KERANGKA
BERFIKIR
A. Pengrtian kerangka berfikir
Kerangka
berpikir adalah serangkaian konsep dan kejelasan hubungan antar konsep tersebut
yang dirumuskan oleh peneliti berdasar tinjauan pustaka, dengan meninjau teori
yang disusun dan hasil-hasil penelitian yang terdahulu yang terkait.
Kerangka
pikir ini digunakan sebagai dasar untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
penelitian yang diangkat. Atau, bisa diartikan sebagai mengalirkan jalan
pikiran menurut kerangka logis (construct logic) atau kerangka konseptual yang
relevan untuk menjawab penyebab terjadinya masalah. Untuk membuktikan
kecermatan penelitian, dasar dari teori tersebut perlu diperkuat hasil-hasil penelitian terdahulu yang
relevan.
Kerangka
pikir itu penting untuk membantu dan mendorong peneliti memusatkan usaha
penelitiannya untuk memahami hubungan antar variabel tertentu yang telah
dipilihnya, mempermudah peneliti memahami dan menyadari kelemahan/keunggulan
dari penelitian yang dilakukannya dibandingkan penelitian terdahulu
B. Karekteristik paradigama
Karakteristik
paradigm penelitian ini sebenarnya harus secara disiplin kita taati karena kita
telah memilih paradigm penelitian yang kita lakukan. Jika kita melakukan
penelitian tindakan (kelas untuk para guru dan calon guru). Mereka harus menyadari
penelitian tindakan ini sebuah metode yang menggunakan teknik kritik terhadap
discourse, terhadap latar yang terjadi, terhadap latar pembelajaran yang
terjadi, maka kita harus tegas tehadap setting apa yang ingin kita tingkatkan,
maka kita harus focus terhadap discource yang kita sedang cermati. Kita jangan
lari ke hasil tindakan bukan pada tindakan (jika kita melihat hasil belajarnya
sementara tindakan hanya sebagai tindakan tanpa ada perubahan, maka kita lari
dari focus (discource) yaitu peningkatan tindakan , sementara hasil belajar itu
dampak dari tindakan)
C. Penelitian
Tindakan
Penelitian
tindakan adalah upaya mencari perubahan dan meningkatkan. Peneliti bukanlah
orang luar, peneliti adalah partisipan atau agen pembaharu, artinya kita tidak
dapat menyerahkan pelaksanaan tindakan kepada orang lain (karena kitalah yang
sedang me dan di tingkatkan). Apakah hasil dapat diterapkan di tempat lain,
jawabannya tidak. Penelitian yang mencari perubahan dan peningkatan layanan
tidak dapat diterapkan di tempat lain. Penelitian ini untuk mencari perubahan
dan peningkatan situasi (latar peneltian jadi tidak bisa dipindah). Apakah
telah terjadi perubahan dan peningkatan? Maka verifikasi akan menentukan,
karena kesepakatan/consensus seluruh pihak yang terlibat yang akan memutuskan
tingkat keberhasilan. Jika guru dan siswa tanpa pihak lain, maka guru dan
siswalah yang memeriksa tingkat keberhasilan itu. Jika ada kepala sekolah, maka
consensus ditambah kepala sekolah.
Artinya
semua dikembalikan kepada guru tentang ukuran keberhasilannya. Situasi inilah
menuntut pemahaman yang benar tentang PTK. Jika guru merasa, bila kenaikan
hasil belajar digunakan sebagai indicator, maka inilah boomerang sedang
berjalan mengancam esensi penelitian itu. Pemahaman dan kesadaran tentang
metode penelitian dengan teknik kritkik “Discourse” ini harus termaknai dengan
penuh kesadaran. jadi PTK bukan
satu-satunya penyebab nilai siswa
Sebagai
catatan agar guru/peneliti tidak focus pada hasil belajar dan kembali focus
kepada tindakan atau solusi, apakah solusi berhasil bukan nilai ukurannya.
NIlai yang diperoleh siswa ditentukan oleh banyak ubahan (penyebab), antara
lain: siswa belajar, guru mengajar, orangtua membimbing belajar siswa dirumah
Langkah-langkah
membangun kerangka penelitian atau paradigma penelitian, diantaranya:
- Pahami keadaan objek penelitian dengan cermat,
sehingga dapat merumuskan masalah penelitian yang jelas dan research
question yang jelas pula
- Pahami tujuan penelitian, dan tuliskan tujuan
penelitian dengan rinci menjadi tujuan umum dan tujuan khusus
- Pelajari teori yang relevan, yang berhubungan
dengan subjek penelitian Anda
- Pahami konsep-konsep yang diuraikan dalam teori
tersebut dengan cermat. Hal ini sangat penting agar tidak membuat
kekeliruan ketika menyusun kerangka fikir dan menterjemahkan konsep
menjadi variabel.
- Pelajari hasil penelitian terdahulu yang
relevan dengan penelitian Anda (tujuannya, pendekatannya, sampling,
variabel-variabel utama, instrumen penelitian, metode analisa data,
kesimpulan dan implikasinya).
- Kembangkan pengetahuan yang diperoleh berdasar
keyakinan/pengetahuan peneliti sendiri, untuk menyusun kerangka fikiran
(kerangka konseptual) penelitian yang diharapkan dapat menjawab research
questions penelitian tersebut.
D .Hipotesis
Hipotesis diartikan sebagai
dugaan sementara pada penelitian yang akan dilakukan.temasuk dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas, hipotesis dibutuhkan sebagai acuan peneliti yang disebut dengan hipotesis tindakan.
Hipotesis dalam penelitian tindakan bukan hipotesis perbedaan atau hubungan yang terdapat pada metode-metode
penelitian lain melainkan hipotesis tindakan idealnya hipotesis penelitian tindakan mendekati keketatan penelitian formal yang situasi lapanga yang senantiasa berubah membuatnya sulit untuk memenuhi tuntutan itu
Rumusan hipotesis tindakan memuat tindakan
yang diusulkan untuk menghasilkan perbaikan
yang diinginkan untuk sampai pada pemilihan tindakan
yang dianggap tepat, peneliti dapat mulai dengan menimbang prosedur-prosedur
yang mungkin dapat dilaksanakan
yang perbaikan yang diinginkan dapat dicapai sampai menemukan prosedur tindakan
yang dianggap tepat.
Beberapa acuan penyusunan
hipotesis tindakan dalam PTK, antara lain:
1)
Menjawab rumusan masalah
yang diajukan dalam penelitian
2)
Merupakan jawaban sementara
dari kajian teori yang disusun oleh peneliti
3)
Merupakan jawaban sementara
dari kerangka berpikir
Formulasi solusi dalam bentuk hipotesis
tindakan
Dilihat dari sudut lain, alternatif
tindakan perbaikan juga dapat dilihat sebagai hipotesis dalam arti
mengindikasikan dugaan mengenai perubahan dalam arti perbaikan yang bakal
terjadi jika suatu tindakan dilakukan.
Misalnya:
jika kebiasaan membaca ditingkatkan
melalui penugasan mencari kata atau istilah serapan, perbendaharaan kata akan
meningkat dengan rata–rata 10% setiap bulannya.
b.
Analisis kenaikan hipotesis tindakan
Setelah diperoleh gambaran awal mengenai
sejumlah hipotesis tindakan maka selanjutnya perlu dilakukan masing–masing
hipotesis tindakan itu dari segi jarak yang terdapat antara situasi riil dengan
situasi ideal yang dijadikan rujukan. Sebab jika terdapat jarak yang terlalu
sulit untuk mengupayakan perwujudannya, maka tindakan yang dilakukan tidak akan
membuahkan hasil yang optimal. Oleh karena itu, kondisi dan situasi yang
dipersyaratkan untuk penyelenggaraan sesuatu tindakan perbaikan dalam rangka
PTK, harus ditetapkan sedemikian sehingga masih ada dalam batas–batas baik
kemampuan guru senada dukungan fasilitas yang tersedia di sekolah maupun
kemampuan rata–rata siswa untuk mencernakannya. Dengan kata lain, sebagai aktor
PTK guru hendaknya cukup realistis dalam menghadapi kenyataan keseharian dunia
sekolah dimana ia berada dan melaksanakan tugasnya.
Hipotesis tindakan harus dapat diuji
secara empiris. Ini berarti bahwa baik proses implementasi tindakan yang
dilakukan maupun dampak yang diakibatkannya dapat teramati oleh guru yang
merupakan aktor PTK maupun mitra kerjanya. Sebagian dari gejala–gejala yang
dapat diamati itu dapat diberikan secara kualitatif. Namun yang paling penting
gejala – gejala tersebut harus dapat divertifikasi oleh pengamat lain, apabila
diperlukan.
Pada gilirannya, untuk melakukan tindakan
agar menghasilkan dampak/hasil sebagaimana diharapkan diperlukan kajian
mengenai kelaikan hipotesis tindakan terlebih dahulu. Menurut Soedarsono (1997)
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengkaji kelaikan hipotesis tindakan
adalah sebagai berikut:
1) Implementasi suatu PTK akan berhasil, hanya apabila
didukung oleh kemampuan dan komitmen guru yang merupakan aktornya. Di pihak
lain, sebagaimana telah dikemukakan untuk pelaksanaan PTK kadang – kadang
memang masih diperlukan peningkatan kemampuan guru melalui berbagai bentuk
pelatihan sebagai komponen penunjang. Selanjutnya selain persyaratan kemampuan,
keberhasilan pelaksanaan PTK juga ditentukan oleh adanya komitmen guru yang
merasa tergugah untuk melakukan tindakan perbaikan. Dengan kata lain PTK
dilakukan bukan karena ditugaskan oleh atasan atau didorong oleh keinginan
untuk memperoleh imbalan finansial.
2) Kemampuan siswa juga perlu diperhitungkan baik dari
segi fisik, psikologis, dan sosial budaya maupun etik. Dengan kata lain PTK
seyogyanya tidak dilaksanakan apabila diduga akan berdampak merugikan siswa.
3) Fasilitas dan sarana pendukung yang tersedia di kelas
atau sekolah juga perlu diperhitungkan sebab pelaksanaan PTK dengan mudah dapat
tersabotase oleh kekurangan dukungan fasilitas penyelenggaraan. Oleh karena itu
demi keberhasilan PTK maka guru dan mitranya dituntut untuk dapat mengusahakan
fasilitas dan sarana yang ditentukan.
4) Selain kemampuan siswa sebagai perorangan,
keberhasilan PTK juga sangat tergantung pada iklim belajar di kelas atau
sekolah. Namun pertimbangan ini tentu tidak dapat diartikan sebagai
kecenderungan untuk mempertahankan status kuno. Dengan kata lain perbaikan
iklim belajar di kelas dan di sekolah memsng justru dapat dijadikan sebagai
salah satu sasaran PTK.
5) Karena sekolah juga merupakan sebuah organisasai, maka
selain iklim belajar sebagaimana dikemukakan pada butir 4) Iklim kerja sekolah
juga menentukan keberhasilan penyelenggaraan PTK. Dengan kata lain dukungan
dari kepala sekolah serta rekan sejawat guru dapat memperbesar peluang
keberhasilan PTK. Selain itu semua tim PTK juga perlu membahas secara mendalam
tentang kemungkinan konsekuensi alas an dilakukannya tindakan yang harus
diantisipasi. Demikian pula kemungkinan timbulnya masalah baru dengan adanya tindakan
di kelas. Atas dasar berbagai pertimbangan di atas maka peneliti dapat secara
lebih cermat menyusun rencana yang akan dilakukan.
c.
Perencanaan Tindakan
Sebelum dilaksanakan penelitian, peneliti perlu
melaksanakan berbagai persiapan sehingga semua komponen yang di-rencanakan
dapat dikelola dengan baik. Langkah-langkah per-siapan yang perlu ditempuh
adalah:
1) Membuat skenario pembelajaran yang berisikan
langkah-langkah yang dilakukan guru, di samping bentuk-bentuk kegiatan yang
dilakukan siswa dalam rangka implemen-tasi perbaikan yang telah direncanakan.
2) Mempersiapkan fasilitas dan sarana pendukung yang
diperlukan di kelas, seperti gambar-gambar dan alat-alat peraga.
3) Mempersiapkan cara merekam dan menganalisis data
mengenai proses dan hasil tindakan perbaikan, kalau perlu juga dalam bentuk
pelatihan-pelatihan.
4) Melakukan simulasi pelaksanaan tindakan perbaikan
untuk menguji keterlaksanaan rancangan, sehingga dapat menumbuhkan serta
mempertebal keper-cayaan diri dalam pelaksanaan yang sebenarnya. Sebagai pelaku
PTK, guru harus terbebas dari rasa gagal dan takut berbuat kesalahan.
Pelaksanaan tindakan, Observasi dan
Interpretasi
Atas dasar uraian di atas, adalah sangat beralasan untuk
beranggapan bahwa PTK dilakukan oleh seorang guru atas prakarsa nya sendiri,
mesikupun juga terbuka untuk dilakukan secara kola-boratif. Ini berarti bahwa
peran guru dalam melaksanakan PTK adalah sangat penting dan tidak dapat
digantikan oleh orang lain begitu saja. Oleh karena itu, implementasi tindakan,
proses obser-vasi-interpretasi dan hasil implementasi tindakan tersebut terjadi
karena keduanya merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dalam tindakan
alamiah pembelajaran.
a.
Pelaksanaan tindakan
Kegiatan pelaksanaan tindakan perbaikan ini merupakan
tindakan pokok dalam siklus PTKs, dan pada saat yang bersama-an kegiatan pelaksanaan
tindakan ini juga diikuti dengan ke-giatan observasi dan interpretasi, serta
diikuti dengan kegiat-an refleksi.
b. Observasi dan
Interpretasi
Secara umum, observasi adalah upaya merekam segala
perstiwa dan kegiatan yang terjadi selama tindakan perbaikan berlangsung,
dengan menggunakan atau tanpa alat bantu. Perlu dicatat adalah kadar
interpretasi yang terlibat dalam rekaman observasi secara seksama.
Mekanisme perekaman hasil observasi perlu dirancang agar
tidak mencampuradukkan antara fakta dan interpretasi, namun juga tidak terseret
oleh kaidah umum yang tanpa kecuali menafsirkan interpretasi dalam pelaksanaan
observasi. Apabila yang terakhir ini dilakukan, sehingga yang direkam hanyalah
fakta tanpa interpretasi, maka akan dapat menimbul-kan resiko, bahwa makna dari
perangkat fakta yang telah di-amati itu tidak lagi dapat dibangkitkan kembali
secara utuh karena proses erosi yang terjadi dalam ingatan, lebih-lebih apabila
pengamat adalah juga aktor tindakan. Dalam hubungan ini, agaknya prosedur
perekaman hasil observasi yang telah banyak digunakan dalam penelitian
kualitatif, dapat dimanfaat-kan
0 comments:
Post a Comment