanah pada musim atau tipe permukaan tanah yang berbeda memiliki
perbedaan. Hal ini dapat diketahui dari hasil penelitian Suhardjono dkk.
(1997), yang menyebutkan bahwa terdapat perbedaan keanekaragaman suku yang
tertangkap pada musim dan lokasi yang berbeda. Selain itu pada penelitian yang
dilakukan oleh Mercianto dkk. (1997), diketahui bahwa pada keanekaragaman
tegakan yang berbeda terdapat perbedaan mengenai keanekaragaman jumlah suku
dari serangga tanah (tegakan Dipterocarpaceae dan Palmae, tegakan
Dipterocarpaceae, serta tegakan Dipterocarpaceae dan Rosaceae).
D. Keanekaragaman Fauna Tanah
Pengelompokan
terhadap fauna tanah sangat beragam, mulai dari Protozoa, Rotifera, Nematoda,
Annelida, Mollusca, Arthropoda, hingga Vertebrata. Fauna tanah dapat
dikelompokkan atas dasar ukuran tubuhnya, kehadirannya di tanah, habitat yang
dipilihnya dan kegiatan makannya. Berdasarkan kehadirannya, fauna tanah dibagi
atas kelompok transien, temporer, periodik dan permanen. Berdasarkan habitatnya
fauna tanah digolongkan menjadi golongan epigeon, hemiedafon dan eudafon. Fauna
epigeon hidup pada lapisan tumbuh-tumbuhan di permukaan tanah, hemiedafon pada
lapisan organik tanah, dan yang eudafon hidup pada tanah lapisan mineral.
Berdasarkan kegiatan makannya fauna tanah ada yang bersifat herbivora,
saprovora, fungifora dan predator (Suin, 1997). Sedangkan fauna tanah
berdasarkan ukuran tubuhnya menurut Wallwork μ - 1 cm) dan makrofauna (lebih
dari 1 cm). Menurut Suhardjono dan Adisoemarto (1997), berdasarkan ukuran tubuh
fauna tanah dikelompokkan menjadi:
Mikrofauna
adalah kelompok binatang yang berukuran tubuhü < 0.15 mm, seperti:
Protozoa dan stadium pradewasa beberapa kelompok lain misalnya Nematoda, Mesofauna adalah kelompok yang berukuran
tubuh 0.16 – 10.4 mm dan merupakan kelompok terbesar
dibanding kedua kelompok lainnya, seperti: Insekta, Arachnida, Diplopoda,
Chilopoda, Nematoda, Mollusca, dan bentuk pradewasa dari beberapa binatang
lainnya seperti kaki seribu dan kalajengking.
Makrofauna
adalah kelompok binatang yang berukuran panjang tubuhü > 10.5 mm,
sperti: Insekta, Crustaceae, Chilopoda, Diplopoda, Mollusca, dan termasuk juga
vertebrata kecil. Odum (1998), menyebutkan bahwa mesofauna tanah meliputi
nematoda, cacing-cacing oligochaeta kecil enchytracid, larva serangga yang
lebih kecil dan terutama apa yang secara bebas disebut mikroarthropoda; dari yang
akhir, tungau-tungau tanah (Acarina) dan springtail (Collembola) seringkali
merupakan bentuk-bentuk yang paling banyak tetap tinggal dalam tanah.
Beberapa
contoh organisme yang khas yang diambil dari tanah dengan menggunakan alat yang
dikenal dengan corong Barlese atau corong Tullgren yang serupa, diantaranya :
dua kutu oribatida (Elulomannia, Pelops); proturan (Mikroentoman); japygida
(Japyx); thysanoptera; simpilan (Scolopendrella); pauropoda (Pauropus); kumbang
pembajak (Staphylinidae); springtail atau collembola (Entomobrya); kalajengking
semu (cheloneathid); miliped (diplopoda); centipede (chilopoda); larva kumbang
scarabarida atau “grub”.
Menurut
Hole (1981) dalam Rahmawaty (2000), fauna tanah dibagi menjadi dua golongan
berdasarkan caranya mempengaruhi sistem tanah, yaitu:
Binatang eksopedonik (mempengaruhi dari luar tanah), golongan ini mencakup
binatang-binatang berukuran besar, sebagian besar tidak menghuni sistem tanah,
meliputi Kelas Mammalia, Aves, Reptilia, dan Amphibia.
Binatang
endopedonik (mempengaruhi dari dalam tanah), golongan ini mencakup
binatang-binatang berukuran kecil sampai sedang (diameter < 1 cm), umumnya
tinggal di dalam sistem tanah dan mempengaruhi penampilannya dari sisi dalam,
meliputi Kelas Hexapoda, Myriopoda, Arachnida, Crustacea, Tardigrada,
Onychopora, Oligochaeta, Hirudinea, dan Gastropoda.
Mesofauna tanah
merupakan penghuni lingkungan tanah yang memberikan sumbangan energi dari suatu
ekosistem. Hal ini disebabkan karena kelompok fauna tanah dapat melakukan
penghancuran terhadap materi tumbuhan dan fauna yang telah mati. Dalam Wallwork
(1976), menyebutkan serangga tanah berfungsi sebagai perombak material tanaman
dan penghancur kayu.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hewan tanah adalah hewan yang hidup di
tanah, baik yang hidup di permukaan tanah maupun di dalam tanah. Tanah itu
sendiri adalah suatu bentang alam yang tersusun dari bahan-bahan mineral yang
merupakan hasil proses pelapukan batuan-batuan, dan bahan organik yang terdiri
dari organisme tanah dan hasil pelapukan sisa tumbuh-tumbuhan dan hewan lainnya.
Fauna tanah memainkan peranan yang
sangat penting dalam pembusukan zat atau bahan-bahan organik dengan cara
:
1.
Menghancurkan jaringan secara fisik dan
meningkatkan ketersediaan daerah bagi aktifitas bakteri dan jamur
2.
Melakukan pembusukan pada bahan pilihan
seperti gula, sellulosa dan sejenis lignin,
3.
Merubah sisa-sisa tumbuhan menjadi humus
4.
Menggabungkan bahan yang membusuk pada
lapisan tanah bagian atas
5.
Membentuk kemantapan agregat antara
bahan organik dan bahan mineral
Tanah.
Fauna
tanah dikelompokkan menjadi:
1.
Mikrofauna adalah kelompok binatang yang
berukuran tubuh < 0.15 mm, seperti: Protozoa dan stadium pradewasa beberapa
kelompok lain misalnya Nematoda,
2.
Mesofauna adala kelompok yang berukuran
tubuh 0.16 – 10.4 mm dan merupakan kelompok terbesar
dibanding kedua kelompok lainnya, seperti: Insekta, Arachnida, Diplopoda,
Chilopoda, Nematoda, Mollusca, dan bentuk pradewasa dari beberapa binatang
lainnya seperti kaki seribu dan kalajengking,
3. Makrofauna
adalah kelompok binatang yang berukuran panjang tubuh > 10.5 mm, sperti:
Insekta, Crustaceae, Chilopoda, Diplopoda, Mollusca, dan termasuk juga
vertebrata kecil.
B.
SARAN
Makalah yang kami buat belum sempurna sesuai yang diharapkan. Masih terdapat banyak
kekurangan maupun kesalahan.Karena, kami hanya manusia biasa yang
tidak luput dari khilaf / kesalahan, kelebihan itu hanya milik Allah SWT
semata.
Untuk itu kami mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak atau pembaca demi perbaikan di masa mendatang
DAFTAR PUSTAKA
Ludwig J. A. and J. F.
Reynolds. 1988. Statistical Ecology : Primer Methods and Computing. John Wiley
and Sons Inc. new York.
Odum, E. P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi.
Edisi ketiga. Terjemahan Tjahjono Samingan. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Suhardjono, Y. R. 2000. Collembola Tanah
: Peran dan Pengelolaannya. Lokakarya Sehari Peran Taksonomi dalam Pemanfaatan
dan Pelestarian Keanekaragaman Hayati di Indonesia. Depok.
Suin,
N. M. 1997. Ekologi Fauna tanah. Bumi Aksara. Jakarta.
Supardi,
I. 1994. Lingkungan Hidup dan Kelestariannya. Alumni. Bandung
0 comments:
Post a Comment